• Berita
  • Koalisi Penangkal Hoaks Pilkada 2024, Informasi Bohong Paling Banyak Beredar di TikTok

Koalisi Penangkal Hoaks Pilkada 2024, Informasi Bohong Paling Banyak Beredar di TikTok

Terdapat 670 kasus hoaks terkait pemilu sepanjang Januari-Juni 2024. Provinsi dengan jumlah laporan hoaks tertinggi di antaranya adalah DKI Jakarta.

Ilustrasi dunia digital dan pengaruh media sosial. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul30 November 2024


BandungBergerak.idSejumlah media, komunitas pemeriksa fakta, dan editor yang tergabung dalam Koalisi Cek Fakta melakukan pemeriksaan fakta secara langsung (live fact-checking) pada momen Pilkada serentak, Rabu, 27 November 2024. Kolaborasi yang melibatkan setidaknya 40 media dan komunitas pemeriksa fakta dari berbagai wilayah ini dilakukan untuk mengawal pelaksanaan Pilkada terbesar dalam sejarah Indonesia.

Kegiatan pemeriksaan fakta atas dugaan informasi bohong atau hoaks ini dilakukan secara daring sejak pukul 05:00 WIB - 20:00 WIB. Tim koalisi ini terdiri dari setidaknya empat editor, belasan anggota tim monitoring dan pemantauan, 20-an pemeriksa fakta, serta 40 media dan komunitas yang akan membantu diseminasi konten hasil periksa fakta.

Kolaborasi ini memantau dan memverifikasi konten di media sosial yang dapat berpotensi mengganggu jalannya proses demokrasi. Selama pelaksanaan pemeriksaan fakta langsung ini, tim menerima 98 laporan terkait informasi yang diduga hoaks. Laporan ini diterima dari 18 provinsi di Indonesia.

Provinsi dengan jumlah laporan tertinggi di antaranya adalah DKI Jakarta (14 laporan), Sumatera Utara (11 laporan), dan Sumatera Barat (11 laporan). Provinsi lainnya ada Jawa Tengah (9 laporan), Jawa Timur (5 laporan), Riau (2 laporan), Sulawesi Tenggara (1 laporan), Sulawesi Utara (5 laporan), Sulawesi Selatan (2 laporan), Lampung (1 laporan), NTB (10 laporan), Kepri (1 laporan), Papua Pegunungan (1 laporan), Aceh (9 laporan), Bali (2 laporan), Maluku (1 laporan), dan Maluku Utara (1 laporan).

Sementara platform media sosial yang paling banyak dilaporkan adalah TikTok, sebanyak 43 laporan. Selain TikTok, ada platform Facebook (32 laporan), Twitter/X (15 laporan), WhatsApp (4 laporan), Instagram (2 laporan), dan portal berita (2 laporan).

“Dari 98 laporan, sebanyak 77 diidentifikasi sebagai hoaks, sementara 21 laporan lainnya tidak memenuhi kategori hoaks. Hingga penutupan kegiatan live fact-checking, tim berhasil memproduksi 24 laporan yang telah diverifikasi dan dijadikan konten debunking, sedangkan 53 laporan masih dalam proses verifikasi lebih lanjut,” demikian dikutip dari siaran pers dari Koalisi Pemeriksa Fakta.

Koalisi Cek Fakta terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), bersama 102 media. Kegiatan pemeriksaan fakta ini sebelumnya juga pernah dilakukan semasa pemilihan presiden dan kegiatan debat pemilihan presiden pada Februari 2024. Koalisi ini bertujuan menciptakan pemilu kredibel dan berintegritas.

Kegiatan pemeriksaan fakta yang mendapatkan dukungan dari Google News Initiative ini merupakan bagian dari upaya koalisi memeriksa temuan serta memperlambat peredaran informasi yang mengandung kebohongan selama hari pemungutan suara kepala daerah. Tujuannya agar publik mendapat informasi sesuai dengan fakta yang akurat.

Baca Juga:Refleksi Kemunduran Negara di Segala Bidang, Catatan untuk Pilpres 2024
Debat Cawapres Pilpres 2024 Kurang Solutif dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan Indonesia
Pilpres 2024 Membutuhkan Orang-orang Muda yang Mewaspadai Politisasi Identitas

Kolaborasi Penting

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Bayu Wardhana mengatakan, pemeriksaan fakta langsung penting agar masyarakat dapat melakukan pertimbangan dengan baik saat hendak menggunakan hak pilihnya. Bayu pun menyampaikan, hasil kerja koalisi ini dapat diakses di laman portal cekfakta.com.

“Dari beberapa monitoring, hoaks seputar Pilkada ini masih tinggi. Masyarakat mendapat informasi yang salah sehingga besar kemungkinan memilih dengan pertimbangan yang salah. Kegiatan ini salah satu cara untuk melawan hoaks tersebut, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang tepat,” ujar Bayu.

Ketua Umum AMSI Wahyu Dhyatmika mengatakan, kegiatan live fact-checking yang sudah berlangsung sejak Pemilu 2019 ikut mewarnai proses peralihan kekuasaan politik di indonesia. Aktivitas yang mendapat apresiasi dari berbagai pihak ini menjadi upaya positif menjaga ekosistem informasi digital pada masa krusial seperti pemilu dan pilkada. Bertambahnya jumlah media dan pemeriksa fakta yang terlibat, kata Wahyu, memperlihatkan makin signifikannya peran cek fakta sebagai upaya media melayani pembacanya.

“Dalam beberapa aspek, Pilkada bahkan lebih penting ketimbang pemilu dan pilpres, karena membuka kesempatan warga memilih calon favoritnya sebagai kepala daerah dan menghukum petahana yang dinilai tak optimal bekerja. Karena itu peran cak fakta selama hari pencoblosan ini juga luar biasa penting agar suara rakyat benar-benar murni dari nuraninya dan tidak dicemari hoaks maupun upaya disinformasi apa pun,” tambah Wahyu.

Menurut catatan Mafindo, terdapat 670 kasus hoaks terkait pemilu sepanjang Januari-Juni 2024. Hoaks beredar melalui platform seperti TikTok (26,7 persen), YouTube (25,4 persen), Facebook (23,7 persen), Twitter/X (12,8 persen), WhatsApp (5,2 persen).

Ketua Presidium Mafindo Septiaji mengungkapkan, Pilkada 2024 sebagai puncak konsentrasi informasi pada tahun pemilu. Potensi misinformasi semasa pencoblosan hingga penghitungan suara dapat mengganggu proses demokrasi. 

“Karenanya Mafindo mengerahkan Satgas Pemilu, relawan dan tim periksa fakta untuk bergabung dengan koalisi cek fakta untuk bersama menjaga integritas informasi selama Pilkada berlangsung. Integritas informasi sangat penting untuk membuat Pilkada berjalan lancar dan damai.” tutur Septiaji.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Awla Rajul atau artikel-artikel Pilgub Jabar 2024 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//