• Narasi
  • Kawah Kamojang, dari Eksplorasi Belanda hingga Ikon Wisata Modern

Kawah Kamojang, dari Eksplorasi Belanda hingga Ikon Wisata Modern

Kawah Kamojang menjadi saksi bisu sejarah geotermal Indonesia dan destinasi wisata alam yang mengesankan.

Iqbal Nugraha

Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad)

Pemandangan Kawah Kamojang sekitar tahun 1910. (Foto: Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden)

20 November 2024


BandungBergerak.id – Kawah Kamojang atau yang saat ini dikenal D’Glorius Creater Kamojang, merupakan wisata alam yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Secara administrasi, Kawah Kamojang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Bandung tepatnya di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun. Berada pada ketinggian 1.700 mdpl, Kawah Kamojang menawarkan pemandangan alam yang memukau. Selain itu, kawah ini dikenal dengan fenomena alam yang menakjubkan karena merupakan kawasan geotermal aktif.

Kawasan ini sering mengeluarkan uap panas dan belerang, yang dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik tenaga uap. Tidak hanya itu, di Kawah Kamojang terdapat pula kolam rendam alami, yang sumber air panasnya langsung berasal dari kawah.

Selain wisata alam, Kawah Kamojang kini menawarkan beragam fasilitas modern yang membuatnya cukup eksis di kalangan masyarakat. Nyatanya, di balik segala keindahan dan kebermanfaatannya, ada andil kolonial di setiap hembusan uap Kamojang. Kesan akan keindahannya pun telah dinarasikan sejak satu abad lalu.

Pemandangan menuju Kawah Kamojang sekitar tahun 1910. (Foto: Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden)
Pemandangan menuju Kawah Kamojang sekitar tahun 1910. (Foto: Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden)

Baca Juga: Komunitas Aleut Susur Rantai Sejarah Bandung Sampai Gunung
Sejarah Tumpas di Stasiun Kami
Mencari Sejarah Palestina di Pasar Antik Cikapundung

Kawah Kamojang dalam Catatan Perjalanan Pelancong Barat

Sejak awal abad ke-20, Kawah Kamojang mulai masuk dalam radar para pelancong Barat, terutama bagi mereka yang menjelajahi wilayah Bandung dan Garut. Dalam catatan perjalanan berjudul Indische Reisindrukken (1920) yang ditulis Tets & Gerard Frederick Van, Kawah Kamojang disebutkan sebagai destinasi yang belum dikenal luas, tetapi bagi yang mengetahuinya, dianggap sebagai lokasi yang paling indah di Jawa. Ia mengugkapkan:

“Perjalanan dengan pemandangan indah dataran tinggi Papandayan, Guntur dan Garut, melewati hutan purba dengan jalur pegunungan yang curam, di mana sepanjang satu kilometer bermekaran rangkaian besar bunga lili putih yang paling indah kontras dengan kemurnian warnanya” (Tets  &  Frederick Van, 1920).

Selain itu, mengutip catatan perjalanan Beschrijving Zijner Reis Naar Engelsch-Indie, Burma, Malakka, Sumatra, Java, China en Japan Met Terugreis via Den Trans Siberischen Spoorweg (1915) yang ditulis Wuliten Palthe & D.W. Van, perjalanan menuju Kawah Kamojang disuguhi lanskap menanjak dan mengharuskan melewati hutan purba, yang terdapat banyak pepohonan dan tanaman yang merambat ditutupi lumut. Perjalanan pun berlanjut menyusuri jalan setapak di tepi sungai yang beraliran deras. Berkenaan dengan itu, perjalanan menuju Kawah Kamojang dapat dikatakan sebagai perjalanan yang cukup mengesankan bagi para pelancong, dengan melihat keindahan alam yang masih asri, yang tidak ditemukan di wilayah lain. Merujuk pada catatan perjalanan Tets & Gerard Frederick Van, ketika aroma uap belerang mulai tercium, itu menandakan bahwa sudah dekat dengan sumber belerang dan lumpur di Kawah Kamojang. Kawahnya penuh dengan lumpur mendidih berwarna abu-abu pucat, yang berdekatan satu sama lain dalam satu lembah.

Mengacu pada pengalaman Wuliten Palthe & D.W. Van, ketika mencapai puncak kawah terdapat beberapa kolam lumpur mendidih, pelancong yang melihatnya terkesima. Perjalanan menuju Kawah Kamojang meninggalkan kesan yang mendalam bagi para pelancong Barat, terutama saat menyaksikan kawah secara langsung, sebuah fenomena alam yang luar biasa dan mengesankan. Pengalaman ini menjadi kenangan tak terlupakan yang terus terpatri dalam ingatan mereka.

Kawah Kamojang sekitar Tahun 1910. (Foto: Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden)
Kawah Kamojang sekitar Tahun 1910. (Foto: Sumber: Digital Collection KITLV Universiteit Leiden)

Sumber Energi Listrik Tenaga Uap yang Legendaris

Selain dijadikan sebagai tempat wisata alam, Kawah Kamojang juga dimanfaatkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam mengembangkan infrastruktur energi untuk kepentingan mereka. Pada tahun 1918, JB van Dijk, seorang guru di Hoogere Burgerschool (HBS) Bandung, mengusulkan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan pengeboran di Kawah Kamojang. Ia melihat potensi panas bumi di kawasan tersebut sebagai sumber energi listrik yang dapat dimanfaatkan. Dalam surat kabar Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie 11 November 1937, disebutkan bahwa pembangkit listrik tenaga vulkanik yang akan didirikan di Kawah Kamojang, mampu menyuplai energi dengan harga lebih murah dibandingkan pembangkit listrik tenaga air.

Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie (ENI), disebutkan bahwa pemerintah telah melakukan beberapa percobaan pengeboran di kawasan vulkanik Kawah Kamojang. Di salah satu sumur yang terdapat di kawasan itu dibor pada kedalaman 66 meter, pengeboran tersebut menghasilkan semburan uap. Pengeboran lainnya mencapai kedalaman 123 meter, yang mengakibatkan terjadi letusan lumpur yang menyemburkan air panas hingga ketinggian 25 meter setiap 5 menit. Lubang ketiga menghasilkan uap pada kedalaman 128 meter. Uap dari Kawah Kamojang tidak mengandung kotoran, paling banyak hanya beberapa persen gas hidrogen sulfida.

Mengutip De Indische Courant 30 Desember 1931, ledakan uap kecil merupakan fenomena yang biasa terjadi di Kawah Kamojang. Salah satu peninggalan yang ikonik di masa sekarang adalah Kawah Kereta Api, nama ini muncul karena suara mendesis uap panas yang dikeluarkan dari pipa-pipa, mirip dengan suara kereta api. Suara ini merupakan hasil eksplorasi Belanda yang memanfaatkan panas bumi untuk sumber energi listrik pada abad ke-20. Suara tersebut menjadi fenomena alam yang unik, yang memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi para pelancong yang mengunjunginya.

Secara umum, Kawah Kamojang adalah contoh bagaimana kekayaan alam yang luar biasa dapat dimanfaatkan dengan bijak untuk memenuhi kebutuhan energi, sekaligus menjadi daya tarik wisata. Namun, seiring berkembangnya waktu dan tingginya aktivitas pengunjung, Kawah Kamojang menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara pemanfaatan energi panas bumi, pelestarian lingkungan hingga kenyamanan para pelancong. Agar Kawah Kamojang terus memberikan manfaat tanpa kehilangan keindahan alaminya, diperlukan langkah-langkah pemecahan masalah yang berkesinambungan.

Pihak pengelola bisa memberikan edukasi kepada para pelancong tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan kawah. Selain itu, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dalam infrastruktur wisata dapat mengurangi dampak buruk terhadap ekosistem setempat. Dengan pendekatan yang memperhatikan keberlanjutan, Kawah Kamojang akan tetap menjadi saksi bisu sejarah geotermal Indonesia dan destinasi wisata alam yang mengesankan.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain tentang sejarah

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//