Membangun Dasar Peradaban dengan Pendidikan Pesantren Ramah Anak
Pendidikan pesantren yang ramah terhadap anak akan memberikan lingkungan belajar yang aman, inklusif, serta mendukung perkembangan anak secara holistik.
Rizki Mohammad Kalimi
Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
29 Oktober 2024
BandungBergerak.id – Di titik ini, titik di mana kita menyadari akan perjalanan hidup manusia. Kita terseret pada muara pemahaman bahwa dalam perjalanan waktu dan apa yang terjadi dalam rentetan catatan sejarah, peradaban manusia telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktunya. Dalam perjalanannya, manusia terus melakukan inovasi dan adaptif terhadap segala tantangan yang ada untuk keluar dari berbagai macam masalah serta menciptakan tatanan terstruktur dan maju.
Berbicara tentang peradaban di tataran yang lebih mendalam, pada akhirnya akan membawa kita pada bahasan yang tidak lagi membicarakan peradaban sebagaimana yang sejauh ini dianggap sebagai capaian peradaban, misal pembicaraan mengenai bangunan-bangunan dan teknologi. Akan tetapi membicarakan peradaban, adalah membicarakan mengenai manusia nya itu sendiri. Karena berbagai capaian hasil peradaban, tidak akan sampai pada titik kemajuan, sejauh mana manusia sebagai subjeknya tidak memiliki kualitas yang mumpuni untuk sampai pada titik kemajuan itu, atau dalam hal ini disebut sebagai manusia yang tidak beradab.
Manusia berkualitas tersebut di atas, sederhananya bisa dimaknai sebagai ia yang memiliki kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional, maupun intelektual. Sebab dengan kecerdasan-kecerdasan itulah, akan tercipta hasil peradaban yang tidak saja maju dan berkembang dalam ukuran kuantitatif akan tetapi juga maju dan berkembang dalam ukuran-ukuran kualitatif.
Pada dasarnya setiap manusia yang terlahir ke dunia ini memiliki potensi luar biasa untuk bisa menjadi manusia berkualitas. Hanya saja dalam realitasnya, tiap potensi dalam diri manusia itu tidak semuanya teraktualisasi. Sehingga dari situasi itu, muncullah model manusia dengan kualitas kecerdasan yang hanya memenuhi sebagian aspek saja.
Kualitas kecerdasan manusia, dalam peradaban sangat berpengaruh besar untuk menyampaikan ke arah mana peradaban itu akan dituju dan disampaikan. Dengan demikian, tidak bisa dinafikan bahwa suatu bangsa yang kualitas kecerdasan manusianya hanya memenuhi sebagian aspek, maka capaian peradabannya akan sebatas pada aspek yang terpenuhinya saja. Misal, ketika suatu bangsa rata-rata memiliki kecerdasan hanya pada aspek intelektual, bisa jadi pada capaian intelektualitas akan terlihat maju dan berkembang. Akan tetapi pada aspek lain tidak terpenuhi. Begitu pun dengan bangsa yang kualitas kecerdasan manusianya lebih dari sekedar aspek intelektualitas, maka peradaban suatu bangsa itu akan terlihat lebih maju. Semakin sedikit kualitas kecerdasan itu, maka akan semakin dekat peradaban itu mengalami stagnasi bahkan dekadensi.
Melihat alur logika di atas, di mana ketika suatu bangsa ingin peradabannya sampai pada titik maju dan berkembang, serta di saat yang bersamaan peradaban itu adalah tentang membangun manusia berkualitas unggul. Pertanyaannya dengan jalan apa keunggulan kualitas manusia itu bisa dicapai?
Baca Juga: Dekadensi Pesantren dalam Menyiasati Tradisi
Sebermasalah itukah Kredit Pendidikan?
Mengurai Problem Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Pesantren
Jawaban paling mendasarnya tentu adalah pendidikan yang berkualitas pula. Hanya dengan pendidikan yang sebenar-benarnya pendidikanlah manusia mampu mengaktualisasikan semua potensi luar biasa yang ada dalam dirinya, di mana ketika potensi itu teraktualisasikan maka manusia akan mengalami penyempurnaan kualitas kecerdasan sampai taraf yang paling sempurna.
Pendidikan tentu tidak bisa dimaknai secara sempit dengan menyamakan pendidikan sebatas kegiatan formal di sekolah. Oleh karenanya perlu keselarasan pemahaman akan beberapa terminologi yang menyangkut pendidikan dan bagian-bagian di dalamnya, misal sekolah, pendidik, pengajar, dan lainnya. Pemilahan itu, sebab setiap ruh yang ada dalam makna tiap kata, itu juga akan mempengaruhi cara manusia melihat suatu hal. Lebih lanjutnya, pembedaan terminologi atau upaya untuk tidak mereduksi makna pendidikan, pada satu titik sangat penting agar tidak ada kesalahpahaman akan apakah sejauh ini kita sebagai manusia sudah melalui proses pendidikan atau tidak. Jika tidak, maka wajar apabila potensi yang ada di dalam diri pada akhirnya tidak teraktualkan.
Situasi salah paham kadang terjadi ketika menganggap bahwa sekolah adalah pendidikan itu sendiri, padahal dalam realitasnya, tidak semua manusia yang bersekolah itu dianggap terdidik, juga seakan-akan yang tidak sekolah tidak terdidik. Makna sederhananya dari pendidikan adalah proses pengaktualisasian potensi yang ada dalam diri manusia untuk penyempurnaan kecerdasan. Oleh karenanya sekolah dan tidak sekolahnya seseorang itu tidak menjadi ukuran apakah seseorang itu mengalami proses pendidikan atau tidak. Daripada itu perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan penyempurnaan kualitas kecerdasan manusia hanya bisa diwujudkan melalui pendidikan, tentu yang dimaksud adalah pendidikan pada makna yang diterangkan terakhir.
Konsekuensi dari alur pemikiran yang terbangun di atas, sampai pada simpulan bahwa pendidikan tidak selalu terikat dengan ruang khusus, melainkan pendidikan bisa diselenggarakan di mana pun dan kapan pun sejauh esensi dari makna pendidikan itu ada. Oleh sebab itu, di Indonesia penyelenggaraan pendidikan tidak saja terealisasikan di lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah dasar sapai perguruan tinggi, akan tetapi juga pendidikan di Indonesia terselenggara di lembaga pendidikan seperti pondok pesantren.
Pondok pesantren sendiri merupakan tempat penyelenggaraan pendidikan yang dalam praksisnya memberikan pengajaran, pemahaman, penghayatan serta pengamalan agama dan nilai-nilai Islam. Mengiringi sejarah panjang Indonesia, pondok pesantren memberikan banyak kontribusi yang sangat berharga, khususnya pada aspek pendidikan, sosial, kemanusiaan, bahkan politik. Di Indonesia, pondok pesantren hadir sebagai kawah Candradimuka, tempat seseorang atau dalam hal ini santri, berproses mengaktualisasikan segala potensi dirinya untuk sampai pada tingkat kualitas kecerdasan yang sempurna. Serta dengan kecerdasan itu, santri memiliki bekal untuk terjun langsung menjawab berbagai permasalahan di masyarakat dan segala aspek kehidupan lainnya.
Keberhasilan kiprah pondok pesantren, tentu tidak terlepas dari budaya, model, dan metode pendidikan yang digunakan dalam mendidik santri-santrinya. Di mana dengan itu, terbentuklah santri yang memiliki karakter dengan fondasi agama untuk meneruskan tongkat estafet dalam menyuarakan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Tapi kemudian, ketika melihat satu hukum perubahan zaman, pada akhirnya ada beberapa hal di dunia ini yang perlu disesuaikan dengan konteks zaman yang sekarang sedang berlangsung. Tak terkecuali dengan budaya, model, dan metode pendidikan di pondok pesantren. Ruh penyesuaian ini tentu bukan dalam rangka menafikan kiprah gemilang yang telah diberikan oleh pondok pesantren. Melainkan ruh penyesuaian ini adalah dalam rangka menekankan gerak pada arah kemaslahatan dalam konteks zamannya. Ruh penyesuaian itulah yang juga senada dengan prinsip dasar “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”.
Pendekatan Pendidikan Ramah Anak
Dari beberapa hal yang perlu penyesuaian dengan konteks zaman saat ini, adalah bagian pendidikan, di mana pendidikan pesantren harus menekankan model dan metode yang lebih ramah terhadap anak. Ada beberapa kekeliruan yang sejauh ini disalahpahami ketika terdengar terminologi “Pendidikan Ramah Anak”. Di mana pendidikan ramah anak sejauh ini dipandang oleh umum sebagai satu hal yang sama dengan bersikap lemah lembut serta memanjakan anak dalam proses pendidikannya.
Untuk itu perlu diketahui lebih lanjut bahwa pendidikan ramah anak, tidak memiliki makna yang sama dengan kesalahpahaman umum itu, akan tetapi pendidikan ramah anak adalah suatu pendekatan pendidikan yang memiliki fokus pada pemenuhan kebutuhan, hak, dan kesejahteraan anak dalam proses belajar mengajar. Pendekatan ini memastikan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan anak secara holistik, baik secara fisik, emosional, sosial, maupun intelektual.
Kehadiran pendekatan pendidikan ramah anak, salah satu ruhnya juga untuk menjadi antitesis dari pemahaman keliru terhadap apa yang disebut sebagai pendidikan. Di kalangan umum, atau dalam hal ini di sebagian pondok pesantren, masih tersebar satu pemahaman bahwa untuk mendisiplinkan itu harus dengan model pendisiplinan otoriter. Pendekatan ini pada praksisnya mengekang santri dengan aturan yang tanpa penjelasan, kaku, dan ketat. Lebih jauhnya pendekatan ini bersifat mendikte dan tidak mengharapkan ada interupsi dan kemungkinan kebenaran lain di luar suatu diktean yang disuarakan.
Pendekatan semacam ini adalah pendekatan yang menggunakan tangan besi dalam praksisnya, dan rentan ada corporal punishment ketika ada kekeliruan yang dilakukan oleh subjek didik. Corporal punishment adalah model hukuman yang menggunakan kekerasan, celakanya, kekerasan itu terkadang menjadi dalih untuk tujuan pendisiplinan. Padahal dalih itu jelas keliru, sebab jika menarik makna yang ada pada aspek yang lebih dalam, pendisiplinan sendiri adalah satu bagian dari pendidikan agar subjek didik memahami dan mematuhi peraturan. Sementara hukuman adalah pengendalian laku orang lain agar mengalami efek jera.
Model pendidikan ramah anak, sejauh ini dicanangkan agar subjek didik mampu benar-benar mengaktualisasikan segala potensi yang ada dalam dirinya untuk sampai pada kualitas kecerdasan yang sempurna, baik spiritual, emosional, serta intelektual. Sebab pendekatan itu, dirasa lebih memungkinkan dibanding dengan pendekatan yang kaku, tanpa penjelasan, dan melihat manusia bukan sebagai subjek melainkan objek.
Dalam kajian sumber daya manusia, anak adalah aset berharga. Sebab dalam diri seorang anak, tersemai harapan besar. Oleh sebab itu, seorang anak harus benar-benar dibantu dan dijaga dengan segenap cara agar potensi dirinya teraktualisasikan untuk sampai pada kecerdasan sempurna. Dengan kecerdasan itulah peradaban akan berjalan ke arah yang lebih baik.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lainnya tentang pendidikan