• Berita
  • Perpustakaan Bunga di Tembok, Ruang Baru bagi Pemustaka dan Komunitas

Perpustakaan Bunga di Tembok, Ruang Baru bagi Pemustaka dan Komunitas

Perpustakaan Bunga di Tembok resmi dibuka Sabtu, 16 November 2024. Kawan-kawan yang mau meminjamkan buku kepada pemustaka bisa memanfaatkan konsep Sewa Rak.

Pembukaan Perpustakaan BdT, Bandung, Sabtu, 16 November 2024. (Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi18 November 2024


BandungBergerak.idKomunitas, buku, dan perpustakaan. Tiga unsur inilah yang menjadi napas kolaborasi antara BandungBergerak dan Bunga di Tembok. Dua entitas ini membuka untuk publik sebuah perpustakaan independen berbasis komunitas, Sabtu, 16 November 2024.

Beralamat di Jalan Pasirluyu Timur Nomor 117A Kota Bandung, Perpustakaan Bunga di Tembok alias BdT memiliki koleksi lebih dari 4 ribu judul buku beragam topik, mulai dari jurnalisme, sastra, sosial, demokrasi, hingga buku-buku tentang Bandung, yang bisa dibaca secara gratis.

Sejak awal Bunga di Tembok dirintis sebagai sebuah perpustakaan yang melibatkan komunitas. Lewat konsep Sewa Rak, siapa pun bisa menitipkan buku-buku koleksinya untuk disimpan di perpustakaan dalam jangka waktu tertentu sehingga bisa dibaca oleh orang lain secara gratis. Saat ini tersedia lebih dari 20 rak untuk disewa baik oleh perorangan maupun komunitas.

Inisiator Perpustakaan BdT Tri Joko Her Riadi menyebut konsep Sewa Rak ini ‘sedikit gila’. Mereka yang mau meminjamkan buku koleksinya ke orang lain justru diharuskan membayar sewa rak BdT. Namun saat ini sudah bergabung lebih dari 50 orang di grup percakapan WhatsApp Komunitas Sewa Rak ini.

“Kami sudah dua kali bertemu. Satu kali online dan satu kali offline. Kawan-kawan ternyata antusias menyambut konsep Sewa Rak ini. Bahkan banyak ide dan usulan baru yang bermunculan. Ya sudah, kita jalan saja,” kata Joko yang juga Pemimpin Redaksi BandungBergerak.

Sebagian besar koleksi Perpustakaan BdT bersumber dari buku-buku koleksi pribadi Joko yang sudah dikumpulkan sejak masa kuliah. Tiga minat besar yang kemudian terlihat dalam judul-judul yang tersedia adalah jurnalisme, sastra, dan Bandung.

Kristining Seva, pengajar di Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, memutuskan untuk segera bergabung menjadi penyewa rak buku di Perpustakaan BdT begitu mendengar informasi Sewa Rak. Puluhan buku dia titipkan untuk jangka satu tahun sekaligus. Baginya, konsep unik Sewa Rak memperpanjang umur buku yang mungkin sudah habis terbaca oleh pemiliknya.

“Masa depan buku memberi perpanjangan pengetahuan bagi pembaca lainnya. Dengan kata lain, buku-buku tersebut secara tak langsung menyambung tautan pengetahuan yang mungkin hilang dari hidup si pembaca,” tuturnya.

Reita Ariyanti, editor dan penerjemah, menjadi penyewa pertama rak di perpustakaan Bunga di Tembok. Dia mengaku senang bisa melibatkan diri dan mendukung inisiasi teman-teman terkait literasi.

“Sebagai pembaca, ada keinginan untuk supaya orang-orang lain juga merasakan kesenangan yang saya dapatkan ketika membaca sebuah kisah. Buku-buku yang saya simpan di BdT semuanya benar-benar saya nikmati proses membacanya, menerjemahkannya, mengeditnya. Kesenangan itu yang ingin saya coba bagi dengan ikut program sewa rak ini,” tuturnya.

Rere, demikian ia akrab disapa, berharap agar Perpustakaan BdT menjadi pilihan orang-orang yang ingin membaca buku secara gratis dengan begitu banyak variasi bacaan.

“Saya bayangkan BdT bisa menjadi tempat bagi pembaca-pembaca untuk saling bertemu, bertukar pikiran, berjejaring, bahkan bisa ikut numpang bekerja juga, sambil ngopi dan nyemil,” katanya.

Dukungan terhadap konsep sewa rak Perpustakaan BdT juga datang dari kawan-kawan komunitas. Kumbang Book Club, komunitas orang-orang muda yang aktif berkegiatan sejak 2022, menitipkan buku koleksi.

Pembukaan Perpustakaan BdT, Bandung, Sabtu, 16 November 2024. (Fitri Amanda/BandungBergerak)
Pembukaan Perpustakaan BdT, Bandung, Sabtu, 16 November 2024. (Fitri Amanda/BandungBergerak)

“Rak komunitas di perpustakaan Bunga di Tembok adalah ide luar biasa yang bikin saya antusias banget untuk ikut mendukungnya. Saya ingin teman-teman lain bisa juga menikmati bacaan seru melalui buku-buku tersebut,” tutur Dinda Sudiana, pendiri Kumbang Book Club.

Selain menyediakan buku untuk dibaca secara gratis, Perpustakaan Bunga di Tembok juga diniatkan sebagai ruang publik tempat komunitas bertemu dan berdiskusi. Setiap Sabtu Sore ada obrolan rutin tentang berbagai topik di perpustkaan. Ke depan, akan hadir juga layanan pelatihan-pelatihan.

Yang juga dibayangkan terjadi di waktu-waktu tak lama lagi adalah kerja pengarsipan, terutama terkait dua topik, yakni Jurnalisme dan Bandung.

Setiap orang dan komunitas dapat mengambil peran untuk mendukung keberlangsungan layanan Perpustakaan Bunga di Tembok ini, salah satunya dengan mengikuti gerakan Sewa Rak. Komunitas ini sangatlah terbuka. Percakapan tentang gerakan ini dapat diikuti dengan bergabung ke dalam grup WhatsApp di bit.ly/SewaRakBdT.

Untuk diketahui, nama “Bunga di Tembok” diambil dari puisi legendaris Wiji Thukul “Bunga dan Tembok”.

Untuk memperoleh informasi lebih jauh tentang Bunga di Tembok, silakan mengunjungi akun Instagram @bungaditembok atau datang langsung ke Jl. Pasirluyu Timur 117A Bandung.

Baca Juga: Peresmian Microlibrary Alun-alun Bandung Menyisakan Benang Kusut Keberlanjutan Perpustakaan
Membuka Koleksi Buku, Memulai Sebuah Perpustakaan
JEJAK-JEJAK LITERASI DI BANDUNG #5: Perpustakaan Batu Api, Warung Pengetahuan Legendaris di Jatinangor

Diskusi buku Perjalanan Mustahil Samiam Dari Lisboa karya Zaky Yamani di Perpustakaan BdT, Bandung, Sabtu, 16 November 2024. (Fitri Amanda/BandungBergerak)
Diskusi buku Perjalanan Mustahil Samiam Dari Lisboa karya Zaky Yamani di Perpustakaan BdT, Bandung, Sabtu, 16 November 2024. (Fitri Amanda/BandungBergerak)

Perpustakaan di Era Teknologi

Hadirnya Perpustakaan BdT bisa jadi anomali di tengah derasnya kultur teknologi yang serba digital. M Nurtakyidah dalam jurnal UINSU berjudul Eksistensi Perpustakaan di Era Teknologi (2017) memaparkan bahwa abad ke-21 atau millenium identik dengan abad informasi, era globalisasi, era keterbukaan. Karena pada saat ini perkembangan informasi sangat cepat, terutama dapat dirasakan di negara-negara maju. Mereka dengan mudah mengeksploitasi, menggandakan, dan menyebarluaskan informasi ke seluruh dunia, termasuk negara-negara berkembang.

“Bagi perpustakaan, kemunculan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi menimbulkan kekhawatiran yang dalam bagi eksistensi perpustakaan. Masalahnya, masyarakat menjadi lebih mudah mendapat informasi tanpa perlu pergi ke perpustakaan karena semuanya bisa diakses dari depan komputer di rumah mereka masing-masing. Kondisi perpustakaan pun menjadi lebih sepi karena orang akan lebih malas ke perpustakaan,” tulis Nurtakyidah. 

Di sisi lain, lanjut Nurtakyidah, era teknologi ini menjadikan perpustakaan tetap eksis. Melalui adopsi teknologi di perpustakaan, muncul adanya katalogisasi digital, koleksi digital, sampai manajemen perpustakaan yang berbasis ICT (information and communication technology) yang kemudian online dan bisa diakses lewat internet. Sehingga perpustakaan pun menjadi rujukan penting di internet.

“Berkat kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, setiap orang dapat mengetahui, mengikuti, dan menyaksikan berbagai peristiwa yang berlangsung di belahan dunia yang lain, dengan jelas dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan. Melalui sarana berupa teknologi tersebut orang dapat menembus batas negara dan waktu tanpa banyak menemui hambatan,” bebernya.

*Kawan-kawan yang baik, silakan membaca tulisan-tulisan lain tentang literasi dalam tautan ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//