TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Ursone #2 Giuseppe Ursone
Giussepe Ursone bersama sang ibu dan sepupu perempuannya tiba di Batavia tahun 1877. Sang kakak, Pietro Antonio Ursone merintis perkebunan Baroe Adjak di Lembang.
Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
2 November 2024
BandungBergerak.id – Setelah sebelumnya Pietro Antonio Ursone yang ditugaskan untuk mendirikan perkebunan kina di kawasan Baroe Adjak, kali ini sang komandan memberikan tugas kepada sang adik yaitu Giussepe Ursone untuk mendirikan peternakan sapi perah. Sebetulnya kedua kakak beradik Ursone itu memiliki tanda tanya besar dalam benak mereka, namun karena tak kuasa menolak titah sang komandan, maka mereka pun dengan segenap tekad melaksanakannya.
Perkebunan kina Baroe Adjak ternyata tidak sesuai ekspektasi, kendala demi kendala berdatangan, lalu Pietro pun mulai menyewakan lahan-lahan tak terpakai di bekas perkebunan untuk pihak-pihak yang ingin memulai bisnis di selatan Lembang. Pihak pertama yang berminat untuk menyewa adalah J.F. Bothma bersama rekannya bernama E. J. Diest Lorgion. Mereka pada awalnya menyewa lahan untuk menanam kentang, karena kentang adalah bahan makanan pokok selain roti untuk warga Eropa di Bandung pada saat itu. Lambat laun pihak J.F. Bothma ini pun mendirikan sebuah rumah sederhana bermaterial kayu yang ia beri nama Rumah Cassablanca.
Salah satu rekan saya mendapatkan sebuah informasi dari sebuah buku tentang nama-nama nisan di Hindia Belanda bahwa putri dari Diest Lorgion bernama Theodora Diest yang lahir pada 29 Oktober 1899 dan meninggal pada 30 Mei 1906. Makam Theodora berada di dekat rumah Cassablanca yang letaknya berada di atas dari lokasi Grand Hotel Lembang. Dan keberadaan makam tersebut dicatat tahun 1930 dalam buku tersebut.
Pihak ke dua yang tercatat ikut menyewa lahan tak terpakai dari lahan bekas perkebunan kina Baroe Adjak adalah sepasang suami istri (Tuan dan Nyonya Houf ) yang berasal dari Austria. Mereka berdua menyewa lahan pada tahun 1916 dan mulai membangun sebuah rumah peristirahatan yang kemudian beroperasi tahun 1918 yang sekarang dikenal dengan Grand Hotel Lembang. Perkebunan kina Baroe Adjak akhirnya dapat diselamatkan setelah serangkaian perjuangan panjang dari Pietro. Namun tahun 1920-an perkebunan kina dan teh Baroe Adjak harus betul-betul dinyatakan bangkrut, hingga akhirnya dibekas lahan perkebunan tersebut ditanam rumput untuk pakan sapi-sapi perah yang saat itu mulai mencapai masa jayanya.
Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Cinta Romantis Giuseppe Ursone dan Anna Carolina van Dijk
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Teh Keluarga Ursone dan Permakaman Warga Tertua di Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Ursone #1 Pietro Antonio Ursone
Giussepe M. Ursone
Ia adalah seorang yang sangat pendiam, ia lahir pada tanggal 27 Januari 1864. Giussepe tiba di Batavia bersama sang ibu, Maria Giuseppe Ursone dan sepupu perempuan mereka bernama Martha Ursone pada 1877. Mereka tiba di saat sang kakak, Pietro sedang mulai merintis perkebunan kina di Baroe Adjak, Lembang.
Tidak seperti kakaknya yang langsung bertemu dengan sang komandan, Giuseppe tinggal terlebih dahulu di Bandung selama dua tahun, barulah ia bertemu dengan sang komandan yang pada saat itu telah pulang dari perang Aceh. Pada pertemuan pertamanya dengan sang komandan, Giuseppe sama sekali tidak disapa, seperti biasa sang komandan hanya memandanginya dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas lagi. Namun setelah beberapa lama sang komandan memerintahkan Pietro dan Giuseppe untuk menemuinya di sebuah rumah yang baru dibangun oleh Pietro untuk tempat tinggal sang komandan bila bertandang ke Baroe Adjak.
Dalam perjamuan makan tersebut sang komandan kemudian memperkenalkan diri pada Giussepe bahwa ia adalah seseorang yang selalu memiliki visi misi jauh melampaui batas pemikiran manusia normal. Dan ia meminta kepada Giussepe untuk membantunya membangun sebuah peternakan sapi perah yang sangat besar di Baroe Adjak. Singkat cerita akhirnya Giussepe pun akhirnya merintis apa yang menjadi impian sang komandan tersebut. Dan alih-alih membuat jejeran kandang sapi perah, sang komandan menyuruh Giuseppe membangun sebuah tempat ibadah/kapel yang letaknya persis di samping rumah sang komandan di Baroe Adjak. Lalu didirikanlah sebuah rumah ibadah yang sangat indah pada tahun 1880 dan selesai satu tahun kemudian.
Barulah dimulai perjalanan sulit dan penuh rintangan untuk Ursone bersaudara dalam mendirikan peternakan sapi yang sempurna yang diharapkan sang komandan. Dari mulai beberapa ekor sapi perah yang didatangkan dari Belanda dan hanya menghasilkan beberapa belas liter saja per harinya. Akhirnya keadaan stagnan pun menghantui, dengan sulitnya menemukan pekerja kandang yang ahli, dan Giuseppe pun sempat putus asa. Namun lagi-lagi sang komandan datang dan terus mengatakan pada Giussepe bahwa, akan ada sebuah peternakan besar, bahkan sangat besar di tanah Baroe Adjak ini, seraya kata-kata tersebut adalah mantra yang membuat Giussepe bangkit dan akhirnya menemukan beberapa rekan yang ia temui di Bandung yang bersedia membantu.
Pihak pertama yang membantu Giussepe adalah orang-orang Boer yang didatangkan oleh sang komandan ke kawasan Barat Lembang untuk membuka pertanian dan peternakan besar. Orang-orang Boer terkenal dengan keahliannya dalam beternak, hingga Giussepe banyak mendapatkan pelajaran berharga dari mereka. Lalu pihak kedua yang ditemui Giussepe adalah tuan De Root, ia adalah ahli dalam inseminasi buatan, di mana ia akan membantu Giuseppe dalam menghasilkan bibit-bibit sapi pilihan yang dapat menghasilkan banyak susu. Hingga oleh Giuseppe, Tuan De Root ditempatkan di utara Lembang khusus menangani tentang inseminasi, rumah dan laboratorium tuan De Root kini menjadi Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran di kawasan Cikole (Balitsa). Lalu Giuseppe pun bertemu dengan tuan Dencer yang ternyata merupakan ahli manajemen. Tuan Dancer pun akhirnya diboyong ke Lembang untuk membantu manajemen peternakan, kawasan tempat tinggal tuan Dencer tersebut kini menjadi sebuah gang yang tidak jauh dari Alun-alun Lembang yaitu Gang Dencer 1, hingga Gang Dencer 4. Tuan Dencer ini tercatat sebagai anggota Loji St. Jan pada awal rapat pembangunan loji di tahun 1896.
Tak terasa, 13 tahun telah Giuseppe lalui dalam mengembangkan peternakan, namun hasil maksimal belum ia raih. Sedangkan sang komandan pada saat itu tengah berada di Lombok untuk menggempur kerajaan Lombok. Sepulangnya dari Lombok akhir tahun 1894, sang komandan memberikan banyak sekali modal berupa uang hingga emas batangan untuk dipakai Giuseppe dalam rangka terus mengembangkan peternakan. Ternyata setelah diriset lebih jauh, sang komandan mendapatkan banyak sekali harta jarahan perang Lombok, bahkan salah satu rekan sang komandan membawa kabur naskah Negarakertagama. Sang Komandan dengan modal yang cukup banyak tersebut kemudian membantu mensponsori pembangunan Loji St. Jan yang mulai dirapatkan tahun 1896, namun baru terealisasi beberapa tahun setelahnya.
Akhirnya dengan modal dan relasi yang cukup luas, peternakan Baroe Adjak mencapai masa jaya. Bahkan dari hanya puluhan ekor sapi saja di awal, bisa tembus hingga 3.500 ekor dimasa jayanya dan membuat peternakan Baroe Adjak menjadi peternakan terbesar se-Asia Tenggara pada saat itu. Bagaimana kisah selanjutnya dari Ursone bersaudara, benarkah gara-gara tekanan pekerjaan yang dilakukan sang komandan, membuat mereka sulit menemukan pasangan? Kisah ini akan dilanjutkan minggu depan.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang