• Narasi
  • Jangan Sepelekan Kecanduan Judi Online

Jangan Sepelekan Kecanduan Judi Online

Sudah banyak bukti bahwa kebiasaan buruk berjudi hanya akan menjerumuskan seseorang ke jurang kemiskinan.

Alda Agustine Budiono

Pemerhati Sejarah dan Pengajar Bahasa Inggris

Ilustrasi. Media sosial tak terpisahkan dengan keseharian orang-orang muda. (Ilsutrator: Arctic Pinangsia Paramban/BandungBergerak)

19 November 2024


BandungBergerak.id – Akhir-akhir ini judi online telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan di tanah air, Sebuah survei oleh Populix, sebuah situs riset pemasaran, berjudul Understanding the Impact of Online Gambling Ads Exposure, menyebutkan bahwa 84% netizen di Indonesia mengetahui tentang judi online dari iklan di sosial media seperti Instagram atau Youtube.  Karena banyak terekspos  judi online,  41% responden tergoda untuk membuka situs-situs tersebut. Saya sendiri sering melihat iklan-iklan judi online di situs unduh film. Sering kali, pengiklan menggunakan jasa influencer.

Enam belas persen responden bertransaksi judi online menggunakan dompet digital (e-wallet), biasanya di bawah Rp 100 ribu. Hal ini sejalan dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang mengisyaratkan bahwa judi online lebih diminati masyarakat menengah ke bawah. Bisa jadi ini disebabkan karena rendahnya literasi keuangan. Masih banyak masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, tidak mengerti bagaimana mengelola keuangan dengan baik dan benar.

Bhima Yudhistira Adhinegara dari Center of Economic and Law Studies (Celios), mengatakan bahwa sekitar 40% dari masyarakat menengah ke bawah terancam jatuh ke jurang kemiskinan karena beban ekonomi yang tidak sesuai dengan pendapatan mereka. Judi online dilihat sebagai salah satu cara mendapatkan uang dengan cepat, walaupun risikonya sangat tinggi.

Baca Juga: Jejak Perpaduan Budaya Kuliner di Masa Hindia Belanda
Perasaan Positif yang Beracun
Memberantas Mentalitas Korban

Kecanduan Judi

Rhoma Irama dalam lagunya “Judi” mengatakan kalau kegiatan ini memang menjanjikan kemenangan dan kekayaan. Berjudi mengaktifkan sistem penghargaan di otak, membuat orang merasa mendapat sesuatu. Sama seperti narkoba dan alkohol, hal ini  membuat kecanduan. Pria biasanya mulai kecanduan judi online di usia remaja, sedangkan pada wanita di usia antara 20 sampai 40 tahun. Walaupun termasuk dalam perilaku obsessive compulsive (OCD), kecanduan judi agak berbeda. Untuk sampai pada tahap ini, penderita biasanya mulai sedikit-sedikit, sampai frekuensi berjudi makin lama makin sering. Penderita sering merasa malu dan berusaha menyembunyikan kecanduannya.

Mereka yang kecanduan judi online biasanya memulai kebiasaan ini untuk mengatasi stres dan kecemasan. Bisa karena kehilangan pekerjaan, pasangan, atau gagal dalam menempuh studi. Penjudi akan berbohong tentang berapa lama waktu dan berapa banyak uang yang mereka habiskan di kasino. Mereka juga akan sering meminjam uang, karena uang mereka habis di meja poker. Jumlah uang yang mereka habiskan makin lama makin besar, dan ini membuat mereka semakin bersemangat. Mereka juga selalu memikirkan tentang berjudi, dan rencana judi apa yang akan mereka lakukan di masa depan. Proses ini terus berputar seperti lingkaran setan.

Untuk memutus lingkaran ini, pertama penderita harus jujur pada dirinya sendiri dan menyadari bahwa dia punya masalah. Setelah itu sebaiknya mencari pertolongan ke psikolog. Salah satu metode mengatasi kecanduan adalah terapi perubahan perilaku (Cognitive Behavioral Therapy). Tujuan terapi ini adalah mengubah pikiran dan perilaku yang menyimpang, Ada 4 langkah yang bisa ditempuh. Pertama, mengubah pola pikir keliru yang menjadi penyebab kecanduan judi online. Kedua, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Ketiga, mengajarkan kemampuan bersosialisasi, dan yang terakhir mengajarkan cara mengatasi bila muncul lagi keinginan berjudi.

Kesimpulannya, fenomena judi online yang sedang terjadi di masyarakat hanya membodohkan dan mengakibatkan kehancuran. Sudah banyak bukti bahwa kebiasaan buruk ini hanya akan menjerumuskan seseorang ke jurang kemiskinan. Terapi dapat membantu, tapi menurut saya harus ada juga kemauan dan perjuangan keras dari penderita kecanduan untuk keluar dari kebiasaan buruknya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Alda Agustine Budiono, atau artikel-artikel lain tentang kesehatan mental

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//