Peresmian Microlibrary Alun-alun Bandung Menyisakan Benang Kusut Keberlanjutan Perpustakaan
Kota Bandung pernah mewacanakan menghidupkan perpustakaan di kelurahan-kelurahan. Perlu berkaca dari komunitas.
Penulis Iman Herdiana29 Agustus 2023
BandungBergerak.id - Setelah bertahun-tahun mangkrak tanpa koleksi buku satu pun, Microlibrary Alun-alun Bandung resmi dibuka, Senin (28/8/2023). Perpustakaan di timur alun-alun ini mengusung misi optimistis yang didukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu Program Edukasi dan Literasi Antikorupsi (Pelita Aksi). Perpustakaan dengan konsep antikorupsi ini diklaim menjadi yang pertama di Indonesia.
Tema antikorupsi penting bagi kota yang beberapa kali pejabat utamanya terciduk kasus korupsi seperti Kota Bandung. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), Dada Rosada menjadi Wali Kota pertama yang diusut KPK karena melakukan korupsi bantuan sosial (Bansos) pada 2013.
Kasus korupsi bansos tersebut melibatkan sejumlah hakim di Pengadilan Negeri Bandung. Berikutnya masih terkait kasus bansos, Sekda Kota Bandung Edi Siswadi juga divonis bersalah pada 2014 karena melakukan suap terhadap hakim. Selang 10 tahun kemudian tepatnya 14 April 2023 lalu, KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Wali Kota Yana Mulyana terkait kasus suap.
Hadirnya perpustakaan yang mengusung program antikorupsi diharapkan menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada generasi muda atau anak-anak yang mengakses perpustakaan. Microlibrary Alun-alun Bandung dilengkapi berbagai fasilitas pendukung mulai dari ruang lobby, ruang anak, remaja, dewasa, toilet, rooftop, dan ruang serbaguna dengan luas bangunan 1.200 meter persegi.
Sebanyak 7.058 eksemplar buku terdapat di perpustakaan ini, 600 buku di antaranya tentang edukasi antikorupsi dari KPK.
"Ini merupakan upaya meningkatkan pengetahuan terutama pengetahuan di bidang antikorupsi karena di sini sudah banyak literasi yang kita siapkan. KPK mendukung penuh dan ada beberapa buku yang sudah disebar," kata Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna, dalam siaran pers peresmian perpustakaan.
Dibangun dengan Dana Miliaran Rupiah, Lama Mangkrak
Pada 31 Maret 2021, BandungBergerak.id menurunkan cerita foto tentang Perpustakaan Alun-alun Bandung ini. Waktu itu Bandung dalam puncak pagebluk, sehingga program perpustakaan ini lama mangkrak. Tak satu pun terdapat buku di perpustakaan yang pembangunannya digagas sejak 2014 pada era Wali Kota Ridwan Kamil.
Pembangunan Perpustakaan Alun-alun Bandung berbarengan dengan revitalisasi Alun-alun Bandung dengan sokongan dana dari perusahaan swasta. Waktu itu Pemkot Bandung mentargetkan 15 microlibrary hadir di Kota Bandung dengan pendanaan dibantu Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai 11 miliar rupiah. Microlibrary-microlibrary ini akan disebar ke setiap kecamatan.
Setiap microlibrary akan didesain unik agar menarik masyarakat untuk datang ke perpustakan. Microlibrary yang pertama dibangun adalah Microlibrary di Jalan Bima. Konsep arsitekturnya hasil rancanangan SHAU Architecture.
Ridwan Kamil mengatakan, pembangunan microlibrary ini merupakan bagian dari upaya pemerintah kota untuk meningkatkan indeks literasi. Pasalnya, indeks literasi Indonesia berada pada urutan kedua terbawah dari 61 negara berdasarkan penelitian yang dilansir oleh Central Connecticut State University di Amerika Serikat pada bulan Maret 2016.
Ridwan ingin mendekatkan buku pada warga Bandung. Ia mentargetkan setiap kelurahan setidaknya ada satu perpustakaan yang bisa diakses oleh warga sekitarnya.
“Intinya agar semua punya minat baca, walaupun sekarang dunia makin bergeser ke dunia digital,” kata Ridwan Kamil saat masih menjabat Wali Kota Bandung, dikutip dari laman Pemkot Bandung.
Kendala di Balik Desain Memikat Microlibrary Bima
Membangun perpustakaan di kelurahan-kelurahan dengan desain arsitektur memikat penting untuk meningkatkan daya tarik bagi pengunjung. Namun lebih penting dari itu, bagaimana keberlanjutan program perpustakaan tersebut, misalnya, sejauh mana masyarakat bisa mengakses perpustakaan dan koleksi buku-bukunya dalam jangka panjang.
Microlibrary Bima di Jalan Bima, Bandung, sebagai microlibrary pertama mendapat respons postitif di awal-awal peresmiannya. Perpustakaan dibangun di taman Bima dengan desain menyerupai panggung. Perpustakaan menempati ruang atas, sementara di bagian kolong menjadi semacam ruang diskusi.
Menurut Mohammad Yazid Basthomi dan Muhammad Kholif Lir Widyoputro dalam jurnalnya yang berjudul “KRITIK ARSITEKTUR MICROLIBRARY: Urgensi Perpustakaan Microlibrary Bima dalam Peningkatan Literasi di Lingkungan Masyarakat”, Microlibrary Bima merupakan salah satu perpustakaan kecil yang berada di Taman Bima, kelurahan Arjuna, kecamatan Cicendo, Bandung. Microlibrary ini telah dibuka pada Juli 2016 dan menyediakan buku dengan desain bangunan yang cerdik. Karya arsitektur ini telah mendapatkan gelar terbaik di ajang Architizer A+ Awards yang merupakan penghargaan terbesar bagi kerya-karya arsitektur terbaik sedunia.
Namun kedua penulis dari dari Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia tersebut, menyatakan Microlibrary Bima memiliki kekurangan mendasar tentang keberlanjutan program perpustakaan.
“Fungsi perpustakaan kurang berfungsi secara maksimal, di antaranya koleksi buku yang terbatas dan manajemen operasional yang kurang baik. Kebisingan didalam perpustakaan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan lokasi tapak dikelilingi olah jalan raya, minimnya vegetasi dan material yang digunakan yang tidak bisa mereduksi kebisingan,” demikian tulis mahasiswa dari Jurusan Arsitektur, Universitas Islam Indonesia, tersebut, diakses Selasa (29/8/2023).
Kondisi Perpustakaan di Kelurahan-kelurahan Kota Bandung
Keinginan Pemkot Bandung untuk mendirikan dan mengaktifkan perpustakaan di level-level kelurahan di Kota Bandung tampaknya sulit tercapai. Secara umum, perpustakaan-perpustakaan yang ada mengalami kendala soal keberlanjutan atau konsistensi program.
Rani Andriani (2017) dalam tesisnya membeberkan persoalan mendasar yang dihadapi perpustakaan-perpustakaan di tingkat kelurahan Kota Bandung, mulai dari terbatasnya sumber daya manusia di kelurahan, keterbatasan anggaran penyelenggaraan perpustakaan, sarana dan prasarana belum memadai. Selain itu, peran pemerintah dalam memberikan pengawasan terhadap penyelenggaraan perpustakaan kelurahan belum optimal.
Rani telah meneliti tiga perpustakaan aktif di sejumlah kelurahan di Bandung, yakni perpustakaan Kelurahan Isola, perpustakaan Kelurahan Sekejati, dan perpustakaan Kelurahan Sukaluyu. Ketiga perpustakaan ini menghadapi kendala yang sama, bahwa penerapan fungsi manajemen pembinaan perpustakaan kelurahan belum dilaksanakan secara efektif dan efisien. Salah satunya adalah fungsi pengawasan yang seharusnya merupakan kewajiban dari perpustakaan pembina untuk mengawasi keberlangsungan penyelenggaraan perpustakaan kelurahan.
“Terdapat kegagalan dalam rangka pencapaian sasaran kegiatan pembinaan perpustakaan kelurahan ini, namun penyelenggaraan perpustakaan dapat berjalan secara optimal dengan membuat suatu perencanaan sebagai langkah awal dalam melakukan suatu aktivitas. Selain perencanaan, juga perlunya pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang termasuk kedalam komponen fungsi manajemen perpustakaan,” papar Rani, dikutip dari tesis berjudul Manajemen Pembinaan Perpustakaan Kelurahan Di Kota Bandung.
Peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tersebut juga mengidentifikasi kendala lain yang dialami oleh pustakawan dalam melakukan kegiatan pembinaan adalah mengenai komitmen dari pemimpin dan pengelola perpustakaan kelurahan. Menurut Rani, dalam penyelenggaraan perpustakaan tentunya membutuhkan komitmen dari pemangku kebijakan untuk keberlanjutan pemberdayaan perpustakaan.
“Pelaksanaan program pembinaan perpustakaan kelurahan tidak hanya sekedar melaksanakan sosialisasi, namun juga memberikan pemahaman kepada masyarakat agar memahami mengenai tugas pokok dan fungsi sebuah perpustakaan,” tulisnya.
Baca Juga: Anak Muda Bandung Menyindir Situasi Lingkungan Jawa Barat dengan Spanduk Festival Sampah Jabar
Kualitas Udara Kota Bandung Diperburuk Tingginya Volume Kendaraan Pribadi dan Pembakaran Sampah?
Bertahan di Reruntuhan Pasar Sadang Serang
Bercermin dari Komunitas
Data-data penelitian di atas bisa menjadi cermin bagi pemangku kebijakan yang berniat menghidupkan minat baca di masyarakat, baik dengan konsep perpustakaan kelurahan maupun dengan istilah yang lebih keren dan kekinian seperti microlibrary. Aktiviasi perpustakaan juga perlu bercermin pada komunitas-komunitas literasi yang tumbuh subur di Bandung.
Dengan modal solidaritas dan tanpa seremonial besar-besaran, mereka mampu bertahan dengan kegiatan literasinya. Salah satu kegiatan literasi yang cukup hidup di Bandung ada di kompleks Perpustakaan Ajip Rosidi, Jalan Garut. Di sini terdapat kedai kopi yang biasa dipakai pegiat literasi berdiskusi buku, yaitu Kedai Jante. Selain ada perpustakaan dan kedai kopi, juga terdapat Toko Buku Bandung namanya tidak asing bagi para pegiat literasi atau pecinta buku.
Di Kedai Jante rutin digelar diskusi mingguan bernama Panitia Jumaahan. Programnya sederhana, yakni mendiskusikan buku. Panitia Jumaahan mulai berlangsung pada awal Januari. Sampai sekarang, Panitia Jumaahan rutin digelar. Terakhir, program komunitas ini membahas musik di era Orde Baru.
"Awalnya panitia jumahaan itu dimulai pada awal Januari tahun ini, dengan diskusi pertama kajian Menelisik Pesona Sejarah Bandung Penuh Pesona, oleh pemantik dari Rizky Wiryawan," ucap pegiat Panitia Jumaahan Zulkifli, kepada BandungBergerak.id.
Zul, demikian ia biasa disapa, mengatakan Panitia Jumaahan digagas untuk menghidupkan literasi yang cenderung menurutn. Sampai saat ini, Panitia Jumaahan sudah menggelar 35 kali diskusi. “Saya berharap kegiatan ini tetap konsisten dan tidak kehabisan bensin," kata Zul.
*Liputan ini mendapat sokongan data reportase dari reporter BandungBergerak.id Daffa Primadya Maheswara