• Nusantara
  • Pilpres 2024 Membutuhkan Orang-orang Muda yang Mewaspadai Politisasi Identitas

Pilpres 2024 Membutuhkan Orang-orang Muda yang Mewaspadai Politisasi Identitas

Politisasi identitas pada Pilpres 2024 akan melahirkan situasi sosio kultural yang intoleran dan diskriminatif. Orang-orang muda bisa mencegahnya.

Kebanyakan baliho politik di Bandung tidak memiliki cap perizinan, 13 Oktober 2023. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana24 November 2023


BandungBergerak.id - Kontestasi Pemilu 2024 dipastikan akan semakin massif ketika memasuki masa kampanye yang berlangsung dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 mendatang. Pada tahap ini, segenap elemen bangsa perlu mengambil peran guna memastikan Pemilu 2024 yang damai dan sejuk, serta mengantisipasi potensi-potensi terjadinya perpecahan sebagai dampak politisasi identitas dalam kampanye politik.

Data Setara Institute mengenai kondisi Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) pada 2007-2022 menunjukkan bahwa politisasi identitas dalam Pemilu atau Pilkada kerap menjadi pemicu terjadinya intoleransi dan pelanggaran atas KBB. Bahkan, ketika upaya untuk menangani satu persoalan intoleransi dan pelanggaran KBB menemui titik terang, politisasi identitas kembali mengacaukannya.

Politisasi identitas melahirkan situasi sosio kultural yang intoleran dan diskriminatif. Politisasi identitas menempatkan kelompok minoritas dalam kerentanan (vulnerability).

Salah satu upaya untuk mencegah daya rusak politisasi identitas dalam Pemilu 2024, kaum muda dan masyarakat pada umumnya mesti memiliki kapasitas mengenai bagaimana mencegah dan menangani politisasi identitas yang terjadi.

Dalam kerangka tersebut, SETARA Institute bekerjasama dengan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) kembali menyelenggarakan Roadshow ke-4 dengan mengunjungi Kota Sukabumi dalam rangka peningkatan kapasitas dalam mencegah dan menangani politisasi identitas jelang Pemilu 2024. Sebelumnya 3 kota sudah dikunjungi, yakni Jakarta (11-12 Juli 2023), Bandung (26-27 Agustus 2023), dan Salatiga (9-10 September 2023).

Pengurus Umur Kharijiah PB JAI Kandali Achmad Lubis mengatakan, pelatihan ini bukan hanya untuk membekali pengetahuan dan kapasitas orang-orang muda mengenai politisasi identitas dan dampaknya, tetapi juga mendorong mreka untuk aktif mengambil peran dalam memastikan Pemilu 2024 yang damai dan berkualitas.

”Pelatihan ini diharapkan semakin mengokohkan bahwa anak-anak muda bukan objek politik, tetapi sebagai subjek dalam politik itu sendiri,” kata Kandali Achmad Lubis, dikutip dari siaran pers yang diterima BandungBergerak.id

Diketahui, proses Pemilu 2024 telah melewati tahap pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden dan penetapan nomor urut peserta Pemilihan Presiden (Pilpres 2024) yang menghasilkan nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Koordinator program roadshow Ikhsan Yosarie menjelaskan, pelatihan ini mengambil momentum penting dalam kontestasi Pemilu 2024 mendatang, terutama bagi kalangan muda mengingat mereka akan semakin menjadi primadona pada hajatan elektoral. Menurutnya, orang-orang muda perlu semakin kritis dan berkontribusi secara konstruktif pada upaya pemelihara solidaritas dan pencegah terjadinya dinamika destruktif terkait Pemilu, sekaligus pegiat advokasi jika terjadi politisasi identitas.

”Pada ujungnya, anak-anak muda berdiri kokoh sebagai subjek dari politik dan kontestasi elektoral, sehingga juga memicu para pasangan calon (Presiden dan Wapres) untuk menertibkan simpatisan/pendukungnya agar tidak melakukan kampanye-kampanye yang menurunkan kualitas demokrasi,” jelas Ikhsan.

Sama seperti kota-kota sebelumnya, peserta dalam setiap pelatihan ini adalah elemen muda masyarakat sipil setempat dengan rentang usia 17-25 tahun yang berasal dari beragam latar belakang yang berbeda, baik dari identitas agama dan kepercayaan, hingga berasal dari beragam elemen mahasiswa, media, serta aktivis keberagaman.

Kegiatan ini memiliki dua tujuan, yaitu konsolidasi masyarakat sipil untuk membangun langkah bersama dalam memitigasi politisasi identitas; dan penguatan kapasitas masyarakat sipil, terutama anak muda, agar dapat memiliki daya, upaya, dan kontribusi dalam membangun ekosistem sosial-politik yang harmonis.

Melalui kepesertaan yang diisi orang-orang muda, kegiatan ini diharapkan agar peserta mengambil peran dalam menjaga inklusifitas di daerahnya masing-masing, khususnya di Kabupaten Sukabumi yang sebelumnya juga memiliki catatan yang kontraproduktif dengan upaya menjaga keberagaman dan inklusifitas melalui penghentiaan seluruh aktivitas Komunitas Muslim Ahmadiyah, termasuk pembangunan sarana dan fasilitas Ahmadiyah di Parakansalak, Kabupaten Sukabumi.

Pelatihan ini mengusung semangat bahwa semestinya seluruh pihak baik aktor negara maupun nonnegara, tidak menyediakan ruang dan peluang terjadinya intoleransi dan persekusi terhadap kelompok minoritas.

Baca Juga: Suara tak Acuh dan Kritis Generasi Z Bandung Barat terhadap Pilpres 2024
Tiga Pasang Kontestan Pilpres 2024 Dianggap Belum Bisa Mewadahi Aspirasi Pemilih Muda
Pemilih Muda dalam Peta Kerawanan Pilpres 2024

Peran Orang Muda dalam Pemilu

Orang-orang muda memiliki memiliki posisi dan peran sangat penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Terlebih, kata Wahyuni Mardiani dalam jurnal ilmiah berjudul ”Peran Pemuda Dalam Pemilu”, Indonesia membutuhkan banyak perbaikan dari berbagai aspek

”Saat ini, politik di Indonesia sedang dalam keadaan carut marut. Banyak peristiwa yang menyebabkan politik di Indonesia dianggap gagal,” tulis Wahyuni Mardiani, diakses Jumat, 24 November 2023.

Di sisi lain, Wahyuni mencatat orang-orang muda sebagai pemilih pemula secara psikologis juga rentan. Perilaku memilih mereka masih belum rasional dan lebih pada pengaruh-pengaruh eksternal.

”Dalam penelitian Jennings dan Nieni (1990) terungkap bahwa anak- anak pada usia SMU cenderung menyokong calon politik yang sama seperti orang tua mereka. Ditambah lagi kecenderungan para remaja yang biasanya mudah terpengaruh dengan teman sebayanya,” tulis Wahyuni. 

Kelompok sebaya atau pergaulan akan menjadi penentu keputusan dalam perilaku pemilih pemula. Hal ini dikarenakan kelompok sebaya merupakan salah satu hal yang terpenting dalam penentuan sikap selain media massa dan kelompok lembaga sekolah, dan keagamaan.

Untuk itu, Wahyuni berharap generasi muda mendapat pemahaman bahwa memberikan hak suara dalam Pemilu sangat penting. Hak suara mereka yang menentukan pemimpin sebagai penentu kebijakan yang nantinya kebijakan itu berdampak pada mereka sendiri.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan lain Iman Herdiana atau artikel-artikel lain tentang Pilpres 2024

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//