Wajah Seniman Bandung di Hutan Kota Babakan Siliwangi
Self-portrait di Galeri SOS menampilkan wajah-wajah seniman. Seniman dan masyarakat sipil pernah bersatu menolak komersialisasi hutan kota Babakan Siliwangi.
Penulis Iman Herdiana26 Juli 2022
BandungBergerak.id - Sulit menemukan hutan di kota metropolitan seperti Bandung, kecuali di Babakan Siliwangi. Rimbun pepohonan dan burung-burung liar masih mendominasi kawasan Bandung utara ini. Suasana alam melebur dengan kegiatan seni yang digerakkan para seniman Sanggar Olah Seni (SOS), kelompok seni rupa sekaligus legenda hidup yang banyak mencetak seniman.
Para seniman SOS turut menjaga kelestarian hutan kota Babakan Siliwangi, selain menjalani kegiatan kreatif mereka. Pada kurun 2013, Babakan Siliwangi sempat terusik dengan rencana pembangunan sarana komersil. Para seniman di sana bersama ogranisasi lingkungan hidup seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat dan masyarakat sipil, bergerak bersama menentang rencana itu.
Alhamdulillah, kini Babakan Siliwangi tetap sebagai hutan kota. Salah satu kegiatan terbaru para yang dimotori seniman SOS di Babakan Siliwangi adalah pameran Self-portrait Art Exhibition yang berlangsung di Galeri Sanggar Olah Seni, 17 Juli hingga 10 Agustus 2022.
Pameran self-portrait terbilang unik, karena – seperti temanya – hajatan seni SOS ini memamerkan wajah-wajah seniman. Total ada 165 seniman dari Bandung dan luar Bandung yang terlibat, yang artinya ada 165 wajah yang dilukis dengan berbagai teknik dan media.
“Pada pameran self-portrait ini, tersaji 165 karya yang ‘menampakkan diri’ seniman pada karyanya dengan berbagai pendekatan teknik dan dinamika personalnya. Hal ini pada akhirnya memunculkan karakteristik yang khas dari tiap personal dan menjadi nilai pembeda antara seorang seniman dan seniman lainnya, kemudian karakteristik personal yang berbeda antarseniman menjadi hal unik yang bisa digali dengan lebih mendalam,” kata kurator Self-portrait Art Exhibition, Rizki L Wiguna, dikutip dari catatan kurasinya, Selasa (26/7/2022).
Sebanyak 165 karya self-portrait yang dipamerkan memperlihatkan keberagaman. Ada seniman yang menampilkan wajah secara realis seperti potret diri, ada pula yang memainkan warna-warna cerah di seputar wajah mereka, namun tidak sedikit yang memilih pendekatan abstrak atau surealis sehingga wajah mereka tak jelas rupanya.
Sejarah self-portrait sendiri berlangsung panjang di belakang. Menurut Rizki L Wiguna, self-portrait pertama dalam sejarah karya seni adalah Jan Van Eyck pada tahun 1433 melalui lukisan ‘Portrait of a Man in a Turban’, di mana ia melukiskan sosoknya dan sang istri yang dilukiskan secara terpisah.
“Di Indonesia, penggunaan potret diri dalam lukisan pertama kali diduga digunakan oleh seniman modern pertama Indonesia, Raden Saleh. Pada perkembangan selanjutnya, potret diri digunakan oleh para seniman sebagai bahasa ungkap,” kata Rizki L Wiguna.
Self-portrait di Galeri SOS lebih kental dengan motif silaturahminya, yaitu pertemuan tatap muka antarseniman maupun antarseniman dengan publik pecinta seni rupa. Memang tidak disebutkan secara tersirat bahwa pameran ini untuk menyulam kerinduan pertemuan tatap muka setelah Bandung dan daerah lainnya di dunia lama ‘terisolasi’ karena pagebluk Covid-19 yang baru belakangan ini kasusnya menurun, Nuansa kerinduan silaturahmi tetap bisa dirasakan. Pada pameran, ada beberapa seniman yang memamerkan wajah tertutup masker.
Toni Antonius, manajer Galeri SOS sekaligus konseptor dan peserta pameran, mengatakan bahwa kehadiran menjadi tema utama pada pameran lukis wajah seniman ini. Pada acara pembukaan 17 Juli lalu, hampir semua seniman bersama rekannya hadir di Babakan Siliwangi. Kalaupun ada yang tidak hadir, mereka tetap “hadir” melalui karya self-portrait mereka.
Pameran self-portrait sekaligus ingin menegaskan bahwa Galeri SOS adalah milik semua seniman, terbuka bagi siapa pun yang ingin berkesenian dan berpameran.
“Dengan kehadiran simbolik ini bahwa ruang ini terbuka untuk siapa pun,” kata Toni Antonius, saat diubungi BandungBergerak.id, Sabtu (24/7/2022).
Galeri SOS terbuka bagi seniman mana pun dengan latar belakang apa pun. Entah dosen, pelukis, mahasiswa, dan lain-lain. Pameran self-portrait sendiri diikuti lintasgenerasi, mulai pelukis senior hingga mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung. Pelukis dari Jelekong dan Garut pun tidak ketinggalan.
Baca Juga: DATA BICARA: Kota Bandung Semakin Panas, Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sulit Ditambah
Data Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung 1996-2020, Masih Jauh dari Angka Minimal 30 Persen
Sidak Penegakan Aturan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung Minim
View this post on Instagram
SOS dan Hutan Kota Babakan Siliwangi
Di kalangan seni rupa, Sanggar Olah Seni bukan nama asing. Sanggar ini berdiri tahun 1980-an, menempati bangunan sederhana yang memanjang dan tersekat-sekat. Ratusan pelukis pernah menjalani kerja kreatif di SOS. Para calon seniman yang berlatih di SOS mendapat kurikulum yang dipengaruhi pemikiran seni rupa dari FSRD ITB.
SOS dengan Babakan Siliwangi ibarat satu mata uang dengan dua sisi yang tak terpisahkan. Pada kurun 2013, para seniman sempat terusik dengan rencana Pemkot Bandung yang akan membangun sarana komersil di hutan kota Babakan Siliwangi. Rencana ini ditolak para seniman yang bergabung dengan elemen masyarakat sipil, di antaranya Walhi Jawa Barat.
Menurut catatan Walhi Jabar, kawasan Babakan Siliwangi merupakan ruang terbuka hijau di kelurahan Babakan Siliwangi, Kecamatan Coblong. Kawasan ini memiliki fungsi ekologis, sosial, dan budaya yang tergolong cukup besar di Kota Bandung dan termasuk salah satu wilayah di kawasan Bandung utara yang saat ini kondisi lingkungannya semakin kritis.
Babakan Siliwangi telah ditetapkan sebagai hutan kota dan menjadi bagian dari kawasan strategis sungai Cikapundung yang bermuara ke Citarum. Dulu, kawasan ini merupakan green belt Kota Bandung berupa hutan yang rimbun oleh pepohonan dan persawahan.
Sejak dideklarasikan secara bersama oleh Pemkot Bandung, peserta Tunza, publik, dan UNEP – salah satu badan di PBB – dalam Konferensi Tunza Internasional 27 September 2011, Babakan Siliwangi bukan hanya ruang terbuka hijau, namun juga menjadi salah satu Hutan Kota Dunia.
Deklarasi Tunza menegaskan bahwa lembaga internasional, pemerintah, dan publik sudah mengakui bahwa status Babakan Siliwangi adalah hutan kota yang harus dikelola untuk kepentingan publik dan dilestarikan fungsi lingkungan hidupnya, serta terbebas dari kepentingan ekonomi atau pembangunan sarana komersil.
Pada 2013, Hutan Kota Babakan Siliwangi memiliki luas sekitar 31.037 meter persegi atau sekitar 3,1 hektare. Waktu itu, Kota Bandung yang memiliki luas 16.000 hektare, hanya baru memenuhi sekitar 6 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik.
Padahal menurut mandat Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Kota Bandung minimal harus memiliki 30 persen RTH, terdiri dari 10 persen ruang terbuka hijau privat dan 20 persennya ruang terbuka hijau publik.