• Narasi
  • Cicalengka, Gerbang Sejarah di Ujung Rel Priangan

Cicalengka, Gerbang Sejarah di Ujung Rel Priangan

Nama Cicalengka tidak hanya digunakan sebagai nama sebuah wilayah di Jawa Barat, tetapi juga dipakai sebagai nama kapal motor yang diluncurkan di Eropa.

Maris Lumban Gaol

Mahasiswa Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad)

Kereta api berhenti di Stasiun Cicalengka lama, Kabupaten Bandung, dengan latar depan skybridge bangunan stasiun baru, Minggu, 7 Januari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

18 November 2024


BandungBergerak.id – Terletak di kaki Gunung Masigit Kareumbi di Bandung timur, Cicalengka adalah sebuah wilayah yang menyimpan kisah sejarah panjang, dari masa kejayaan kolonial hingga era modern yang penuh perubahan. Cicalengka bukan hanya sekadar daerah kecil dengan pemandangan perbukitan dan hamparan sawah, ia adalah saksi bisu perjalanan peradaban, kebudayaan, serta pergolakan zaman yang membentuk identitasnya hingga saat kini.

Jika kita membuka kembali lembaran sejarah, Cicalengka pada masa lampau merupakan salah satu wilayah strategis di tatar Priangan. Pada era kolonial Belanda, Cicalengka berkembang pesat sebagai kota transit. Dalam artikel Sejarah Stasiun Kereta Api Cicalengka yang Viral yang ditulis oleh Dedi hidayat disebutkan bahwa Stasiun Cicalengka pertama kali dibuka pada  tanggal 10 September 1884 secara bersamaan dengan selesainya tahap 5 pembangunan jalur kereta api di Priangan. Setelah pembangunan sampai di Cicalengka, pekerjaan diteruskan ke arah timur menuju garut oleh perusahaan  kereta api milik pemerintah, Staatsspoorwegen (SS).

Disebutkan juga dalam skripsi yang berjudul Pembangunan Jalur Kereta Api di  Priangan Ruas Cicalengka-Garut (1887-1889) bahwa pembangunan lajur Cicalengka-Garut dimulai pada tahun 1887. Pelaksanaan proyek pembangunan dibagi ke dalam dua seksi, yaitu seksi 1 Cicalengka-Leles sepanjang 20.012,85 meter dan seksi 2 dari Leles-Garut sepanjang 30.668,76 meter. Kantor kepala pembukaan lajur Cicalengka-Garut berada di Bandung. Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala kantor seksi. Kepala kantor seksi 1 berada di Bandung, sedangkan seksi 2 berada di Garut.

Dibangunnya jalur kereta api pada tahun 1887 oleh pemerintah Hindia Belanda menjadikan Cicalengka sebagai titik persinggahan penting dalam jalur kereta api yang menghubungkan Bandung dan Garut. Dibalik keindahan Cicalengka, stasiun ini juga ternyata pernah dilalui oleh para tokoh bersejarah, seperti yang disebutkan Detik Jabar dalam wawancara yang dilakukan dengan Atep Kurnia bahwa Soekarno ketika ditangkap di Yogyakarta Tahun 1929 kemudian dibawa pakai kereta ke Bandung dan diturunkan di Stasiun Cicalengka. “Tokoh nasional lain misalnya Ir. H. Djuanda, itu ketika masa sekolah beliau tinggal di Cicalengka sekolah menengahnya di Bandung, pakai kereta api dari Stasiun Cicalengka, jadi pulang pergi Cicalengka-Bandung, pergi pagi dan pulang sore".

Baca Juga: Menengok Nasib Stasiun Cicalengka
Mendiskusikan Arsip di Cicalengka, Dokumentasi sebagai Napas Kehidupan Sosial
Bangunan Terakhir Stasiun Cicalengka Dibongkar, Disebut-sebut akan Direlokasi

Peran Stasiun Cicalengka

Begitu bersejarahnya stasiun Cicalengka menjadikan rel-rel besi yang membelah sawah dan perbukitan bukan hanya menghubungkan kota, tetapi juga mengikat Cicalengka dengan arus sejarah yang kuat dan datang dari masa kolonial. Stasiun Cicalengka yang kini masih berdiri, menjadi monumen abadi akan masa kejayaan pada masanya.

Tak hanya itu, Cicalengka juga menyimpan sejarah agraria yang penting. Tanahnya subur, dan masyarakatnya bergantung pada pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Namun, pada era kolonial, praktik tanam paksa juga mempengaruhi Cicalengka. Dalam artikel Sejarah Cultuurstelsel: Aturan, Tujuan, Tokoh, & Dampak Tanam Paksa yang ditulis oleh Alhidayath Parinduri disebutkan Stasiun di Priangan ini memiliki kaitan yang erat dengan masa tanam paksa (Cultuurstelsel), sistem kolonial Belanda yang memberlakukan kewajiban tanam pada masyarakat Jawa Barat. Sebagai titik transit penting, stasiun ini digunakan untuk mengangkut hasil bumi, terutama kopi, yang dihasilkan melalui sistem eksploitasi tersebut. Jaringan Kereta Api Priangan, termasuk Cicalengka, berperan besar dalam memfasilitasi pengiriman komoditas ke wilayah lain dan ekspor ke Eropa.

Meski menguntungkan pihak kolonial, pembangunan infrastruktur ini juga memperdalam penderitaan penduduk setempat, yang terpaksa bekerja keras untuk memenuhi target produksi bagi pemerintah kolonial. Belanda yang haus hasil bumi memaksa para petani menanam komoditas yang diinginkan pasar internasional, seperti kopi dan teh. Hal ini memicu kesenjangan sosial, karena hasil bumi yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat justru mengalir keluar, meninggalkan rakyat dalam ketidakberdayaan.

Namun ada hal menarik, nama "Cicalengka" sendiri tidak hanya digunakan sebagai nama sebuah wilayah di Jawa Barat, tetapi juga dipakai sebagai nama kapal motor yang diluncurkan di Eropa. Dalam laporan surat kabar Algemeen Handelsblad edisi 17 Agustus 1938, disebutkan bahwa kapal motor baru bernama Tjitjalengka, yang merupakan bagian dari Jalur Pelayaran Java-China-Japan, telah diluncurkan dengan penuh semangat di kalangan kapal Wert der Ned. Scheepsbouw Mij yang terletak di Amsterdam. Acara peluncuran kapal tersebut dihadiri oleh Ny. C.F.J. Quarles van Ufford, istri direktur J.C.J.L., yang dengan penuh harapan memberikan isyarat untuk memulai proses peluncuran kapal. Meskipun isyarat tersebut tidak langsung disambut oleh kapal, momen tersebut tetap menjadi simbol penting dalam perkembangan industri perkapalan pada masa itu. Di samping Ny. Quarles van Ufford, tampak pula Bapak D. Goedkoop Dzn., direktur N.S.M., yang turut menyaksikan momen bersejarah ini. Keberadaan kapal motor Tjitjalengka ini menggambarkan betapa nama Cicalengka telah dikenal luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional.

Dengan demikian, Cicalengka dengan penuh cerita sejarah serta kekayaannya, tak hanya berperan penting sebagai titik strategis dalam perkembangan ekonomi lokal, tetapi juga banyak menyimpan jejak-jejak yang sangat mendalam dan berarti dari masa kolonialisme dan ketidakadilan sosial yang menyertainya. Keberadaan Stasiun Cicalengka pada awalnya dibangun demi kepentingan kolonial, tetapi akhirnya memainkan peran pentingnya dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dengan demikian, Cicalengka bukan hanya sekadar tempat perkembangan fasilitas transportasi, melainkan juga sebagai warisan yang sangat mencerminkan perjuangan, ketahanan rakyat dan dinamika sosial. Merawat serta menghargai Cicalengka bukan lagi hanya sekedar omong kosong saja, tetapi menjadi bagian dari warisan sejarah bangsa yang perlu dan terus dijaga untuk mengingatkan kepada setiap generasi tentang perjalanan panjang bangsa ini.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang sejarah

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//