PILWALKOT BANDUNG 2024: Ingat! Kota Ini Belum Bebas Korupsi
Para kandidat Pilwalkot Bandung 2024 harus berkomitmen untuk merealisasikan anggaran secara optimal. Juga terbuka dengan penggunaan anggaran.
Penulis Yopi Muharam4 November 2024
BandungBergerak.id - Pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati semakin dekat. Masyarakat diharapkan lebih cermat lagi dalam memilih pemimpin yang akan mengurus daerahnya selama lima tahun ke depan. Jangan sampai memilih calon yang justru menyuburkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ada berbagai cara yang bisa dilakukan masyarakat Kota Bandung untuk menentukan calon pemimpinnya, di antaranya dengan melakukan profiling hingga kroscek data masing-masing calon.
Maraknya proses korupsi menjadi perhatian khusus bagi masyarakat Kota Bandung. Nyatanya praktik korupsi tidak hanya dilakukan di level pemerintahan saja. Pada realitasnya praktik tersebut kerap dijumpai di level akar rumput.
Pungli salah satunya. Acap kali, pungi dilakukan oleh orang yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas). Keresahan masyarakat akan praktik kotor tersebut menjadi pendorong para calon pemimpin daerah untuk membereskan permasalahan akut tersebut.
Andi Abdul Qodir, Founder & Inisiator Karasa.bdg, sekaligus ketua RW 2, Gempol Sari, Bandung Utara, menjadi saksi praktik korupsi yang terjadi di akar rumput. Sejak dilantiknya ia menjadi ketua RW dua bulan lalu dirinya mengaku telah melihat praktik korupsi, contohnya ialah meminta jatah kepada para UMKM untuk keperluan wilayahnya.
Andi mengungkapkan telah melakukan riset sederhana terkait pungli yang melibatkan sebuah ormas. Dia mencontohkan kerap kali ormas menyasar ke daerah-daerah yang perputaran ekonominya sangat cepat. Dari sana, menurut Andi, ormas tersebut dapat menemukan peluang untuk menarik sejumlah uang atas nama keperluan kewilayahan.
“Yang menariknya adalah ternyata di wilayah yang diperebutkan itu ada potensi perputaran ekonominya,” jelas Andi dalam sesi diskusi Rancang Bandung 2029 Tata Kelola Pemerintah yang Buruk dan Korupsi, yang bertempat di Labtek Indi, Jalan Titiran, Kota Bandung, Minggu 3 November 2024.
Selain Andi, acara ini juga menghadirkan Egi Primayogha dari Indonesia Corruption Watch dan Pius Widiyatmoko dari Perkumpulan Inisiatif.
Lebih dari itu, Andi menjelaskan, praktik yang terjadi tidak hanya berbentuk uang. Bisa juga berbentuk barang. Salah satu contohnya ialah ketika meminta jatah ke grosir untuk menarik kardus-kardus bekas.
“Meskipun alasannya misalnya untuk program wilayah, itu tetep namanya pungli dalam bentuk barang,” tegas Andi. Tidak hanya itu, Andi juga mengungkapkan praktik kotor yang sering terjadi di pengurusan RW ialah dengan mencari jatah lewat proyek.
Andi bercerita, baru sehari dirinya menjadi ketua RW, di kampungnya sedang ada perbaikan kabel internet. Andi menuturkan, ternyata dalam pemasangan atau perbaikan kabel internet saja, perusahaan bersangkutan harus membayar uang kewilayahan kepada RW.
“Nah, ternyata di balik itu ternyata ada transaksi. Dan tranksasksi itu tergantung dari RWnya,” jelasnya. “Diizinkan berapa kira-kira berapa untuk memperbaiki kabel, belum tiang listriknya,” lanjutnya.
Nominalnya pun tergantung. Dalam kepengurusan RW sebelumnya, menurut Andi perbaikan kabel itu dipatok senilai 8 juta rupiah. Untuk itung-itungannya? Andi mengaku tidak tahu. Praktik tersebut ternyata sudah jadi kebiasaan dan sudah dinormalisasikan. Nantinya uang tersebut, menurut Andi akan dibagikan ke pengurus RT juga.
“Dan saya menyadari bahwa praktik-praktik tersebut itu terjadi. Dan itu juga dianggap biasa-biasa saja,” ujarnya keheranan. “Dianggapnya tuh gini, RW kan pengabdian. Nah dapet uangnya dari mana? Ya dari proyekan itu. Dan akhirnya jadi dilematis juga,” lanjutnya.
Baca Juga: PILWALKOT CIMAHI 2024: Menakar Keberpihakan Para Kandidat Kepada Kawan-kawan Difabel
PILWALKOT BANDUNG 2024: Belum Sepenuhnya Mewadahi Aspirasi Kawan-kawan Difabel
PILKADA JABAR 2024: Pilihlah Pemimpin yang Menghormati Kelompok-kelompok Rentan dan Minoritas
Transparansi Adalah Kunci
Di sisi lain, Egi mengakui bahwa Kota Bandung merupakan salah satu daerah yang lebih baik terkait keterbukaan data. Hal tersebut dapat dilihat dari pembaruan website pemerintahan terkait anggaran atau program yang akan, sedang, atau sudah dijalankan.
Kekurangannya, menurut Egi adalah kurang update-nya website Pemkot Bandung menyangkut program yang sudah direalisasikan. Hal tersebut mengakibatkan keterbukaan kepada publik menjadi bias.
Dia mencontohnya, telatnya pembaruan dalam website atau tidak adanya keterbukaan akan membuat praktik korupsi dapat dilanggengkan. Korupsi pengadaan CCTV misalnya. Korupsi tersebut merupakan buntut dari pengembangan perkara operasi tangkap tangan (OTT) terhadap bekas Wali Kota Bandung, Yana Mulyana beberapa bulang lalu menyangkut penyelenggaraan program Bandung Smart City.
Dalam merealisasikan sebuah program, pemerintah pasti melibatkan tender untuk menggarapnya. Hal ini juga menurut Egi harus diperhatikan. Sebab sering luput dari perhatian masyarakat.
“Dan itu juga tender semestinya menjadi salah satu isu yang harus diidentifikasi,” ujarnya. “Karena tingkat kerawanannya, korupsi politiknya, korupsi anggaran dan sebagainya itu rentan sekali,” lanjutnya.
Dia juga menjelaskan bahwa transparansi harus beberapa lapis. Bukan hanya anggaran saja, transparansi meliputi, anggaran, perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi.
Dalam pemaparannya juga, Egi mengenalkan sebuah website yang dikelola oleh ICW berkolaborasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bernama opentender website tersebut bisa dibuka secara cuma-cuma oleh masyarakat.
Di website ini masyarakat bisa melihat kategori tiap tendernya. ICW juga membuat sebuah tanda di tiap tendernya. Ada tiga warna yaitu, merah, kuning, dan hijau. Merah tingkat kerawanan korupsinya sangat tinggi. Warna kuning harus kita waspadai kerawanannya. Dan hijau terbilang aman.
Dalam website tersebut masyarakat bisa melihat bahwa pada tahun 2022 contohnya ICW menandai tiga proyek yang ditandai dengan warna merah. Rata-rata proyek tersebut dilakukan di sekolah, seperti SMP Negeri 61 Bandung, kategori konstruksi yang memakan biaya 2,5 miliar rupiah lebih. Tender tersebut dimenangkan oleh CV. Satrya Kencana yang sudah memenangkan tender lima kali berturut-turut.
Hal ini menurutnya sangat berpotensi adanya korupsi di dalamnya. Proyek fiktif salah satunya. “Yang menjadi tugas kita dan pemerintah juga sih sebenarnya adalah untuk mendorong pertanggungjawaban mereka para tender untuk melihat hasil proyeknya,” tuturnya.
Egi mengatakan, transparansi tidak hanya dilakukan pemerintah saja. Pihak pengembang PT/CV juga harus memberikan hasil dari proyek yang telah dimenangkan hingga selesai. Hal ini juga menjadi perhatian khusus untuk momen pilkada tahun ini.
“Dan bagi saya tender juga bisa jadi isu penting untuk desakan di pilkada nanti,” jelasnya.
Pengawasan Harus Terus Dilakukan
Dalam mengawasi program pemerintah yang akan atau sudah dicanangkan, masyarakat harus lebih melek lagi. Hal ini disampaikan oleh Pius dari Perkumpulan Inisiatif, yang menjelaskan transparansi untuk pengawasan harus lebih aksesibel bagi semua level. Misalnya dalam mencari informasi di tiap kelurahan atau kecamatan.
Program yang baru-baru ini sedang digencarkan oleh Pemkot Bandung adalah revitalisasi trotoar. Menurut Pius pembangunan trotoar dilakukan seadanya. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya trotoar sudah banyak yang rusak. Padahal belum mencapai satu tahun.
Sama seperti Egi, Pius juga menyoroti tentang vendor proyek. Menurutnya dengan adanya keterbukaan program yang sedang dijalankan penting bagi masyarakat untuk mengetahuinya.
Acap kali vendor juga mengeluhkan dengan telatnya biaya turun untuk pengerjaan suatu proyek. Akibatnya masyarakat sering melihat adanya proyek mangkrak yang disebabkan telatnya pencairan dana. Sebab tidak adanya keterbukaan, membuat masyarakat tidak mengetahui progres di dalamnya seperti apa. Seharusnya, menurut Pius keterbukaan tersebut harus ditampilkan minimal di laman resmi pemerintah.
“Warga juga bisa memantau langsung pembangunan yang sedang dilakukan,” kata Pius.“Nah karena sekarang zaman digitalisasi, pemkot Bandung bisa mengoptimalkan dari sisi itu. Bisa mendokumentasikan setiap program yang sedang dijalankan,” lanjutnya.
Menyangkut anggaran, kerap kali dikeluhkan oleh Pemkot Bandung karena sedikit. Hal tersebut dibantah oleh Pius. Dia menjelaskan bahwa kategori APBD Kota Bandung terbilang besar. Mengutip laman jdih.dprd.bandung.go.id APBD Kota Bandung tahun 2024 mengalami kenaikan sebesar 130 miliar rupiah, dari 7,302 triliun rupiah menjadi 7,432 triliun rupiah.
Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung juga terbilang besar, sebanyak 47,23 persen. Hal itu juga ditambah dengan transfer pusat sebesar 52,71 persen.
“Jadi kita jangan mudah terbuai dengan narasi yang mengatakan ‘kita tidak punya anggaran’,” tuturnya. “Kita juga perlu mencermati peta kapasitas fiskal yang dikeluarkan kementerian keuangan yang mengatakan bahwa kapasita fiskal di kota bandung itu sangat tinggi,” lanjutnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan sebetulnya aspirasi masyarakat untuk menginginkan program apa pun juga bisa direalisasikan. “Artinya aspirasi kita, ingin programnya apa, sebenarnya anggarannya ada. Mungkin problemnya itu, dikorup atau enggak,” jelasnya.
Terkait realisasi anggaran, dia menjelaskan bahwa pada tahun 2022-2023 Pemkot Kota Bandung hanya merealisasikan 80-85 persen dari 100 persen. Artinya Pemkot Bandung harus bisa menggenjot lagi perbelanjaan anggaran Kota Bandung itu.
Pius juga menyoroti dengan pemilihan calon Wali Kota di Bandung. Menurut Pius, para calon wali kota itu harus berkomitmen untuk merealisasikan anggaran secara optimal. “Jadi harus menyiapkan secara eksplisit. Artinya harus 100 persen itu harus dilaksanakan,” tutupnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharam, atau tulisan-tulisan menarik lain Pilkada atau Pilwalkot Bandung 2024