PILKADA JABAR 2024: AJI Merilis Data Ujaran Kebencian, Jawa Barat Menduduki Peringkat Pertama
Ujaran kebencian berbau agama di musim Pilkada Jabar 2024 menduduki peringkat pertama di Jawa Barat. Sentimen ini buah dari Pilpres 2019.
Penulis Yopi Muharam6 November 2024
BandungBergerak.id - Menghitung hari ke depan, masyarakat Indonesia akan dihadapkan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pemilihan kepala daerah secara serentak. Saat ini, para kandidat tengah disibukkan dengan tahapan debat antarcalon kepala daerah. Di tengah hiruk-pikuk itu, ternyata masih banyak umpatan bernada ujaran kebencian yang beredar di berbagai platform media, salah satu yang paling masif banyak muncul di TikTok.
Hal tersebut dipaparkan dalam riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang berkolaborasi dengan Monash Data & Democracy Research Hub (MDDRH). Kedua lembaga tersebut mengumpulkan video terkait Pilkada di platform TikTok di lima provinsi. Sebanyak 18,15 persen sampel video yang terkumpul, baik konten ataupun komentar, mengandung ujaran kebencian.
Adapun lima provinsi yang memiliki persentase ujaran kebencian paling tinggi ialah Jawa Barat (204 temuan), diikuti Maluku Utara (159), Aceh (98), Nusa Tenggara Barat (80), dan Sumatera Barat (14).
Co-director MDDRH Ika Idris mengungkapkan, target ujara kebencian ini berbeda-beda di tiap provinsi. Di Provinsi Aceh ditemukan ujaran kebencian kepada pengungsi Rohingya. Secara umum, ujaran kebencian tersebut dilakukan di kolom-kolom komentar yang menyangkut tiap kepala daerah di Serambi Mekah.
“Sudah ada tuduhan bahwa kandidat tertentu malah membawa Rohingnya yang serupa dengan kotoran manusia, ke Aceh,” ujar Ika Idris, dikutip dalam keterangan resmi, Jumat, 1 November 2024.
Sementara di Maluku Utara ujaran kebencian ditujukan kepada investasi asing asal China. Bukan tanpa alasan, maraknya pertambangan nikel di Provinsi Maluku menyebabkan masyarakat di sana banyak yang resah. Momen pilkada dijadikan sebagai sarana untuk melakukan tindakan tersebut.
Ujaran Berbau Keagamaan Masih Melekat
Hal yang paling melekat setiap kontestasi politik adalah ujaran kebencian berbau agama. Salah satu alasan Jawa Barat menduduki peringkat pertama ialah karena maraknya sentimen keagamaan yang dikaitkan dengan Pilkada. Ika Idris menyebut sentimen ini buah dari Pilpres 2019.
Pilpres 2024 narasi tersebut masih berlanjut dan diteruskan ke pilkada. Ika mengungkapkan alasan yang masih relevan terkait sentimen keagamaan tersebut adalah karena Jawa Barat yang didominasi oleh partai berbasis Islam, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) batal mengusung Anies sebagai calon gubernur Jawa Barat dan malah merapat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus.
“Jadi ujaran kebencian terkait isu agama di Jawa Barat ini memang kental sekali.” tegas Ika. Tidak hanya di Jawa Barat, ujaran kebencian berkaitan degan agama, baik Islam, Kristen, atau Katolik muncul di beberapa provinsi seperti Maluku Utara dan Aceh.
Politik identitas juga sangat lekat di pilkada Jawa Barat. Pada pilkada tahun 2018, misalnya. Dedi Mulyadi pernah diisukan sebagai penganut Sunda Wiwitan. Narasi yang ditonjolkan adalah masyarakat akan lekat dekat budaya animisme. Di sisi lain, calon gubernur Deddy Mizwar diisukan karena dia bukan berasal dari Jawa Barat. Saat itu keduanya merupakan pasangan calon gubernur Jawa Barat.
Di sisi lain, Ridwan Kamil yang berpasangan dengan Uu Ruzhanul Ulum digemborkan sebagai cucu dan pendiri pondok pesantren. Mereka dinilai sebagai calon pemipin yang baik karena keturuanan dari orang tua penganut agama yang taat.
Misalnya Uu merupakan sosok yang tumbuh di lingkungan pesantren. Bahkan, keluarga besarnya merupakan pendiri Pondok Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan Ridwan Kamil dikenal sebagai cucu Muhyiddin yang dikenal sebagai tokoh yang mendirikan Pondok Pesantren Pagelaran di Subang, Jawa Barat.
Kertas Karya Ilmiah Perseorangan (Taskap) yang ditulis Rahyanto Edy Yunianto berjudul Potensi dan Tantangan Politik Identitas pada Pemilu 2024 Guna Konsolidasi Demokrasi di Indonesia menyebutkan, masyarakat Jabar dalam memilih pemimpin cenderung mempertimbangkan latar belakang santri dan berasal dari etnis Sunda dan populer.
Dalam Economist Inteligence Unit (EIU) tahun 2022 yang dikutip Edy menunjukan bahwa Indonesia mendapatkan klasifikasi demokrasi yang catat (flawed democracy) dengan nilai total 6,71. Sehingga Indoensia menduduki peringkat ke 52 dari 165 negara.
Terkait rawan gangguan pemilu di Indoensia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meluncurkan Indeks Kerawan Pemilu (IKP) dalam pemelihan serentak. Bawaslu melakukan pemetaan potensi kerawanan di 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
IKP menunjukkan beberapa kategori dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah. Di peringkat pertama dengan tingkat kerawanan diduduki oleh Jakarta dengan skor 88,95, Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04), dan Kalimantan Timur (77,04).
Baca Juga: Pilkada yang Memenangkan Masa Depan Bandung Barat
PILKADA JABAR 2024: Pilihlah Pemimpin yang Menghormati Kelompok-kelompok Rentan dan Minoritas
PILKADA JABAR 2024: Pemilih Pemula di Bandung Menghadapi Para Kandidat tak Dikenal
Kandidat Pemimpin Perempuan Jadi Korban Ujaran Kebencian
Di sisi lain, di Nusa Tenggara Barat ujaraa kebencian terbelah menjadi dua narasi. Yang pertama ialah narasi kebencian terhadap persengkokolan koalisi politik antara dua mantan gubernur Tuna Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan Zulkieflimansyah. Sedangkan narasi kebencian ditujukan kepada calon gubernur perempuan Sitti Rohmi Djalilah, yang juga merupakan kakak kandung dari TGB.
Menurut Ika, di sejumlah video yang beredar terkait Pilkada NTB, banyak komentar menyudutkan perempuan. Rata-rata komentar tersebut berisi tentang ketidaklayakan perempuan menjadi pemimpin.
Tidak hanya di NTB saja, pilkada di Sumatera Barat juga sama. Banyak serangan gender yang tujukan kepada calon kepala daerah. Salah satu contoh yang mereka temukan terjadi di Kabupaten Dharmasyara di mana terdapat pasangan calon Bupati dan Wakil Bupatinya adalah perempuan.
Mereka adalah Annisa Suci Ramadhani (Caca) dan Leli Arni. Keduanya menjadi perempuan pertama yang maju berpasangan dalam Pilkada serentak 2024, di Sumatera Barat. Tidak hanya itu, keduanya resmi akan melawan kotak kosong. Mereka juga diusung oleh 10 partai politik.
“Ujaran kebencian sebenarnya tidak semua menyerang gender, tapi ada juga yang menyerang proses pencalonan keduanya yang merupakan hasil dari politik dinasti,” jelas Ika. “Jadi seruan-seruannya banyak sekali untuk melawan kotak kosong daripada pemimpin perempuan yang juga hasil politik dinasti,” lanjutnya.
Menanggapi permasalahan terkait ujaran kebencian, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Bayu Wardhana megungkapkan, tingginya ujaran kebencian di pilkada ini harus adanya moderasi konten dari platform digital. Menurutnya, platform juga dapat berkontribusi untuk mencegah adanya ujaran kebencian di pilkada ini.
“Kita tidak bisa mengandalkan literasi digital saja, tapi platform digital dapat mencegah konten ujaran kebencian,” tutur Bayu.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharam, atau tulisan-tulisan menarik lain Pilkada atau Pilwalkot Bandung 2024