• Berita
  • Merawat Solidaritas Orang-orang Bandung dalam Menolak Penggusuran dan Menyemai Perlawanan

Merawat Solidaritas Orang-orang Bandung dalam Menolak Penggusuran dan Menyemai Perlawanan

Gerakan mahasiswa ataupun orang-orang muda di Bandung banyak tumbuh di luar kampus, di kantung-kantung penggusuran kampung kota.

Diskusi Bertandang ke Kampus #2 dengan tema Menggugat Ketidakadilan Lewat Gaya Lokal, di gedung Student Centre, Universitas Islam Bandung (Unisba), Kota Bandung, Selasa, 5 November 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam6 November 2024


BandungBergerak.id - Pengaruh oligarki di Indonesia semakin menguat. Jaringan kepentingan oligarki menjalar ke berbagai spektrum, dari bisnis, lingkungan, hingga pemerintahan. Tumbuh suburnya oligarki di Indonesia menyebabkan tumpang-tindihnya hukum yang diberlakukan untuk kepentingan bisnis. Salah satu contoh paling nyata ialah proyek tambang dan proyek strategis nasional (PSN).

Proyek tambang menjadi hal yang sangat ditentang oleh berbagai aktivis lingkungan karena dapat mencemari alam dan mempercepat dampak buruk perubahan iklim. Adanya proyek strategis nasional yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah nyatanya banyak berdampak buruk bagi masyarakat.

Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) contohnya. Banyak masyarakat yang terdampak dari pembangunan Whoosh (nama KCJB) ini. Salah satunya adalah masyarakat Purwakarta yang banyak kehilangan mata air.

Di sisi Timur Indonesia, proyek lumbung pangan atau food estate sedang digencarkan di sana. Sebanyak dua juta hektare akan dijadikan lahan tebu dan cetak sawah. Lantas, hal ini mendapat penolakan dari rakyat Papua, tak terkecuali tetua adat.

Sementara di Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi, pengerukan lahan untuk tambang gencar dilakukan. Hal ini mendorong masyarakat melakukan protes untuk menolak tambang. Akan tetapi perlawanan masyarakat kerap kali dihadapkan dengan tindakan represi.

Herri ‘Ucok’ Sutresna menceritakan pengalamannya selama berkeliling ke sejumlah daerah di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Di sana masyarakat dihadapkan dengan pertambangan. Ucok menceritakan, selama perjalanannya itu, dia bertemu banyak orang dan berbagi cerita tentang permasalahan di wilayahnya.

Banyak sekali warga yang protes pertambangan selalu dibalas dengan kekerasan. Hal paling buruknya, Ucok bercerita adalah penusukan terhadap warga yang protes. Protes dibalas nyawa.

“Itu adalah hal yang lumrah di sana (Palangkaraya, Kalimantan Tengah) dan tidak bisa ditayangkan oleh media di sana. Bahkan, ada kampung yang hilang digusur oleh tambang dan tak pernah terceritakan,” ujar pentolan Grimloc bercerita di acara Bertandang ke Kampus #2 dengan tema Menggugat Ketidakadilan Lewat Gaya Lokal, di gedung Student Centre, Universitas Islam Bandung (Unisba), Kota Bandung, Selasa, 5 November 2024.

Menarik dengan keadaan di Kota Bandung, Ucok mengungkapkan bahwa banyak privilege yang didapatkan masyarakat Kota Bandung. Salah satunya adalah media alternatif bisa tumbuh subur di Kota Kembang ini. Media alternatif bisa mendampingi masyarakat yang terancam ruang hidupnya untuk dijadikan sebagai berita.

Belum lagi adanya gerakan solidaritas seperti dapur umum hingga pasar gratis. Bagi Ucok hal privilege tersebut sulit didapatkan di sejumlah daerah di Indonesia. “Mereka iri dalam tanda kutip, karena itu yang mereka butuhkan di sana,” lanjut Ucok menceritakan keinginan masyarakat luar Kota Bandung.

Menurut Ucok, saat ini, di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku yang menjadi tiga titik pengerukan lahan untuk pertambangan dikarenakan rezim yang mengobral tanah warga untuk dikeruk. Ucok menyebutnya sebagai rezim tambang. Hal yang tak pernah terbayangkan masyarakat pulau Jawa ialah, menjalarnya gurita mafia dan kekuatanya yang tak bisa terbayangkan.

“Bahkan, kalau ada pengacara yang mengadvokasi untuk membela warga atau ada warga yang memrotes itu bisa ditusuk, dibunuh,” ujar Ucok kembali membahas tentang keadaan di Kalimantan. “Itu pengacara loh, advokat. Begitu juga dengan beberapa simpul penggerak antitambang,” lanjutya.

[baca_juga]

Yang Terjadi di Bandung

Berbeda dengan lokasi yang rawan pertambangan, di Kota Bandung permasalahannya lain lagi, yaitu penggusuran kampung kota. Kampung Kolase, Anyer Dalam, Tamansari, hingga Dago Elos merupakan contoh perampasan ruang hidup yang dialami masyarakat Kota Bandung.

Ucok menyebut kasus penggusuran yang terjadi di Kota Bandung adalah cerita minor. Bandung selalu digaungkan dengan keromantismeannya. Di balik itu, perampasan ruang hidup masih menghantui masyarakat di beberapa titik Kota Bandung, seperti Dago Elos.

Bagi Ucok adanya permasalahan tentang ruang hidup di Kota Bandung menjadi bahan refleksi bagi mahasiswa. Banyak mahasiswa juga yang turut bersolidaritas untuk masyarakat tergusur, tetapi tidak mengatasnamakan kampus.

“Gerakan solidaritas melawan penggusuran di Bandung itu yang bergerak mahasiswa,” tuturnya. “Tapi mereka tidak membawa label kampus, tapi dengan nama komite aksi atau nama kolektif,” lanjutnya.

Ia menegaskan, pergerakan orang-orang muda ataupun mahasiswa tidak melulu harus membawa nama kampus. Gerakan mahasiswa yang membaur di masyarakat adalah sebuah gerakan yang bagus. “Karena kalian bergerak tidak harus melulu membawa nama kampus. Jadi mereka hadir basisnya lebih ke ideologis,” tegasnya.

Bahkan dalam bersolidaritas untuk warga Tamansari dan Dago Elos, banyak mahasiswa berpartisipasi dalam rangkaian acara Festival Kampung Kota (FKK). Aktivasi untuk melawan penggusuran itu diselenggarakan selama satu bulan suntuk.

“Itu privilege yang Kota Bandung punya dibandingkan kota lain. Tradisi itu sudah lahir dengan sendirinya,” ungkap Ucok. Ucok mengatakan bahwa privilege yang didapatkan masyarakat Kota Bandung harus dipertahankan sebaik-baiknya agar berkelanjutan.

Dalam merawat keberlanjutan itu, menurutnya mahasiswa di Kota Bandung bisa melakukan riset analisis tentang permasalahan lain yang terjadi di Bandung. “Itu bukan hal yang sulit pada saat ini. Hal-hal yang kayaknya basic, tapi memang harus dilakukan,” katanya.

Ia berharap mahasiswa memiliki kesadaran untuk melakukan perlawan dengan kesadaran lokal. “Sudah waktunya kawan-kawan punya visi dan mengembangkan pergerakan dari umur kalian di dalam kampus,” ujarnya. “Mau dengan gaya rock and roll atau apa pun itu, sekarang waktunya,” tutup Ucok.

Baca Juga: PILWALKOT BANDUNG 2024: Ingat! Kota Ini Belum Bebas Korupsi
Potret Robohnya Gedung Pusat Kebudayaan Kami
LPM Suaka Mengajak untuk Tetap Berani Bersuara Kritis di TikTok

Peserta acara Bertandang ke Kampus #2 dengan tema Menggugat Ketidakadilan Lewat Gaya Lokal, di gedung Student Centre, Universitas Islam Bandung (Unisba), Kota Bandung, Selasa, 5 November 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Peserta acara Bertandang ke Kampus #2 dengan tema Menggugat Ketidakadilan Lewat Gaya Lokal, di gedung Student Centre, Universitas Islam Bandung (Unisba), Kota Bandung, Selasa, 5 November 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Bersuara Lewat Kamera

Diskusi Bertandang ke Kampus juga menghadirkan Grace Ananta dari Raws Syndicate. Dia mengatakan bahwa perlawanan bisa juga melalui kamera dengan memotret. Rawssndct sendiri sering membawakan isu-isu lokal, nasional, hingga global dalam memotret dan memanjangkan karyanya lewat sebuah pameran.

“Di Raws Syndicate kami tidak hanya memotret tapi menyebarkan isu lewat kamera,” ujarnya membuka sesi diskusi.

Dia juga memaparkan bahwa kunci pergerakan harus konsisten. Jika pergerakan ramainya hanya sebentar atau angin-anginan, menurutnya belum menjadi pergerakan yang masif.

Konsistensi tidak bisa dibayar oleh uang. Makanya, menurut Grace konsisten perlu waktu agar dapat membuahkan hasil dari perjuangan melawan ketidakadilan. Penggusuran contohnya.

Tidak hanya itu, kolaborasi dalam melakukan perlawanan sangatlah penting. Dengan berjejaring, perlawanan akan lebih luas lagi jangkauannya.

Lebih lanjut lagi, fotografi bukan sekadar menampilkan gambar-gambar saja. Ada seni dan pesan yang disalurkan lewat sebuah visual. Dalam seni itulah menurut Grace dapat bisa mendobrak banyak hal.

“Dengan seni kita bisa dobrak banyak hal,” tegasnya. “Seni adalah modal kita untuk menyampaikan pesan ke publik,” lanjutnya.

Grace mencontohkan bahwa Rawssndct pernah berkolaborasi untuk melawan isu bullying. Dia sangat miris melihat kasus bullying terus melonjak di tiap tahunnya. Hal itu lah yang mendorongnya membuat kolaborasi dengan seniman pantomim, Wanggi Hoed sebagai modelnya.

“Kita sangat miris dengan isu bullying. Layaknya gunung es. Karena makin hari makin banyak kasusnya,” katanya. “Isu bully ini harus diatasi seperti apa ke depannya,” lanjutnya.

Raws juga sering melakukan aksi solidaritas untuk Palestina. Baru-baru ini gerakan solidaritas bertambah untuk Lebanon. Gencarnya serangan Israel terhadap dua negara tersebut yang menjadi alasan Raws terus bersuara lewat aksi dan karya foto.

Bahkan Raws membuat donasi berbentuk foto card yang sampai saat ini masih dijual. Nantinya, uang donasi tersebut akan langsung disalurkan ke kedutaan Palestina. “Aksi Palestina dilaksanakan hari-hari tertentu,” ujarnya.

Grace menegaskan agar mahasiswa dan masyarakat Kota Bandung harus mengeluarkan segala kegelisahan untuk bersuara. “Jangan hanya berhenti di hati dan pikiran. Coba diungkapkan dengan apa pun dengan potensi yang kalian punya,” tutupnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharamatau artikel-artikel lain tentang Gerakan Mahasiswa

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//