MAHASISWA BERSUARA: Meretas Sistem Kapitalis dengan Bersolidaritas di Pasar Gratis
Di dalam Pasar Gratis, setiap orang bukan sekadar individu yang bertransaksi melainkan bagian dari komunitas yang saling mendukung.
Herlambang
Mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung
18 November 2024
BandungBergerak.id – Ketika pertama kali melangkahkan kaki di Pasar Gratis, aku seolah-olah dibawa ke sebuah dimensi alternatif –sebuah realitas yang membebaskan kita dari logika kapitalisme, batasan aturan ketat, dan hierarki yang mengikat. Di sini, setiap individu hadir bukan sebagai konsumen atau pedagang, melainkan sebagai manusia yang setara. Tidak ada harga, tidak ada nilai yang ditakar dalam rupiah atau angka; hanya ada rasa kebersamaan yang terjalin tanpa syarat dan saling menghargai yang tak mengenal imbalan.
Bagi sebagian orang yang terjebak dalam struktur ekonomi yang ketat, konsep Pasar Gratis ini mungkin tampak mustahil atau bahkan kacau. Kita hidup dalam sistem yang mengajarkan bahwa segala sesuatu, termasuk diri kita sendiri, memiliki harga atau nilai tukar. Namun, pasar ini berdiri sebagai antitesis dari sistem itu: sebuah ruang di mana interaksi manusiawi berlangsung tanpa perhitungan untung-rugi, tanpa keuntungan material yang menjadi tujuan. Di sini, setiap individu saling memahami bahwa kebersamaan tidak harus dikendalikan oleh logika finansial; sebaliknya, interaksi dibangun atas dasar saling percaya dan saling mendukung.
Pasar Gratis lebih dari sekadar tempat bertukar barang tanpa uang; ini adalah manifestasi nyata dari solidaritas yang tulus. Aku menyaksikan orang-orang datang bukan untuk menimbun atau memanfaatkan, melainkan untuk memberi dan memenuhi kebutuhan bersama. Dalam dunia yang serba diukur dan diatur, Pasar Gratis menawarkan kebebasan yang jarang kita temukan di luar sana –kebebasan untuk saling berbagi tanpa aturan dari “atas.”
Hadirnya mereka dalam bersolidaritas di Pasar Gratis merupakan bentuk perlawanan terhadap sistem kapitalisme yang mendominasi dan mereduksi hubungan manusia menjadi sekadar transaksi. Pasar ini tidak hanya menciptakan alternatif bagi kehidupan ekonomi, tetapi juga memberikan harapan bagi terbentuknya masyarakat yang lebih manusiawi dan saling mendukung. Dengan mengedepankan nilai-nilai solidaritas dan empati, Pasar Gratis mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali bagaimana kita berinteraksi dan berkontribusi dalam komunitas.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Kelas Menengah Penting Bagi Demokrasi?
MAHASISWA BERSUARA: Perjuangan untuk Rakyat atau Sekadar Eksistensi?
MAHASISWA BERSUARA: Kaesang, Si Politically Exposed Person yang Disayangi KPK
Transformasi Sosial Melalui Pertukaran Tanpa Uang
Pasar Gratis muncul sebagai jawaban atas realitas pahit yang ditawarkan kapitalisme, sistem yang mengedepankan persaingan dan mengejar laba di atas segalanya. Dalam kerangka kapitalisme, setiap barang ditentukan nilainya berdasarkan penawaran dan permintaan, sebuah logika yang kerap kali melupakan kemanusiaan di balik transaksi. Inilah yang menjadi alasan mengapa Pasar Gratis menjadi sebuah ruang di mana solidaritas dan semangat berbagi menggantikan ambisi egois dan keuntungan semata. Ini adalah dunia di mana semua orang bisa berkontribusi dan menikmati hasil kerja kolektif tanpa dibebani tekanan ekonomi.
Teori solidaritas yang dipaparkan oleh Émile Durkheim menegaskan bahwa keterhubungan antarindividu adalah fondasi dari masyarakat yang harmonis. Di dalam Pasar Gratis, setiap orang bukan sekadar individu yang bertransaksi, melainkan bagian dari komunitas yang saling mendukung. Tindakan berbagi barang dan jasa bukan hanya sekadar transaksi; itu adalah wujud nyata dari komitmen kita terhadap kesejahteraan bersama. Dari sudut pandang ini, kita dapat menarik benang merah ke pemikiran Karl Marx, yang mengungkap bagaimana kapitalisme tidak hanya mengeksploitasi buruh, tetapi juga menciptakan alienasi. Pasar Gratis berfungsi sebagai jembatan untuk menanggulangi alienasi tersebut, menciptakan interaksi sosial yang bebas dari ekspektasi monetaris. Di sini, kita semua belajar untuk menghargai satu sama lain, bukan berdasarkan seberapa banyak uang yang kita miliki, tetapi berdasarkan rasa saling menghormati dan kebersamaan.
Pandangan lain datang dari Peter Kropotkin, yang berargumen bahwa negara lebih sering bertindak sebagai penjaga status quo yang menindas. Dalam banyak kasus, negara justru berkolusi dengan kepentingan kapitalis untuk mengeksploitasi rakyat. Kropotkin menunjukkan bahwa kekuasaan negara tidak terpisah dari kepentingan ekonomi yang menggerakkan kapitalisme; sebaliknya, keduanya beroperasi dalam simbiosis yang saling menguntungkan. Ketika negara memberlakukan kebijakan yang mendukung kepentingan pemilik modal, mereka menciptakan lingkungan yang memungkinkan kapitalis untuk memperluas dominasi mereka, sering kali dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, negara menjadi alat bagi kapitalisme untuk mempertahankan kontrolnya, memastikan bahwa keuntungan tetap terakumulasi di tangan segelintir orang.
Pasar Gratis muncul sebagai bentuk perlawanan yang revolusioner. Dengan menghilangkan batasan yang biasa ditetapkan oleh otoritas, Pasar Gratis memungkinkan interaksi yang murni tanpa pengaruh dari kekuatan politik atau ekonomi. Setiap pertukaran yang terjadi di pasar ini bukan hanya transaksi, tetapi juga sebuah langkah berani melawan struktur kekuasaan yang mendominasi. Ketika individu berkumpul untuk berbagi dan saling memberi, mereka secara aktif menantang narasi dominasi yang dibangun oleh kapitalisme dan negara. Di Pasar Gratis, tidak ada batasan yang ditetapkan oleh otoritas; semua orang diundang untuk berkontribusi berdasarkan keinginan dan kemampuan mereka. Dengan demikian, pasar ini berfungsi sebagai arena di mana hubungan manusiawi diperkuat dan solidaritas dibangun, menggantikan ketidakadilan yang sering kali dihasilkan oleh sistem yang ada.
Kropotkin juga berpendapat bahwa kolaborasi dan saling membantu adalah dasar dari kemajuan sosial yang sejati. Dalam Pasar Gratis, setiap individu memiliki kesempatan untuk berkontribusi pada komunitas tanpa harus tertekan oleh tuntutan ekonomi yang kaku. Mengganti prinsip-prinsip persaingan dengan prinsip-prinsip kolaborasi tidak hanya melawan ketidakadilan sosial, tetapi juga membangun model alternatif yang mengedepankan kesejahteraan bersama. Pasar Gratis menunjukkan bahwa masyarakat bisa berfungsi dengan baik tanpa kekuasaan otoritatif, di mana setiap individu dapat berperan aktif dalam menciptakan nilai sosial yang lebih besar. Melalui tindakan berbagi yang tulus, kita menegaskan bahwa dalam masyarakat di mana setiap individu saling mendukung, kita bisa menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih dalam.
Pasar Gratis mengusulkan nilai-nilai alternatif yang bertentangan dengan narasi kapitalis. Di sini, nilai tukar tidak diukur dengan uang, melainkan oleh kebutuhan dan rasa solidaritas. Dalam dunia yang terjebak dalam siklus konsumerisme, Pasar Gratis mengingatkan kita bahwa makna hidup tidak terletak pada materi, tetapi dalam hubungan yang kita bangun. Ketika kita mengutamakan kebersamaan, kita mulai menantang narasi yang menyatakan bahwa keberhasilan individu hanya bisa dicapai dengan bersaing satu sama lain.
Melalui tindakan berbagi yang tulus, kita menegaskan bahwa dalam masyarakat di mana setiap individu saling mendukung, kita bisa menemukan makna dan tujuan hidup yang lebih dalam. Pasar Gratis bukan hanya sebuah fenomena sosial; ia adalah gerakan yang menciptakan kesadaran kolektif dan mendobrak batas-batas yang ditetapkan oleh kapitalisme dan negara. Dengan mengedepankan solidaritas, kita bisa menciptakan dunia di mana keuntungan bukanlah satu-satunya motivasi. Dalam setiap senyuman dan setiap barang yang dibagikan, kita melihat potensi perubahan ketika kita memilih untuk saling mendukung tanpa batasan.
Di tengah dunia yang sering kali diliputi ketidakpastian dan kesenjangan sosial, Pasar Gratis adalah oase harapan yang menawarkan visi tentang masa depan yang lebih baik. Dalam setiap langkah kecil menuju kebersamaan, kita menyadari bahwa pilihan untuk hidup dalam solidaritas bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat diperlukan.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara