• Narasi
  • CERITA GURU: Urgensi Guru BK di Sekolah Dasar

CERITA GURU: Urgensi Guru BK di Sekolah Dasar

Layanan Bimbingan dan Konseling masih berkutat pada level Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Sudah saatnya merambah ke level Sekolah Dasar dan PAUD.

Laila Nursaliha

Desainer Kurikulum. Berminat pada Kajian Curriculum Studies, Sains dan Teknologi pendidikan, serta Pendidikan Guru.

Ilustrasi. Upah guru honorer masih jauh panggang dari api. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

6 November 2024


BandungBergerak.id – Beberapa waktu sebelum berakhirnya tahun ajaran 2023-2024, adik perempuan yang masih duduk di kelas 5 SD diminta mengisi kuesioner di sekolahnya. Isinya adalah skrining kesehatan mental anak. Isian itu merupakan kerja sama dengan Pusat Kesehatan Masyarakat setempat. Hanya saja, setelah anak-anak mengisi isian tersebut tak ada edukasi yang berarti tentang hasil yang mereka dapatkan. Seperti apa yang harus dilakukan apabila sedang stres, tidak bisa tidur, gelisah, sedih, dan sebagainya. 

Sebelumnya, saya pun pernah berbicara dengan kepala sekolahnya mengenai masalah belajar salah satu peserta didik. Karena belum memiliki layanan Bimbingan dan Konseling. Pilihannya adalah kami perlu terus berkoordinasi dengan wali kelas dan kalau perlu kami harus mengakses profesional yang berkepentingan seperti psikolog secara mandiri.

Berbeda dengan SD swasta, mereka langsung menangani anak di sekolahnya tentu dengan pelibatan orang tua dan ahli di bidangnya seperti Guru BK (Bimbingan dan Konseling), Psikolog, ataupun terapis yang sesuai di bidangnya.. Sebelum masuk, beberapa peserta didik sudah menjalani skrining pertumbuhan anak. Sehingga, di awal masuk, mereka sudah bisa mendapat analisis potensi, kekurangan, dan apa yang harus dikembangkan. Kalaupun tidak, mereka akan bekerja sama dengan ahli dan melakukan pertemuan rutin untuk melaksanakan parenting.

Dibanding sekolah swasta elite, banyak murid yang banyak tertampung di sekolah dasar negeri. Selain rasio guru dan murid yang terbilang cukup banyak, permasalahannya cukup kompleks. Menurut data Riset Kesehatan Daerah pada tahun 2022 mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan sebesar 9.8%. Pada tahun 2022, ditambah pandemi, gangguan jiwa berat anak  meningkat menjadi 7/1000 anak.

Menurut KPAI, tahun 2023, aduan mengenai kekerasan anak cukup meningkat. Di antaranya 861 kasus terjadi pada satuan pendidikan. Meskipun Kementerian Pendidikan telah mengeluarkan peraturan pemerintah untuk Pencegahan kekerasan, hal ini belum dirasa efektif karena beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor tenaga ahli yang perlu ada di sekolah : Konselor (Guru BK, Psikolog, dll.). 

Baca Juga: CERITA GURU: Mempertanyakan Minat Baca Guru
CERITA GURU: (Masih) Menyoal Membaca
CERITA GURU: Murid Merdeka Belajar, Guru Belajar (untuk) Merdeka

Mentalitas Sehat, Pembelajaran Bermakna

Perkembangan teknologi, pagebluk, dan beberapa peristiwa yang menyertainya menjadikan kondisi mental anak-anak tak menentu. Salah satunya, penelitian Koryu Satu et.al yang dimuat di JAMA Network pada tahun 2023, menunjukkan bahwa ada hubungan antara paparan pagebluk dengan tertundanya perkembangan anak-anak. Dari yang mulanya hanya pada anak usia 3-5 tahun, semakin meluas tanpa memandang usia.

Sistem ekologi Bronfenbrenner mengidentifikasi lapisan yang mempengaruhi perkembangan anak di antaranya keluarga dan pengasuhan, hubungan guru dan orang tua, tetangga dan tempat bekerja orang tua, kebudayaan dan ekonomi, dan rentang waktu sejarah. Hal-hal inilah yang dirusak ketika pagebluk datang melanda.

Selian mengenai perkembangan dan kesehatan mental, tingkat kekerasan meningkat pada tahun 2023. Komisi Perlindungan Anak Indonesia, setidaknya ada delapan faktor kekerasan di lingkungan pendidikan salah satunya adalah satuan pendidikan tidak melakukan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan perilaku pada peserta didik.

Selama ini, banyak sekolah negeri belum memiliki aturan khusus tentang deteksi dini perkembangan, dan masih banyak sekolah yang belum memiliki guru bimbingan dan konseling. Meskipun begitu, idealnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010, semua layanan itu dilaksanakan oleh guru kelas. Sehingga materi bimbingan dan konseling bersatu ke dalam materi pembelajaran. Namun, nyatanya masih banyak kendala teknis terjadi di lapangan. Sehingga, pengembangan terhadap siswa belum bisa dioptimalkan.

Berdasarkan pandangan Dynkmeye dan Caldwell, Konselor, terdapat beberapa perbedaan mendasar antara bimbingan konseling di sekolah dasar dan sekolah menengah. Di sekolah dasar, peran guru dalam fungsi bimbingan sangat ditekankan karena sistem guru kelas memungkinkan mereka memiliki waktu lebih banyak untuk mengenal anak secara mendalam dan membangun hubungan yang efektif. Fokus bimbingan konseling di tingkat ini lebih diarahkan pada pengembangan pemahaman diri, kemampuan memecahkan masalah, dan keterampilan berinteraksi dengan orang lain. Keterlibatan orang tua juga menjadi aspek penting.

Program bimbingan konseling di sekolah dasar didesain dengan memperhatikan keunikan setiap anak dan aspek kehidupan dasarnya, seperti kebutuhan untuk matang dalam penerimaan dan pemahaman diri, termasuk mengenali keunggulan serta kelemahannya. Hal ini penting karena masa sekolah dasar merupakan tahapan krusial dalam perkembangan anak. Layanan BK di SD dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tugas perkembangan peserta didik secara optimal dan menjadi salah satu penunjang program sekolah yang sejalan dengan sistem kurikulum satuan pendidikan.

Gerbang Layanan Terpadu

Sekurang-kurangnya, terdapat sekitar 30-40 anak yang harus diurusi oleh guru kelas setiap harinya. Para guru harus melakukan satu pembelajaran selain itu pembinaan secara berkala. Jika ada beberapa anak yang berbeda dari yang lainnya dari aspek perilaku, pengetahuan, maka ini akan semakin menambah tugas guru.

Ketika saya masih menjadi asisten guru, sering kali masalah-masalah utama dari siswa tidak terselesaikan dengan baik. Biasanya, siswa yang dicap nakal memiliki masalah lain yang belum selesai. Namun, salah satu kebaikan hati dari guru kelas adalah memahami dan memaklumi latar belakang keluarga, ekonomi, sosial, dan lingkungan tempat ia tumbuh. Sebab, sering kali guru kelas ini menjadi tidak berdaya karena keterbatasan waktu, pengetahuan, dan akses kepada layanan yang lain.

Maka dari itu, keberadaan guru BK menjadi penting sebagai teman sejawat di sekolah yang bisa diajak diskusi secara mendalam untuk mengatasi permasalahan siswa. Kemudian, menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan inklusif. Keberadaannya juga lebih cepat dalam mengenali kondisi psikologis siswa. Guru BK tidak hanya bertindak sebagai konselor, tetapi juga sebagai pengamat yang memiliki latar khusus sehingga mengenali tanda-tanda kekerasan dan kebutuhan khusus pada siswa.

Guru BK bisa juga berperan aktif dengan melakukan observasi perilaku siswa, hingga membuka ruang konsultasi yang aman, di mana siswa bisa membicarakan tentang apa yang menjadi masalah dalam diri dan lingkungannya ataupun melaporkan tindakan kekerasan tanpa rasa takut.

Sementara itu, peran vital lain Guru BK dalam penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), adalah proses identifikasi awal. Mereka terlatih untuk mengenali tanda-tanda awal berbagai kondisi seperti kesulitan belajar, gangguan perilaku, atau hambatan fisik. Proses deteksi dini ini sangat krusial karena semakin cepat ABK teridentifikasi, semakin cepat pula mereka mendapatkan dukungan yang sesuai.

Identifikasi ABK ini sering kali luput oleh guru kelas karena tidak teramati secara mendetail seperti yang dilakukan oleh Guru BK. Gangguan-gangguan tersebut, muncul karena tidak bisa dilihat secara sekilas. Butuh observasi mendalam dan identifikasi yang cukup panjang dalam proses-prosesnya. Setelah itu, jika ditemui masalah, Guru BK berkoordinasi dengan psikolog atau ahli terkait untuk evaluasi lebih lanjut, melibatkan orang tua dalam proses identifikasi dan perencanaan program pendampingan.

Selama ini, layanan bimbingan dan konseling masih berkutat berada di level Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas belum merambah lebih banyak ke level yang lebih dasar yaitu Sekolah dasar dan PAUD. Dengan adanya aturan Penerimaan Peserta Didik Baru agar semua siswa harus bisa diterima dan dididik secara optimal, seharusnya layanan Bimbingan dan Konseling mulai bisa diadakan di level dasar. Semoga saja, semakin banyak Guru BK yang bisa masuk membantu proses perkembangan peserta didik  di Sekolah Dasar.

*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Laila Nursaliha, atau membaca artikel-artikel lain tentang Cerita Guru

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//