• Narasi
  • CERITA GURU: Kekerasan Pelajar yang Meresahkan

CERITA GURU: Kekerasan Pelajar yang Meresahkan

Peran guru saat ini menjadi sorotan yang paling tajam ketika para pelajar melakukan tindakan yang melanggar norma-norma.

Insan Faisal Ibrahim

Guru di salah satu Madrasah Swasta di Kabupaten Garut Jawa Barat

Ilustrasi guru. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

20 November 2024


BandungBergerak.id – Begitu banyak kasus kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan, membuat semua kalangan bingung untuk menemukan solusi tepat dalam menghadapi masalah yang mungkin sudah membudaya dikalangan para pelajar bangsa kita. Rata-rata para pelajar bangsa kita lebih tertarik untuk mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai tanda bahwa dirinya merupakan siswa yang paling cemerlang tanpa mau melibatkan adab yang menjadi ciri khas dari seorang pelajar yang bermoral.

Tindak kekerasan yang terjadi dikalangan para pelajar menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan. Menjadikan kembali sekolah sebagai tempat yang aman, nyaman, membahagiakan, serta menyenangkan bagi para pelajar untuk belajar. Masalah kekerasan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah saja, melainkan menjadi tanggung jawab semua kalangan.

Peran orang tua, guru, masyarakat, dan para jajaran pemerintahan yang terlibat langsung di dunia pendidikan harus saling bersinergi serta berkolaborasi untuk menciptakan para generasi emas yang tidak hanya mempunyai wawasan luas. Akan tetapi, mampu menciptakan para generasi emas yang mempunyai karakteristik moralitas yang berkualitas. Sebab ada tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi tingkat pendidikan dan karakter anak, yaitu  lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Dahulu, para orang tua cenderung lebih ekstra ketika memperhatikan anak perempuannya dibandingkan dengan anak laki-laki nya. Itu semua karena rasa takut akan tindak kejahatan yang mengincar para pelajar wanita. Namun berbeda dengan perkembangan zaman sekarang, peran orang tua dalam memperhatikan anak-anaknya harus seimbang tanpa membedakan antara anak perempuan dengan anak laki-laki. Sebab, tindak kejahatan dan krisis moralitas kini mengancam semua kalangan terutama bagi para pelajar bangsa kita.

Baca Juga: CERITA GURU: Murid Merdeka Belajar, Guru Belajar (untuk) Merdeka
CERITA GURU: Urgensi Guru BK di Sekolah Dasar
CERITA GURU: Perilaku Siswa dan Dampak Negatif Kemajuan Teknologi

Pembentukan Karakter

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, ketika para pelajar bangsa kita sering terlibat tindak kekerasan seperti tawuran, pembegalan, pelaku pelecehan, bullying, dan tindak kejahatan lainnya yang tidak mencerminkan moralitas sebagai seorang pelajar cerdas. Hal ini sudah jelas keluar dari koridor tujuan pendidikan nasional bangsa kita yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan insan yang beriman dan bertaqwa, serta yang memiliki berbudi pekerti luhur. Pembentukan karakter seorang pelajar memang sangat penting dilakukan sejak dini. Hal ini untuk menumbuhkan kembali hasrat terhadap mimpi dan cita-cita yang ingin digapai. Berdasarkan fakta dilapangan, para pelajar bangsa kita saat ini tidak memiliki keinginan untuk memiliki cita-cita yang tinggi. Padahal, cita-cita bagi seorang pelajar menjadi kriteria terkuat dalam membentuk sebuah karakter pendidik.

Pendidikan yang terlalu tinggi membuat orang ingin dihormati dan kedudukan yang mumpuni membuat orang ingin dikagumi. Potret realita kehidupan yang saat ini tidak bisa disembunyikan, seiringan dengan berkembangnya peradaban ilmu pengetahuan. Krisis moralitas sudah tidak bisa dihindarkan, ketika adab dijadikan sebagai sampah yang menjijikkan. Kini, sopan santun menjadi sesuatu hal yang tabu untuk diperbincangkan.

Pemahaman para pelajar bangsa kita tentang penerapan adab di masa sekarang dirasa sudah terkikis bahkan menghilang. Jarang sekali kita melihat para pelajar yang ingin berangkat ke sekolah untuk pamit dan minta doa kepada orang tua dengan cara mencium tangan mereka, bahkan ketika pulang pun sangat jarang untuk melakukan hal yang sama. Padahal, kegiatan tersebut merupakan pembiasaan khas yang melekat pada diri para pelajar bangsa kita dulu.

Peran guru saat ini menjadi sorotan yang paling tajam, ketika para pelajar bangsa kita melakukan tindakan yang melanggar norma-norma. Seakan-akan, pelanggaran tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah saja yang tidak bisa mendidik para pelajar dengan baik. Harus ada perubahan besar dari semua pihak jika ingin mencetak para pelajar yang beradab dan berilmu. Salah satunya dengan pembekalan materi tentang keagamaan, baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Pembekalan materi tentang keagamaan harus ditingkatkan, karena pendidikan agama mampu memberikan pemahaman tentang moralitas kita sebagai manusia sehingga para pelajar bangsa kita bisa memahami bagaimana cara memanusiakan manusia di tengah perkembangan peradaban zaman. Hal itu untuk menghindari perilaku-perilaku yang menyimpang diluar nalar kemanusiaan. Pemberian materi tentang keagamaan harus seimbang dengan pemberian materi mata pelajaran yang bersifat umum seperti Bahasa Indonesia, Matematika, IPAS, Pendidikan Pancasila dan lain sebagainya. Selama ini, hampir semua lembaga pendidikan hanya memberikan paling banyak 4 Jam Pelajaran yang bermuatan keagamaan. Hal ini dirasa masih kurang untuk membekali para pelajar bangsa kita dalam menumbuhkembangkan moral dalam menjalani kehidupan.

Bagi semua kalangan yang tidak bisa lepas dari jalur pendidikan, harus bisa memahami konsep dasar dari cara mendidik yang baik untuk diterapkan. Agar para pelajar bangsa kita bisa terhindar dari serangkaian pembiasaan yang melanggar norma-norma kehidupan.

Mendidik itu harus keras, tapi bukan dengan cara kekerasan.

Mendidik itu harus tegas, tapi bukan dengan cara menindas.

Mendidik itu harus tampak marah, tapi bukan dengan penuh amarah.

Mendidik itu harus penuh akan kesabaran, bukan penuh akan kekesalan.

Dan, mendidik itu butuh keikhlasan, meskipun berat untuk dijalankan.

Mendidik tidak semudah membalikan telapak tangan, karena mendidik tidak bisa dilakukan secara mendadak. Butuh proses panjang yang harus dilalui, untuk melahirkan generasi yang mempunyai  budi pekerti dan intelektual tinggi.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain tentang Cerita Guru

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//