Nagreg Tempo Doeloe: Dari Percabangan Jalan, Tanjakan Legendaris, hingga Stasiun Tertinggi
Nagreg tidak hanya sebagai jalur yang menghubungkan antara Bandung dengan wilayah Priangan Timur, tetapi juga merupakan jalur yang kaya akan nilai historisnya.
Iqbal Nugraha
Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad)
8 November 2024
BandungBergerak.id – Nagreg, sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan jalur penghubung utama antara Bandung dengan wilayah Priangan Timur dan Jawa Tengah. Nagreg telah menjadi langganan pemberitaan televisi saat musim mudik lebaran, karena jalur ini selalu menjadi titik rawan kemacetan. Bahkan Presiden Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengalami kemacetan di Nagreg bersama keluarganya akan mudik ke Pacitan pada tahun 2007.
Pada saat mudik lebaran tahun 2020, bertepatan dengan adanya Covid-19, masyarakat sekitar Nagreg tercengang melihat kondisi jalanan yang sepi, kosong melompong. Padahal, biasanya jalur ini selalu dipadati oleh para pemudik sehingga mengakibatkan kemacetan hingga berjam-jam. Hal ini cukup melekat pada Nagreg yang dikenal akan kemacetannya.
Di balik realitas tentang Nagreg di masa kini, nyatanya Nagreg menyimpan kisah yang ikonik dan nostalgik tentang jalan, jalur kereta api, dan kondisi lanskapnya. Hal ini tercatat dalam beberapa sumber yang terbit pada masa kolonial.
Baca Juga: Sejarah yang Hidup dalam Secangkir Kopi Aroma
Gelap Sejarah Cicalengka
Fakta-fakta Sejarah Babakan Siliwangi, Pemkot Bandung Pernah Tergoda Mengomersialkan Hutan Kota
Percabangan Jalan Legendaris
Di Jalan Nagreg terdapat sebuah percabangan, antara jalur yang akan menuju ke Kadungora hingga Garut, dan jalur yang menuju ke arah Limbangan sampai ke Jawa Tengah. Percabangan jalan ini disebut Jalan Cagak Nagreg. Jalan ini tidak hanya sebagai ikon perjalanan mudik di jalur selatan Jawa Barat saja, tetapi telah menjadi saksi bisu dari perjalanan sejarah yang panjang.
Jalan Cagak Nagreg dibangun pada tahun 1808 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada awalnya jalan ini digunakan oleh para petani dan orang-orang yang menunggangi kuda. Dalam surat kabar De Preangerbode 22 Desember 1920 disebutkan bahwa Nagreg adalah jalan utama untuk menuju Garut. Dari awal pembangunannya, jalan tersebut sudah memiliki percabangan menuju Garut dan Limbangan, yang tidak berubah hingga saat ini.
Jalan yang Disukai Wisatawan Belanda dan Eropa
Narasi tentang Nagreg ternyata banyak disebutkan dalam panduan perjalanan wisata Gids van Bandoeng en omstreken (1921) yang ditulis Reitsma, S.A. dan Hoogland, W.H. bahwa ketika melewati jalan Nagreg, Balubur Limbangan, Malangbong, Ciawi hingga Panjalu, disuguhkan dengan pemandangan jalan yang sangat kaya akan keindahan alam. Berkenaan dengan itu, Jalan Cagak Nagreg dapat dikatakan sebagai jalur alam penuh pesona yang disukai oleh wisatawan Belanda dan Eropa hingga mereka menyebutnya sebagai jalur eksotis. Para wisatawan sering melewati jalur ini karena pada awal abad ke-20, Garut menjadi destinasi favorit wisata.
Melihat kondisi pemandangan jalan saat ini masih sama, dipenuhi oleh pepohonan rindang yang tidak sepadat dulu karena terdapat beberapa pohon yang sudah ditebang. Walaupun demikian, jalan Nagreg masih tetap memiliki suasana yang sejuk nan asri.
Dalam surat kabar De Locomotief 01 Mei 1937 jalan Nagreg – Garut - Tasikmalaya dikatakan sebagai jalan terbaik yang ditemukan di Preanger. Mengutip buku De Wegen in the Preanger (1912) yang ditulis oleh S.A. Reitsma, pada tanggal 26 April 1909 Th. Van Ordt menyerahkan catatan tindak lanjut mengenai rencana umum jalan di Preanger yang akan dilakukan perbaikan, perbaikan jalan yang kedua yaitu jalan militer dari Cicalengka-Ciawi dan jalan utama Nagreg-Garut. Pemerintah Hindia Belanda sangat memperhatikan kondisi jalan ini karena dipergunakan dalam upaya memenuhi kebutuhan logistik, seperti mobilitas para militer untuk memperkuat pertahanan pemerintah Hindia Belanda di wilayah Priangan Timur.
Tanjakan Maut
Dibalik keindahan yang ditawarkan sepanjang jalan Nagreg ini, dalam panduan perjalanan wisata Gids van Bandoeng en omstreken (1921) disebutkan jika akan pergi ke Garut maka akan melewati tanjakan berat di Nagreg. Pada masa sekarang, tanjakan ini dikenal dengan istilah tanjakan Nagreg, yang rawan kecelakaan karena jalurnya yang cukup terjal dan berkelok-kelok, sehingga banyak kendaraan yang tidak kuat menanjak.
Berkenaan dengan itu, tanjakan Nagreg sering menjadi sorotan media karena setiap tahunnya kerap terjadi kecelakaan yang merenggut korban jiwa. Bahkan tanjakan Nagreg sering dimitoskan oleh masyarakat sekitar bahwa para korban kecelakaan ini dianggap sebagai "tumbal" yang diminta oleh penunggu tanjakan Nagreg. Padahal kenyataannya, kecelakaan di jalur ini sangat wajar terjadi, mengingat kondisi jalurnya yang cukup ekstrem dan berbahaya.
Pesona Rel Kereta Api Tertinggi di Indonesia
Selain Jalan Cagak dan Tanjakan Nagreg yang menjadi ikonik, Nagreg juga memiliki stasiun kereta api tertinggi di Indonesia yang masih aktif. Dalam catatan perjalanan Gids voor Bandoeng (1908) disebutkan jika rel kereta api Nagreg terletak pada ketinggian 912 M. Titik ini merupakan titik tertinggi rel kereta api di pulau Jawa. Perjalanan dari stasiun Nagreg menyusuri kaki bukit Gunung Mandalawangi, ke arah selatan menuju tikungan untuk menuju ke dataran leles. Mengutip panduan perjalanan wisata Reisgids voor Bandoeng en omstreken met Garoet (1898) yang ditulis oleh De Vries dan Fabrocius, disebutkan sampai di celah Nagreg jalan menanjak melewati bukit pegunungan dengan bebatuan, juga terdapat jembatan yang mengesankan menimbulkan kekaguman.
Jalur kereta api Nagreg menawarkan pengalaman visual yang memukau bagi para wisatawan, dengan melihat hamparan pemandangan alam. Selain itu, para wisatawan juga merasakan pengalaman yang berbeda ketika melintasi jembatan yang berdiri tegak di tengah alam terbuka. Pengalaman perjalanan melewati jalur Nagreg yang mengesankan ini tentu akan selalu membekas dalam ingatan para wisatawan.
Secara umum, Nagreg tidak hanya sebagai jalur yang menghubungkan antara Bandung dengan wilayah Priangan Timur, tetapi juga merupakan jalur yang kaya akan nilai historisnya. Mulai dari keindahan pemandangan di setiap jalannya, ikonik tanjakan yang menantang, hingga stasiunnya yang mendapat rekor sebagai stasiun kereta api tertinggi. Semua itu adalah bukti betapa pentingnya jalur Nagreg dalam sejarah dan kehidupan masyarakat Priangan. Perlunya pengelolaan dan pelestarian yang lebih baik terhadap Nagreg agar nilai historis dan peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat dapat terus berlanjut sebagai bagian dari warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain tentang sejarah