• Berita
  • Suara tak Acuh dan Kritis Generasi Z Bandung Barat terhadap Pilpres 2024

Suara tak Acuh dan Kritis Generasi Z Bandung Barat terhadap Pilpres 2024

Pemenang Pemilu 2024 harus bertanggung jawab terhadap pendidikan, lapangan kerja, serta perbaikan infrasuktur secara merata di Bandung Barat.

Unjuk rasa gabungan mahasiswa Bandung di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Senin (11/4/2022). Salah satu tututan mahasiswa adalah menolah penundaan pemilu. (Foto: Prima Mulia/BandungBergererak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah23 November 2023


BandungBergerak.id - Tak berlebihan jika Pemilu 2024 sebagai panggungnya orang-orang muda khususnya generasi Z. Hajatan demokrasi nasional ini pengalaman pertama bagi mereka dan menentukan selama lima tahun ke depan. Meski demikian, makna Pemilu yang terdiri dari Pilpres dan Pileg ini belum banyak menyentuh generasi Z (gen Z) di Kabupaten Bandung Barat.

Pemuda asal Cililin Fadillah Arasyid (21 tahun) mengaku heran dengan konteks perpolitikan yang ada. Ia merasa tak begitu memperhatikan dengan serius panggung politik di kabupaten tempat tinggalnya yang penuh baliho atau poster calon anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) maupun Pilpres 2024.

Saat ditanya aspirasi dan harapan apa yang diinginkan, ia mengaku tak begitu percaya. Namun, di pemilu 2024 nanti siapa saja yang terpilih dan mengemban jabatan bisa amanah. Termasuk, memperhatikan fasilitas infrastuktur di wilayahnya yang masih kurang.

“Kebanyakan berharap itu banyak hanjakalna, tapi semoga amanah dalam mengemban tugas kepada siapa pun yang terpilih. Fasilitas banyak yang kurang, baik itu prasarana atau sarana apalagi saya di perkampungan,” ucap Fadil, saat dihubungi oleh BandungBergerak.id, Sabtu, 19 November 2023.

Generasi Z tak bisa dipisahkan dengan teknologi, yakni  gawai. Segala informasi telah termuat di telepon pintar, termasuk pemilu 2024. Pemudi asal Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Priska Marsila mengaku di kalangannya ada yang cenderung aktif maupun apatis terhadap pemilu.

“Aktif di sini misalnya mencari informasi mengenai pemilu dan kandidatnya, hal tersebut bisa dilihat dari tanggap dan komentar gen Z di platform media sosial,” kata Priska, saat dihubungi melalui pesan singkat, Minggu, 19 November 2023.

Di Pemilu 2024 ia berharap tercipta pesta demokrasi yang adil dan damai saat diselenggarakan dan sesudahnya. “Pemilu 2024 nanti dan setelahnya dapat berjalan damai dan tidak terjadi polarisasi atau politik identitas yang ekstrem di masyarakat,” harap Priska.

Sebagai gen Z, Priska menginginkan agar pemangku kebijakan yang terpilih nanti bisa memperhatikan pendidikan, lapangan kerja, serta perbaikan infrasuktur secara merata. Ia menilai kualitas pendidikan di wilayah selatan Bandung Barat masih kurang baik secara kualitas, sarana prasarana, dan mutu pendidikan itu sendiri.

“Secara kuantitas memang sudah banyak, tapi secara kualitas masih mengkhawatirkan. Masih banyak sekolah memiliki fasilitas yang kurang baik. Selain itu, kompetensi dan kesejahteraan guru juga perlu diperhatikan. Masih banyak guru yang gajinya sangat jauh dari kata layak. Hal ini harusnya jadi perhatian utama siapapun calon presiden atau pemerintah daerah di periode berikutnya,” beber Priska.

Tidak hanya, pemberdayaan masyarakat juga perlu diperhatikan. Priska menyebutkan bagaimana  pemerataan penghasilan yang masih jomplang di tanah kelahirannya. Dia juga berpendapat agar bantuan pokok yang sifatnya sementara bisa dialihkan dengan pemerbedayaan ekonomi berkepanjangan.

“Di lingkungan terdekat saya masih banyak generasi muda yang belum mempunyai pekerjaan atau penghasilan tetap. Mereka sebenarnya punya potensi, tapi daya saing dan modal mungkin menjadi hambatan mereka,“ jelas Priska.

“Bantuan-bantuan sosial yang dulu sering diberikan, seperti bahan pokok atau bantuan lain yang sifatnya "sementara" baiknya dialihkan untuk pemberian modal dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kan kalau seperti ini kebermanfaatannya akan lebih banyak dan lebih lama,” tambahnya.

Sebagai generasi muda yang berpartisipasi pada helatan demokrasi ini, Priska mengajak untuk bisa bersikap dan berpikir dengan kritis tak termakan oleh hoaks dan informasi mentah.

“Sebagai generasi muda Bandung Barat khususnya, dalam rangka berpartisipasi dalam pemilu nanti kita perlu bersikap kritis dan mencari tahu tentang seluk beluk kandidat yang akan dipilih nanti. Jangan mudah termakan hoaks dan menelan informasi menjelang pemilu ini secara mentah,” jelas Priska.

Partisipasi Politik Generasi Z masih Kurang

Komisi Pemilihan Umum (KPU) di berbagai daerah sedang berusaha meningkatkan partisipasi politik aktif warga menjelang Pemilu 2024. Begitu juga halnya dengan KPU Kabupaten Bandung Barat.

Sebanyak 1.317.866 tercatat menjadi daftar pemilih tetap (DPT) yang terdiri dari berbagai generasi mulai dari pre-boomer (lahir sebelum tahun 1945) dengan 21.919 orang, baby boomer (lahir tahun 1946-1964) dengan 167.621 orang, Generasi X ( lahir 1965-1980) 369.789 orang, milenial (lahir 1981-1996) 441.446 orang, dan Generasi Z (1997-2012) berjumlah 317.091 orang.

Ketua KPU KBB Ripqi Ahmad Sulaeman menyebutkan DPT ini akan dilakukan pemutakhiran data karena masih ada yang pindah tempat lokasi pemilihan.

Menurutnya, di pemilu 2024 ini yang perlu didorong adalah keterlibatan orang muda atau Generasi Z. Sebab, jumlah mereka paling signifikan.

"Terkait paritisipasi masyarakat itu sendiri yang saya lihat generasi Z ini, yang perlu di dorong diajak untuk terlibat aktif pemilu ini," ucap Ripqi, saat dihubungi BandungBergerak.id, Rabu, 15 November 2023.

Ia mentargetkan partisipasi politik di Kabupaten Bandung Barat minimal sama dengan Pemilu 2019, yakni 86 persen. “Di tahun 2024 bisa mempertahankan atau bahkan lebih," jelas Ripqi.

Namun, KPU Kabupaten Bandung Barat menghadapi tantangan bahwa sejumlah partisipasi politik di wilayah masih minim, seperti di wilayah selatan seperti Kecamatan Cipongkor, Kecamatan Cipongkor, Kecamatan Rongga, dan Kecamatan Gununghalu yang merupakan daerah pemilihan (Dapil) 5.

"Partisipasi masyarakat yang presentasinya kecil itu di wilayah selatan, perbandingannya 72 persen. Berbeda dengan wilayah Ngamprah dan Padalarang hampir 90 persen. Apalagi di wilayah Lembang. Sementara di wilayah selatan 70-72 persen yang belum optimal di kita akan menggenjot sosialiasi wilayah-wilayah partisipasi masyarakat yang masih rendah," ujarnya.

Baca Juga: Membaca Kerapuhan Mahkamah Konstitusi menjelang Pemilu 2024
Menilik Dinamika Pemilu 1999 di Bandung
Aktivis Hingga Akademikus di Bandung Menolak Wacana Penundaan Pemilu 2024

Sosialisasi dan Edukasi Politik pada Generasi Z kurang Gencar

Orang-orang muda ataupun generasi Z di Kabupaten Bandung Barat menjadi lumbung suara. Namun, generasi Z sendiri banyak jenuh melihat realitas politik yang ada.

Pengamat politik yang juga mengajar di Unjani Cimahi Arlan Siddha mengatakan, saat ini generasi Z banyak yang merasa jenuh dengan dunia politik. Bahkan ada anggapan bahwa politik tidak bisa merubah apa pun.

“Dalam konteks politik kita ada beberapa Gen Z yang merasa kejenuhan politik ini yang membuat mereka lebih apatis karena menganggap tidak ada perubahan sama sekali terhadap diri mereka,” kata Arlan, dihubungi BandungBergerak.id, Sabtu, 18 November 2023.

Generasi Z sendiri, lanjut Arlan, tak begitu memikirkan situasi dan kondisi politik hari ini. Mereka lebih mementingkan dirinya sendiri. Hal tersebut juga berpengaruh pada partisipasi pemilih yang kurang di beberapa daerah seperti wilayah selatan Bandung Barat.

“Tidak lantas mengambil sikap politik mereka menanggap tidak akan berubah situasi dan kondisi yang mereka hadapi sekarang. Para partisipasian belum teredukasi dengan baik,” sebutnya.

Menurutnya, mengantisipasi minimnya partisipasi pemilih ini pihak penyelenggaran seperti KPU perlu mengandeng pemerintah setempat bahkan partai politik untuk saling bahu membahu memberikan edukasi politik.

“KPU harus melakukan penekanan partisipasi Gen Z. caranya banyak sekali bisa didorong. Artinya adalah sosialisasi tidak menonton tapi dibuat seinovatif mungkin. Partai politik yang mempunyai fungsi pendidikan politik harus memberikan push kepada masyarakat untuk partisipasi,” beber Arlan.

Di tambah lagi, pemerintah daerah harus turut memberikan edukasi pada calon pemilih, selain mengingatkan pentingnya netralitas ASN dan mengantisipasi pelanggaran dan gangguan keamanan.

Arlan mengatakan, pelanggaran atau patologi pemilu 2024 bisa diminimalkan dengan peran Bawaslu sebagai pengawas kepada para peserta pemilu. Perlu pendekatan sosiasialisasi dan edukasi agar terwujudnya pemilu yang jujur dan adil.

“Memberikan sosialisasi dan edukasi bentuk-bentuk pelanggaran ini bisa diminimalkan. Jadi harus pendekatan sosialisasi dan edukasi, bisa pemilu jujur yang adil,”ungkap Arlan.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Pemilu 2024 atau Pilpres 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//