• Berita
  • Fakta-fakta Sejarah Babakan Siliwangi, Pemkot Bandung Pernah Tergoda Mengomersialkan Hutan Kota

Fakta-fakta Sejarah Babakan Siliwangi, Pemkot Bandung Pernah Tergoda Mengomersialkan Hutan Kota

Babakan Siliwangi harus dibiarkan sebagai hutan alami, tidak boleh ada pembangunan apa pun. Fungsi hutan sebagai paru-paru dunia sekaligus tangkapan air.

Kondisi Babakan Siliwangi ketika ditutup karena pagebluk, Jalan Tamansari, Bandung, Selasa, 19 Oktober 2021. (Foto: Ahmad Abdul Mugits Burhanudin/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 Juni 2024


BandungBergerak.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung selalu membanggakan hutan kota Babakan Siliwangi sebagai paru-paru kota. Dalam rilis terbaru, Pemkot mengklaim terus mempertahankan Babakan Siliwangi terutama pasca-Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai Huta Kota Dunia oleh PBB 2011. Di balik klaim itu, ada gerakan masyarakat sipil yang sejatinya menuntut tidak ada komersialisasi di Babakan Siliwangi.

“Pemerintah Kota Bandung mengambil langkah tegas dengan memutuskan kerja sama dengan pihak swasta pada tahun 2013, mengembalikan pengelolaan sepenuhnya ke tangan pemerintah,” demikian klaim Pemkot Bandung, dalam keterangan resmi, Sabtu, 1 Juni 2024.

Pemkot menyatakan, upaya untuk menata Babakan Siliwangi sebagai hutan kota yang dapat diakses oleh masyarakat terus dilakukan, dengan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak.

“Babakan Siliwangi, dengan sejarahnya yang panjang dan sering kali penuh tantangan, adalah cerminan dari perjuangan untuk menjaga lingkungan dan warisan alam yang berharga,” lanjut Pemkot Bandung.

Pemkot berharap, dalam rangka menghadapi masa depan yang lebih baik, langkah-langkah untuk menjaga dan mengembangkan kawasan ini sebagai ruang terbuka hijau yang berkelas dunia terus dilakukan, semoga menjadi inspirasi bagi kota-kota lainnya. 

Di Balik Klaim Pemkot Bandung

Hutan Babakan Siliwangi menjadi ruang terbuka hijau yang bertahan di Kota Bandung di tengah menjamurnya hutan beton. Keberlanjutan hutan kota ini tak lepas dari gerakan masyarakat sipil yang menekan Pemkot Bandung untuk tidak melakukan komersialisasi kawasan di jantung kota yang strategis ini. Pemkot Bandung tercatat pernah memberikan izin pada swasta untuk mengkomersilkan hutan kota ini.

Pemerhati Tata Kota Bandung Jejen Jaelani mengatakan, hutan kota Babakan Siliwangi sangat penting baik untuk menjadi wilayah resapan air maupun sebagai paru-paru dunia. Di tahun 2000-an, Babakan Siliwangi dirundung wacana komersialisasi dan puncaknya di tahun 2013 era kepemimpinan Wali Kota Dada Rosada yang memberikan izin mendirikan bangunan pada PT Esa Gemilang Indah  (EGI) untuk membangun sarana prasaran komersial di Babakan Siliwangi.

Perizinan yang dikantongi PT EGI dikhawatirkan akan mengubah wajah Babakan Siliwangi dari hutan menjadi beton. Padahal, Babakan Siliwangi merupakan satu sedikit Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki Kota Bandung.

Gelombang protes pun merebak yang dilakukan gabungan elemen masyarakat sipil Kota Bandung. Mantan Gubernur Jawa Barat Solihin GP turut hadir dalam gerakan #SaveBabakan Siliwangi ini.

“Waktu itu sudah dipasang seng dan siap dilakukan pembangunan. Ini kemudian memicu demonstrasi dari elemen masyarakat puncaknya sekitar bulan Mei 2013, terus ada Save Babakan Siliwangi,” ujar Jejen Jaelani, saat dihubungi BandungBergerak, Senin, 3 Juni 2024.

Jejen menuturkan Pemkot Bandung melakukan paradoks, di satu sisi meneken izin komersialisasi Babakan Siliwangi, di sisi lain mendeklarasikan sebagai hutan kota di acara yang digagas PBB. “Ini cukup paradoks, jadi tahun 2011. Pada konferensi dideklrasikan sebagai hutan kota dunia, tapi saat bersamaan pemerintah memberikan izin kepada PT EGI,” tutur Jejen.

Gelombang protes masyarakat sipil berhasil mencabut Izin Mendirikan Bandungunan (IMB) PT EGI. IMB sebelumnya tentunya didapatkan PT EGI dari Pemkot Bandung.

Dada Rosada lengser dari Wali Kota Bandung. Kota ini kemudian dipimpin Ridwan Kamil. Di era ini, Babakan Siliwangi dianggap memerlukan aktivasi. Maka dibangunlah forest walk sepanjang 2,5 kilometer di atas ketinggian 2-5 meter permukaan tanah.

Menurut Jejen, banyak aktivis lingkungan protes keras seharusnya hutan kota diperlakukan sebagai hutan, bukan taman yang harus diaktivasi atau revitalisasi. Biarkan hutan Babakan Siliwangi menjalankan fugnsinya sebagai hutan alami.

“Kosensi hutan dan taman itu berbeda, seharusnya hutan dibiarkan tumbuh dan alami. Tetapi di dalam paradigma pemerintah diperlakukan sebagai taman. Jadi dia semacam area bermain bagi masyarakat,” terang Jejen.

Jejen mengingatkan bahwa keberadaan hutan kota Babakan Siliwangi sampai saat ini berkat desakan dan perjuangkan masyarakat. Pemkot Bandung sendiri selalu mengklaim bahwa Babakan Siliwangi sebagai hutan kelas dunia.

“Konsep taman ini diusung pemerintah berbagai upaya menjadi hutan kelas dunia. Hutan kelas dunia itu seperti apa? Ini masih jadi pertanyaan semua orang,” kata Jejen.

Baca Juga: Mendukung Kemerdekaan Palestina dalam Perayaan Persib Juara
Robohnya Sekolah Rakyat Malabar
Server Ambruk Selalu Berulang di PPDB SMA Jabar

Sejarah Babakan Siliwangi versi Pemkot Bandung

Pemkot Bandung melengkapi kalimnya atas Babakan Siliwangi dengan catatan periodeisasi sejarah. Disebutkan bahwa Babakan Siliwangi di zaman Hindia Belanda dikenal dengan Lebak Gede yakni wilayah yang dibentuk oleh Sungai Cikapundung pada puluhan ribu tahun yang lalu.

“Lebak Gede dianggap sebagai warisan alam bagi kota ini. Rencana untuk menjadikannya hutan kota dan perkebunan terbuka bagi masyarakat umum pertama kali digagas pada tahun 1920,” kata Pemkot Bandung.

Setelah kemerdekaan, pengelolaan Lebak Gede diambil oleh Pemkot dan di zaman ini muncul upaya mengalihkannya menjadi kawasan komersial yakni pada tahun 1950-1980-an oleh Wali Kota Otje Djundjunan.
 
“Upaya fisik di kawasan ini mengalami peningkatan. Restoran Babakan Siliwangi dan berbagai fasilitas wisata lainnya dibangun, menciptakan suasana pariwisata yang ramai,” lanjut Pemkot.

Pada tahun 2003 terjadi kebakaran yang menghanguskan Restoran Babakan Siliwangi. Di periode selanjutnya, Babakan Siliwangi akan dikelola PT EGI yang mendapatkan izin dari Pemkot, namun akhirnya digagalkan oleh gelombang protes masyarakat sipil.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau menyimak lebih lanjut mengenai Hutan Kota

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//