• Narasi
  • MEMOAR KECIL #1: Perjuangan dari Pinggir Jendela, Menatap Masa Depan

MEMOAR KECIL #1: Perjuangan dari Pinggir Jendela, Menatap Masa Depan

Saya belajar bahwa perjuangan dan kerja keras adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan menuju kesuksesan.

Didin Tulus

Penulis penggiat buku, editor buku independen CV Tulus Pustaka. Tinggal di Cimahi.

Lapak buku penulis. (Foto: Dokumentasi Didin Tulus)

24 November 2024


BandungBergerak.id – Sembilan tahun silam, hidup saya adalah rangkaian hari-hari yang dipenuhi kegelisahan dan ketidakpastian. Saya adalah seorang pedagang kecil yang berjuang di tengah krisis dunia perbukuan yang melanda para pedagang seperti saya. Kehidupan rumah tangga saya juga tidak lepas dari cobaan. Saya dan istri sering terlibat dalam pertengkaran kecil yang seolah menjadi rutinitas sehari-hari. Kegelisahan tentang masa depan selalu menghantui kami, menciptakan bayangan suram dalam pikiran kami.

Situasi ini memaksa saya untuk bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan keluarga. Pernah suatu waktu, saya menerima pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih di sebuah gereja di Jalan Jawa. Pekerjaan ini terasa seperti berkah di tengah kesulitan, meskipun penuh tantangan. Salah satu tugas yang diberikan kepada saya adalah membersihkan kaca jendela besar di gedung kantor yang berada di dalam gereja tersebut.

Setiap pagi, saya harus bersiap-siap dengan peralatan sederhana: tangga, lap, dan semangat yang berusaha saya jaga agar tetap berkobar. Saya harus bekerja bergelantungan di pinggir jendela besar, membersihkan kaca yang tingginya bukan main. Kepala saya sering mendongak ke atas, menatap kaca yang seakan-akan tak ada ujungnya, sementara tangan saya sibuk mengelap kotoran yang menempel. Ada saat-saat di mana rasa takut menjalar di seluruh tubuh, terutama ketika angin bertiup kencang dan membuat tangga bergoyang.

Selama satu minggu penuh, saya menjalani pekerjaan ini. Setiap tetes keringat yang jatuh adalah simbol dari perjuangan saya untuk keluarga. Setelah seminggu berlalu, saya menerima upah sebesar Rp 300 ribu. Jumlah yang mungkin bagi sebagian orang tidak seberapa, tetapi bagi saya, itu adalah hasil dari kerja keras dan dedikasi. Uang itu langsung saya gunakan untuk membeli popok bayi, kebutuhan yang sangat mendesak bagi anak saya saat itu.

Pengalaman tersebut mengajarkan saya banyak hal tentang kehidupan. Saya belajar bahwa perjuangan dan kerja keras adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan menuju kesuksesan. Meskipun jalannya terjal dan penuh rintangan, saya percaya bahwa setiap langkah kecil yang saya ambil akan membawa saya lebih dekat ke tujuan.

Baca Juga: Apa Enaknya Mendapat Gelar Honoris Causa dengan Instan?Kemala Ahmad Khamal Abdullah, Sang Penjaga Api Numera

Memindahkan dus besar. (Foto: Dokumentasi Didin Tulus)
Memindahkan dus besar. (Foto: Dokumentasi Didin Tulus)

Kenangan pada Jendela Besar

Perjalanan saya sebagai pedagang kecil terus berlanjut, tetapi dengan semangat yang semakin kuat. Saya mulai mencari peluang lain, mencoba berbagai cara untuk meningkatkan penghasilan. Dari belajar tentang strategi pemasaran hingga mengikuti pelatihan kewirausahaan, saya berusaha mengembangkan diri dan bisnis saya. Setiap usaha kecil yang saya lakukan berbuah manis seiring berjalannya waktu.

Kini, sembilan tahun telah berlalu sejak masa-masa sulit itu. Kehidupan saya dan keluarga telah berubah. Kami tidak lagi hidup dalam bayang-bayang kegelisahan dan ketidakpastian. Rumah tangga kami semakin harmonis, dan saya berhasil mengembangkan bisnis kecil saya menjadi sesuatu yang lebih besar dan lebih stabil.

Kenangan tentang bekerja membersihkan jendela besar di gereja itu tetap melekat dalam ingatan saya. Itu adalah salah satu titik terendah dalam hidup saya, namun juga menjadi titik balik yang penting. Dari situ, saya belajar untuk tidak pernah menyerah, tidak peduli seberapa sulit rintangan yang harus dihadapi. Setiap tetes keringat dan setiap langkah kecil yang saya ambil telah membawa saya ke tempat di mana saya berdiri sekarang.

Hidup memang penuh dengan tantangan, tetapi dengan tekad dan kerja keras, tidak ada yang tidak mungkin. Dan kini, ketika saya menatap ke belakang, saya bersyukur atas setiap pengalaman pahit yang pernah saya lalui. Semua itu telah membentuk saya menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih bijaksana.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Didin Tulus, atau artikel-artikel lain tentang literasi

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//