• Opini
  • Eren Yeager dengan Filsafat Eksistensialisme Merebut Kebebasan

Eren Yeager dengan Filsafat Eksistensialisme Merebut Kebebasan

Pandangan Eren Yeager terhadap manusia yang berada di dalam tembok seperti binatang ternak yang dikurung, tenggelam dalam faktisitas.

Zidan Faizi

Sarjana Komputer. Aktif Terlibat dalam Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID).

Ilustrasi anak dan penggusuran. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

18 November 2024


BandungBergerak.id – Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mempercayai bahwa keberadaan suatu entitas itu ada, memiliki kesadaran dalam melakukan kehendaknya sendiri dalam bertindak, serta sadar bahwa kemampuan mengekspresikan identitasnya perlu untuk dipertanggung jawabkan

Para filsuf eksistensial selalu menghubungkan eksistensi dengan manusia. Manusia yang bereksistensi dan aktif, yang selalu mempertanyakan tentang keberadaan dirinya, “siapa aku dan mengapa aku disini”. Dalam hal ini, filsafat eksistensialisme mempertanyakan mengenai hakikat arah hidup dan kebebasan manusia.

Pemahaman tentang eksistensialisme di dapatkan dari pertemuan dan pengalaman manusia dengan dunianya, yang mana dari pertemuan dan pengalaman tersebut ada proses di mana manusia menjadi gelisah dan gamang sehingga manusia mulai mempertanyakan tentang eksistensi dirinya. Oleh karena itu, filsafat eksistensial percaya bahwa tiap manusia harus mampu menciptakan makna di dalam kehidupannya yang terkadang terkesan absurd dan kosong.

Selain itu, filsafat ini menghendaki kebebasan manusia (free will) dalam membuat keputusan yang terbaik bagi dirinya tanpa ada kekangan dan halangan dari pihak manapun

Kebebasan manusia dalam membentuk takdirnya sendiri atau dalam kata lan eksistensi mendahului esensi, mendorong manusia untuk bebas membuat pilihan dalam hidupnya disertai dengan sikap tanggung jawab terhadap konsekuensi dari pilihan tersebut. Pilihan manusia itulah yang nantikan akan menentukan takdirnya.

Baca Juga: Membawa Pulang Kenangan Jiwa Lewat Pameran Motifs di Fakultas Filsafat Unpar
Membebaskan Dunia dari Penindasan, Pelajaran Berharga dari “Avatar: The Last Airbender”
Penafsir, Filsafat, dan Pendidikan

Eksistensialisme Eren Yeager

Dalam serial anime Attack on Titan terdapat seorang karakter yang selalu berusaha untuk menggapai kebebasan akan ketakutan di dalam dinding di Pulau Paradis yang dikelilingi oleh Titan, Eren Yeager adalah salah satu anggota dari Tim Pengintai atau Corp Survey, di mana ia adalah putra dari Grisha Yeager, seorang dokter dan mantan pimpinan kelompok rahasia pembebasan Bangsa Eldia. Selain itu Eren juga seorang yang memiliki kekuatan Titan dalam dirinya yang itu diwariskan oleh ayahnya, Grisha Yeager.

Eren Yeager memiliki keinginan untuk melihat dunia luar. Hidup di dalam tembok membuatnya bertanya-tanya tentang kehidupan yang ada di luar tembok. Terutama keinginannya untuk melihat lautan yang diketahuinya dari buku milik Armin Artlert. Selain itu, Eren juga memiliki pengalaman yang kelam, yang nantinya mendorong dirinya untuk berjuang guna meraih kebebasan

Salah satu pengalaman kelam yang dialaminya adalah saat di mana Titan Kolosal dan Titan Zirah menyerang Pulau Paradis dan menghancurkan Tembok Maria beserta Distrik Shiganshina (distrik tempat tinggal keluarga Eren). Pada saat itu, Eren juga menyaksikan kematian ibunya di tangan Titan (yang selanjutnya diketahui bahwa Titan yang memakan ibu Eren tersebut merupakan Titan dari istri pertama ayah Eren, Grisha Yeager). Karena berbagai peristiwa yang telah dialami Eren sebelumnya, ia memutuskan untuk membasmi semua Titan yang ada agar mampu hidup bebas. Pada akhirnya Eren membuat pilihan untuk bergabung ke militer dan memilih masuk ke Tim Pengintai atau Corp Survey. Masuk ke Tim Pengintei merupakan cara Eren untuk bisa meraih kebebasan, dengan pergi keluar dinding dan berperang memusnahkan seluruh Titan agar semua bisa hidup bebas tanpa ketakutan dari adanya serangan Titan.

Dari situ semangat eksistensialisme Eren mulai muncul. Pandangan Eren terhadap manusia yang berada di dalam tembok seperti binatang ternak yang dikurung, di mana manusia di dalam tembok hanya tenggelam dalam faktisitas. Dalam konsepsi filsafat seorang filsuf Perancis, Martin Heidegger faktisitas adalah terlemparnya manusia pada fakta-fakta yang tidak pernah mereka kehendaki. Manusia tiba-tiba dipaksa hidup dalam suatu fakta atau kondisi tersebut. Manusia adalah Das Sein, yaitu satu-satunya makhluk yang mampu sadar akan keberadaannya. Dan manusia bisa membuat pilihan sesuai kehendak dirinya atau dengan kata lain manusia dikutuk menjadi bebas, seperti kutipan seorang filsuf eksistensialis, Jean Paul Sartre.

Hidup dalam Dinding

Dalam anime ini, manusia yang hidup di dalam dinding tidak pernah tahu alasan mengapa mereka hidup di dalam dinding. Mereka terlena dengan ketakutan di luar dinding yang dipenuhi oleh para titan dan selain itu fakta bahwa ingatan manusia didalam dinding telah dirampas oleh Raja Fritz. Namun berbeda dengan Eren, seorang eksistensialis yang menyadari bahwa manusia harus hidup bebas. Bebas menurut Eren artinya memiliki otonomi mutlak teradap kehendaknya sendiri dalam memilih jalan hidupnya. Eren menganggap tidak seharusnya dia berdiam diri saja di dalam dinding, sedangkan ancaman para Titan dan hancurnya dinding tak dapat terelakkan.

Kebebasan dalam memilih jalan hidupnya sendiri atau free will, pada akhirnya pun memberikan suatu konsekuensi yang harus Eren hadapi. Bergabungnya ia dengan Corp Survey atau Tim Pengintai, di mana ia harus keluar dinding untuk menghadapi para Titan meskipun nyawa sebagai taruhannya. Namun itulah cara Eren merebut kebebasan, berbeda dengan kebanyakan pola pikir orang-orang di dalam tembok.

Dalam memaknai kebebasan, Eren juga pernah berada pada fase-fase kegelisahan dan kegamangan. Ia mulai mempertanyakan tentang eksistensi dirinya dan membandingkan dirinya dengan yang lain. Ini terlihat pada season ketiga ketika Eren merasa bahwa dia hebat karena ada kekuatan Titan dalam dirinya. Mikasa yang kuat dan Armin yang terlihat lemah namun Ahli strategi.

Namun jika dilihat dari adegan ketika Kieth Shadis menceritakan pengalamannya saat melatih Eren di militer dahulu, eksistensialisme Eren dapat terlihat tatkala dia berusaha keras dalam latihan keseimbangan menggunakan peraga 3D Manuver Gear, meskipun sabuk latihan yang digunakan Eren telah disabotase oleh Kieth Shadis. Itulah inti dari filsafat Eksistensialisme, yaitu saat merasa hidup sangat susah, penuh kegagalan, dan ada sesuatu dari luar yang ingin mempengaruhi kita, kita harus tetap berjuang dan berusaha terus-menerus mencari makna tersebut.

Kesimpulannya ialah, filsafat eksistensialisme pada diri Eren digambarkan sebagai seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana ia dapat hidup dan memaknai kehidupan dari pengalam-pengalamannya yang dibarengi dengan tanggung jawab. Apa yang dilakukan Eren telah menunjukkan proses pemaknaan hidup filsafat Eksistensialisme

Tidak ada yang salah dari pilihan-pilihan hidup yang telah kita ambil, karna kita tahu itu adalah yang terbaik bagi diri kita. Diri kita sendiri-lah yang berusaha untuk bebas dan memaknai hidup.

Seperti kata Sartre, “Seseorang merupakan keseluruhan pilihan dan kehidupan yang ia jalani.”

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang filsafat

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//