Rancaekek Berimajinasi, Mengusir Sampah dengan Karya Seni
Jalan Walini yang penuh TPS liar disulap jadi jalan bebas sampah. Lukisan-lukisan berbahan sampah dipajang di kiri kanan jalan lewat pameran Rancaekek Berimajinas.
Penulis Iman Herdiana5 Juni 2022
BandungBergerak.id - Dalam waktu setengah hari, sebagian Jalan Walini, Rancaekek, dipenuhi beragam kriya lukis. Pemandangan ini jauh berbeda bila dibandingkan tahun 2018 ketika jalan yang membelah sawah dan permukiman padat ini penuh dengan tempat pembuangan sampah (TPS) liar. Bahan dasar aneka kriya yang dipamerkan tersebut berasal dari sampah.
Sekarang, sepanjang Jalan Walini, Desa Rancaekek Wetan, tidak ada lagi TPS liar. Yang ada adalah beberapa pohon yang tidak terlalu besar, kembang-kembang, kursi taman dengan latar sawah dan pegunungan utara dan selatan.
Pameran kriya bertajuk "Rancaekek Berimajinasi: Teu Nyaah ka Lingkungan Lain Balad Kami" itu digagas warga setempat, Pandi Mulyana, yang jengah menghadapi berton-ton sampah di sepanjang Jalan Walini.
Sepintas, sulit mengira bahwa karya seni itu dibikin dari bahan dasar sampah, seperti masker, popok bayi, kasur karpet, pakaian bekas, dan lain-lain. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari pot atau pas bunga beragam ukuran, kolam ikan kecil, aquarium, hiasan dinding, bingkai kaca, atau perpaduan antara pas bunga dan lukisan.
Semua seni dari sampah dibalur semen dan cat genteng, sehingga mengikat sampah menjadi keras. Serat-serat sampah membentuk tekstur dan ukiran alami. Ada kerajinan yang dicat sewarna kayu yang hasilnya mirip kulit-kulit kayu yang kasar dan mengilap. Ada bingkai lukisan yang memiliki pas bunga dengan tanaman bunga asli, lukisannya berupa pemandangan alam yang cerah. Ada pula pot-pot kembang yang bentuknya mirip daun padahal dari sampah popok bayi. Total ada 100 karya seni yang dipamerkan.
Pandi tidak memberi harga untuk karya-karya seni buatannya yang dipamerkan. Kalaupun ada pengunjung yang menaksir, itu urusan lain. Tetapi tujuan utama dari pameran ini ialah membangkitkan kesadaran warga untuk mencintai lingkungan, salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Buah tangan Pandi secara tidak langsung mengajak warga agar mau berpikir kreatif atau berimajinasi, makanya tema pameran ini: Rancaekek Berimajinasi. Bahkan Pandi sendiri berimajinasi, ke depan Rancaekek, khususunya desa Rancaekek Wetan, bisa menjadi kampung budaya seperti Saung Angklung Udjo di Padasuka, Bandung.
“Mimpi saya bikin galeri, sehingga sekolah-sekolah bisa berkunjung dan kita beri edukasi ke siswa. Saya bermimpi ke depan Rancaekek seperti Cicaheum yang punya Saung Angklung Udjo, rumah kreatif. Udjo bisa mendatangkan wisatawan asing, kenapa Rancaekek tidak,” kata Pandi, di lokasi pameran, Minggu (5/6/2022).
Mimpi Pandi bukannya tak beralasan. Rancaekek kini mirip daerah urban seperti Kota Bandung. Secara geografis, Rancaekek berada di jalur nasional Bandung - Garut, dekat dengan pintu Tol Cileunyi, memiliki stasiun kereta api. Bahkan Rancaekek lebih dekat ke Kota Bandung daripada ke Ibu Kota Kabupaten Bandung, Soreang, yang jaraknya 30 kilometeran.
Rancaekek adalah salah satu dari 31 kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Bandung, dengan luas 43,29 kilometer atau 4.329,50 hektare. Pada 2020, jumlah penduduk Rancaekek mencapai 185.499 jiwa, sebanyak 24.251 jiwa di antaranya tinggal di Desa Rancaekek Wetan yang memiliki luas wilayah 75,00 hektare.
Pertanian masih menjadi potensi ekonomi di Rancaekek. Pada 2018 produksi padi Rancaekek mencapai 43.405 ton, walaupun keberadaan sawah ini terus terdesak pabrik atau industri. Banyak pemuda, termasuk rekan Pandi, yang memilih menjadi buruh pabrik daripada kerja di sawah.
Tetapi Pandi yakin Rancaekek memiliki potensi lain, yakni karya seni berbasis sampah dan lingkungan. Untuk meraih potensi ini, ayah tiga anak yang sehari-hari kerja serabutan ini memiliki galeri kecil, tidak sebesar galeri Saung Angklung Udjo, di halaman rumahnya.
Di galerinya dipajang berbagai jenis kriya berbahan sampah. Banyak anak muda yang datang ke rumahnya, begitu juga pejabat dari dalam maupun luar wilayah Bandung.
Pada saat pameran, jumlah pengunjung anak muda terutama Karang Taruna lebih banyak yang hadir. Karang Taruna desa tetangga juga berdatangan, misalnya dari Cicalengka. Sayangnya, tidak ada perwakilan dari desa atau kecamatan setempat.
Baca Juga: BUKU BANDUNG #42: Komik Katumbiri Regenboog (Jilid I)
Tarian Satwa Liar di Kota yang Kian Ingar
Melepas Eril di Sungai Aare
Berawal dari Kegilaan
Tidak susah menanyakan alamat rumah Pandi dan tempat ia berpameran di Jalan Walini. Patokannya tidak jauh dari SMA 1 Rancaekek. Pandi memulai membuat kerajinan dari sampahnya sejak 2019. Namun peristiwa yang menggemparkan di desa Rancaekek Wetan terjadi pada 2018, saat Jalan Walini dipenuhi TPS liar.
Banyak TPS liar disebabkan karena berubahnya pasar tradisional di sana menjadi pasar modern. Ketika pasar masih tradisional, warga satempat banyak yang membuang sampahnya ke pasar. Namun perubahan pasar modern membuat warga kehilangan tempat pembuangan sampah. Sejak itulah warga membuang sampah di mana saja, termasuk di Jalan Walini.
Pandi resah melihat jalan ke kampungnya kumuh karena menjadi TPS liar. Sedangkan program penanggulangan sampah dari pemerintahan setempat nyaris tidak ada. Baik desa maupun kecamatan sudah mendapat laporan warga mengenai banyaknya TPS liar di Jalan Walini, tapi mereka berdalih tidak memiliki anggaran untuk mengatasinya.
Maka pada suatu malam, Pandi bersama bapaknya, Eman (60), dan saudaranya, Isal, melakukan aksi berani dengan menghamparkan sampah ke tengah jalan.
Dengan cara itu, ia berharap sampah-sampah tersebut menjadi padat dan kering karena dilindas kendaraan. Dan terbukti, sampah-sampah tersebut cepat kering sehingga mudah dibakar. Perlu dua hari bagi Pandi bersama ayah dan saudaranya membereskan sampah di sepanjang Jalan Walini.
Setelah semuanya bersih, Pandi sekeluarga memasang papan nama berisi larangan tidak membuang sampah. Satu dua hari, Jalan Walini masih terkendali. Tetapi di hari-hari berikutnya, sampah kembali bertebaran.
Menurut Eman, sampah ibarat besi berani. Satu pelastik sampah saja yang di buang ke jalan, maka akan mengundang sampah-sampah berikutnya.
“Kita masang plang di sini. Tapi buangnya di sana, tidak di dekat plang. Katanya, yang tidak boleh buang sampah di sekitar plang, sedangkan di sini tidak ada plang larangan,” kata Eman.
Aksi ayah dan anak di Jalan Walini menimbulkan kehebohan di Rancaekek. Di pasar, warga menggunjingkan bahwa ada orang gila yang mengacak-acak sampah ke tengah jalan. Gosip ini didengar Pandi sendiri.
“Saat ke pasar, ada ibu-ibu yang nanya ke saya, katanya di Walini ada orang gila yang mengacak-acak sampah. Saya jawab, iya, saja,” cerita Pandi, seraya tertawa.
Pandi yakin, untuk mengatasi masalah sampah memerlukan “kegilaan”. Artinya, ia harus kuat mental menghadapi masalah lingkungan ini. “Tapi kita harus bisa. Kita harus bergerak, mental harus kuat, kalau mau merubah jalan kita harus gila,” katanya.
Kini, tidak ada lagi TPS liar di Jalan Walini seputar rumah Pandi. Ketika pameran seni dilakukan di Jalan Walini, banyak warga yang memuji. Pandi hanya tersenyum ketika mendengar seloroh ada orang gila di Walini yang bisa membuat karya seni dari sampah.