• Berita
  • Catatan Kritis PLTU Sukabumi, Menuai Petaka dari Batubara

Catatan Kritis PLTU Sukabumi, Menuai Petaka dari Batubara

PLTU batubara berdampak buruk pada sektor sosial maupun lingkungan. Industri energi ini menjadi salah satu penyebab krisis iklim yang berujung bencana.

Ilustrasi. Warga menolak PLTU batubara yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. (Sumber: Walhi Jabar)

Penulis Iman Herdiana21 Juli 2024


BandungBergerak.idPembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di Indonesia harus segera dipensiunkan mengingat dampaknya yang merusak pada sosial dan lingkungan. Salah satu PLTU berdiri di Sukabumi, tepatnya PLTU Pelabuhan Ratu, selatan Jawa Barat.

Berdasarkan laman esdm.go.id, pembangunan PLTU Pelabuhan Ratu diawali dengan pencanangan tiang pancang oleh Menneg BUMN Sofyan Djalil pada 2007. Ground breaking ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan kontrak EPC (Engineering, Producement & Construction) Pembangunan PLTU 2 Jabar Pelabuhan Ratu dengan kapasitas 3x350 MW antara PT PLN dengan konsorsium Shanghai Electric Group Co Ltd-Maxima Infrstruktur pada tanggal 7 Agustus 2007.

Biaya atau investasi proyek ini mencapai sebesar US$ 566,9 dan 2,2 triliun rupiah. Pendanaan terdiri dari pendanaan PT PLN sebesar 15 persen yang bersumber antara lain dari Global Bond & Export Credit, sedangkan 85 persen lainnya akan didanai melalui Suplliers Credit. PLTU Pelabuhan Ratu ditargetkan untuk memberikan pasokan listrik Jawa-Bali dan sistem Jawa Barat pada khususnya.

Laman Kementerian ESDM juga menyebut untuk mendapatkan pasokan batubara pada proyek-proyek PLTU Program EPC, telah ditandatangani kontrak pembelian batubara dengan beberapa pemasok batubara untuk 8 lokasi PLTU di pulau Jawa.

“Beberapa manfaat dan keunggulan yang dapat diperoleh dari pembangunan PLTU ini antara lain adalah meningkatkan kehandalan dan mutu penyediaan listrik, meningkatkan perekonomian rakyat, meningkatkan pendidikan masyarakat, pemberdayaan masyarakat melalui Program Bina Lingkungan (Comdev), mendukung visi 75-100, memanfaatkan potensi batubara kalori rendah, menekan harga pokok produksi,” demikian klaim ESDM, diakses Sabtu, 20 Juli 2024.

Bahaya PLTU Batubara

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat telah lama memperingatkan bahaya PLTU batubara baik pada sektor sosial maupun lingkungan. Dalam laporan dan riset tentang PLTU Batubara berjudul “Memadamkan Bara Kepak JATAYU Menghalau PLTU di Desa Mekarsari, Indramayu”, tim riset menyatakan pembangkit listrik tenaga uap bat bara sudah banyak memberi petaka.

“Secara tidak langsung itu menjadi salah satu penyebab krisis iklim yang berujung bencana. Sebagai dampak lepasan emisi yang terus menerus dari cerobong asap PLTU, kemudian menumpuk di lapisan atmosfer sehingga membuat suhu bumi beranjak naik dan berakumulasi menjadi pemanasan global,” terang tim riset Walhi Jabar.

Walhi juga menyatakan, sedari awal rencana pembangunan PLTU batu bara sudah memunculkan derita bagi warga. Itu terakumulasi setelah beroperasi, karena proyek PLTU batu bara kerap dibangun di lahan produktif dan kawasan alami.

Walhi mencontohkan pembangunan PLTU di lahan persawahan Desa Mekarsari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Proyek tersebut mengakibatkan ratusan buruh tani yang bergantung pada lahan produktif berpotensi kehilangan pekerjaannya. Mereka terancam jatuh miskin dan akan tinggal di daerah yang berpolusi di sisa hidupnya.

“Namun, pemerintah menutup mata akan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial yang muncul dari pemilihan teknologi tersebut. Faktanya, alih fungsi lahan budi daya pertanian dan tambak garam menjadi PLTU, merampas mata pencaharian dan akar budaya warga. Kedaulatan wilayah tangkap nelayan tradisional semakin sempit sehingga berkurangnya hasil tangkapan,” terang Walhi Jabar.

Sementara asap yang keluar dari cerobong berdampak pada menurunnya kualitas udara karena meningkatnya zat pencemar dan emisi karbon. Akumulasi dari cemaran dan emisi memicu pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim bumi.

Menurut catatan Walhi Jabar, pihak yang paling merasakan akibat dari proyek pembangunan PLTU adalah warga sekitar, terutama mereka yang bergantung pada tanah. Masyarakat tidak bisa lagi bekerja karena lahan garapan mereka dijual oleh pemiliknya. Kehidupan masyarakat akan semakin buruk di saat jatuh miskin karena tidak bekerja. Belum lagi dampak terhadap kesehatan yang mereka alami karena menghirup udara yang tidak sehat.

Di Jawa Barat, Walhi Jabar memaparkan, terdapat sekitar tujuh PLTU batu bara yang merupakan Proyek Strategis Nasional. Dari sisi sebaran lebih banyak berada di bagian utara, yaitu sebanyak tiga unit. Selebihnya berada di wilayah tengah dan selatan, yaitu di Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Indramayu, Cirebon, dan Sukabumi. Saat laporan ini dibuat, semua PLTU batu bara tersebut sudah beroperasi.

Baca Juga:Jawa Barat Berpangku pada Investasi dan Pertambangan, Ada Indikasi Mengorbankan Lingkungan
Menengok Warga Terdampak Pembangunan Kereta Cepat di Purwakarta
Bandara Kertajati masih Dihinggapi Sepi, Warga Berharap ada Banyak Moda Transportasi

PLTU Batubara Sukabumi

Energi kotor batubara sebagai bahan bakar PLTU diakui sendiri oleh Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Dalam keterangan resmi 30 Oktober 2023, Bupati Sukabumi Marwan Hamami mengatakan wilayahnya memerlukan sumber-sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Menurutnya, Sukabumi memiliki potensi-potensi sumber energi alternatif untuk mengganti sumber energi yang tidak ramah lingkungan. "Di kita ada PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang menggunakan batubara. Ke depan, penggunaan batubara harus dihilangkan. Sedari sekarang, sudah mengurangi dengan memanfaatkan bahan lain yang lebih ramah lingkungan," ungka Marwan.

Ia mengklaim, PLTU di Kabupaten Sukabumi sekitar 10-20 persen telah mengurangi batubara. Hal itu digantikan dengan briket yang berasal dari limbah kayu hingga sekam padi.

"Pasokan briket ke PLTU tersebut, melibatkan masyarakat sekitar melalui UMKM ataupun yang lainnya," terangnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan tentang Proyek Strategis Nasional dalam tautan berikut ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//