• Berita
  • Orang Muda Jawa Barat Mendesak Gubernur Mendatang Membuat Kebijakan yang Berpihak pada Lingkungan

Orang Muda Jawa Barat Mendesak Gubernur Mendatang Membuat Kebijakan yang Berpihak pada Lingkungan

Orang muda Jawa Barat juga mengkritik pembangunan infrastruktur yang mempercepat perubahan iklim, seperti pembangunan Rebana dan pengoperasian PLTU batu bara.

Diseminasi Rekomendasi Kebijakan Muliakeun Bumi Parahyangan, Mencari Pemimpin Jawa Barat Peduli Rakyat, Iklim, dan Mewujudkan Transisi Energi Bersih, diselenggarakan Rhizoma Indonesia di Bandung, Kamis, 7 November 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul8 November 2024


BandungBergerak.idSekelompok orang muda di Jawa Barat membuat rekomendasi kebijakan (policy brief) yang ditujukan kepada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat sebagai rujukan pembuatan kebijakan atau regulasi terkait lingkungan dan transisi energi. Rekomendasi kebijakan itu disampaikan melalui Diseminasi Rekomendasi Kebijakan “Muliakeun Bumi Parahyangan: Mencari Pemimpin Jawa Barat Peduli Rakyat, Iklim, dan Mewujudkan Transisi Energi Bersih”, diselenggarakan oleh Rhizoma Indonesia di Hotel Tebu, Kamis, 7 November 2024.

Klistjart Tharissa Bawar, perwakilan orang muda dari Rhizoma Indonesia menerangkan, rekomendasi kebijakan itu dihasilkan setelah melakukan dua kali diskusi terpumpun di Bogor dan Cirebon bersama organisasi orang muda yang fokus di isu lingkungan. FGD itu itu dilakukan untuk merekam keresahan yang dialami anak muda terhadap lingkungan dan menyusun rekomendasi.

“Agar siapa pun itu nanti gubernur yang terpilih bisa berkomitmen untuk menjalankan, melakukan, dan membuat kebijakan yang pro untuk iklim dan transisi energi,” kata Caca, demikian ia akrab disapa.

Ada beberapa pertanda kenyataan perubahan iklim yang dirasakan orang muda di Jawa Barat, beberapa di antaranya adalah daya dukung dan daya tampung lingkungan Jawa Barat yang sudah terlampaui, degradasi kuantitas dan kualitas air, dan meningkatnya bencana ekologi di Jawa Barat. Petaka perubahan iklim itu disebabkan oleh lima faktor utama, yaitu energi dan ketenagalistrikan, transportasi, persampahan, tata guna lahan, dan korupsi iklim.

Koordinator Climate Ranger Ginanjar menerangkan, sektor energi dan ketenagalistrikan menyumbang perubahan iklim karena meningkatkan gas rumah kaca yang berlebihan. Proyeksi hingga tahun 2030, besar emisi gas rumah kaca di Jabar tanpa aksi mitigasi mencapai 135.212.417 ton eCO2.

Kata Ginanjar, energi dari bahan bakar fosil juga masih mendominasi di Jawa Barat, meski bauran EBT pada 2023 telah mencapai 25,81 persen. Selain itu, potensi lepasan emisi dan racun semakin tinggi akibat praktik solusi semu skema oplosan (co-firing) biomassa dan waste energy yang menggunakan metode pembakaran sampah. Adapun kontribusi emisi di sektor transportasi mencapai 31 persen.

“Menunjukkan ketidakseriusan pemerintah Jawa Barat terkait transisi energi. Dibanding memilih sumber matahari atau yang lainnya, Jawa Barat menggunakan solusi palsu untuk transisi energi seperti co-firing biomassa, waste to energy,” kata Ginanjar.

Sementara Dani, dari Rhizoma Indonesia, menyebutkan kawasan lindung di Jawa Barat baru mencapai 15,77 persen dari targetnya seluas 45 persen dari wilayah daerah provinsi. Kekhawatiran yang paling besar pun ada pada rencana pembangunan kawasan industri Rebana seluas 43.000 hektare. Pengembangan kawasan industri di Cirebon, Kuningan, Indramayu, Kota Cirebon, Majalengka, Subang, dan Sumedang ini akan sangat berpengaruh pada perubahan iklim.

“Yang paling ditakutkan saat ini adalah rencana pembangunan industri Rebana, yang itu akan sangat berdampak menurunkan daya tampung lingkungan,” kata Dani.

Adapun korupsi iklim, orang muda menaruh perhatian pada korupsi yang dilakukan pada kasus PLTU Cirebon 2. Korupsi tersebut menyeret mantan Bupati Cirebon, kontraktor, manajemen PT. Cirebon Energi Power untuk memuluskan perizinan dan memunculkan konflik di masyarakat dengan kucuran suap sebesar 8.02 miliar rupiah.

“Kasus korupsi, apa pun bentuknya itu, gratifikasi, suap dan lain sebagainya akan sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan kita ke depannya. Makanya kita masukkan korupsi ini ke dalam 5 penyebab utama terbesar yang menyebabkan kondisi perubahan iklim di Jawa Barat,” kata Caca.

Baca Juga: Setengah Hati Suntik Mati PLTU Pelabuhan Ratu
Catatan Kritis PLTU Sukabumi, Menuai Petaka dari Batubara
Pendapatan Asli Daerah dari PLTU Indramayu tak Sebanding dengan Besarnya Risiko Kerusakan Lingkungan dan Masalah Kesehatan

 

Tuntutan Orang Muda Jawa Barat

Dalam rekomendasi kebijakan yang bertajuk “Muliakeun Bumi Parahyangan”, orang muda Jawa Barat menuliskan kebutuhan akan pemimpin yang punya komitmen kuat melindungi Bumi Parahyangan. Mereka menuliskan 10 tuntutan agar bisa dirujuk oleh pemimpin Jawa Barat yang akan datang dalam menyusun kebijakan.

Orang muda Jawa Barat menuntut agar pemimpin masa depan membuat program dekarbonisasi yang lebih ambisius terutama di sektor energi kelistrikan, transportasi, dan persampahan untuk menekan laju kontribusi polutan serta emisi gas rumah kaca. Mereka juga mendorong agar pemimpin mendatang membuat regulasi dan kebijakan yang mendorong program serta upaya dekarbonisasi di Jawa Barat.

“Seperti secara nyata melakukan revisi Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dengan mengurangi porsi penggunaan energi fosil dan memperbanyak energi terbarukan,” dikutip dari rekomendasi kebijakan.

Orang muda Jabar ini juga mendorong agar pemerintah mendukung desentralisasi energi dengan pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas. Lalu membuat kebijakan pengembangan transportasi umum berbasis massal yang ramah lingkungan dan perbaikan dan peningkatan tata kelola persampahan di aspek kelembagaan, anggaran, serta standar lingkungan.

Orang muda Jabar ini pun mendorong kebijakan dan strategi pencapaian target pemenuhan kebutuhan kawasan lindung mencapai 45 persen, pencapaian target 30 persen luas kawasan hutan, mendorong kebijakan pencegahan dan penindakan serta transparansi proses perizinan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berdampak pada perubahan iklim.

“Kebijakan perlu diarahkan untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mempercepat pensiun dini PLTU guna mengurangi emisi karbon dan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan di Jawa Barat,” mengutip dari rekomendasi kebijakan tersebut.

“Siapa pun yang terpilih, kami berkeinginan mereka memiliki ambisi dan berkomitmen untuk memasukkan isu lingkungan, khususnya di isu aksi iklim dan juga transisi energi menjadi salah satu isu yang benar-benar mereka komitmen untuk dijalankan. Siapa pun yang terpilih, mereka bisa jadikan dokumen ini sebagai rujukan ketika nanti membuat kebijakan atau regulasi,” kata Caca.

Caca juga menerangkan, pemberian rekomendasi kebijakan tidak akan berakhir. Ke depannya, orang muda akan terus mengawal pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintahan baru dan akan memberikan rekomendasi kebijakan yang spesifik pada sektor-sektor tertentu. 

“Langkah ke depan adalah kita terus membuat dokumen policy brief seperti ini, tapi di isu-isu yang terkonsentrasi, misal di isu energi dan ketenagalistrikan untuk fokus mendorong terkait desentralisasi energi berbasis komunitas, isu pensiun dini PLTU, tata kelola persampahan. Harapannya ini gak berhenti di sini, ini terus berlanjut agar bisa terus terkawal,” kata Caca percaya diri.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//