• Kolom
  • MULUNG TANJUNG #13: Ciguriang, Kampung Dobi dalam Ingatan (11)

MULUNG TANJUNG #13: Ciguriang, Kampung Dobi dalam Ingatan (11)

Peralatan khusus yang biasa dipakai oleh para dobi ketika mereka mencuci pakaian adalah sundung, tahang, dan sikat ijuk. Sekarang mungkin tidak dipakai lagi.

Ernawatie Sutarna

Ibu rumah tangga, peminat sejarah, anggota sejumlah komunitas sejarah di Bandung.

Ilustrasi. Mencuci pakaian di masa lalu biasa dilakukan langsung di sungai. (Ilustrator: My Ninja AI)

1 Desember 2024


BandungBergerak.idSaya sudah sering menyebut sundung dan tahang dalam tulisan saya sebagai bagian dari alat kerja para dobi. Karena hampir seluruh dobi pada masa itu menggunakan tahang dan sundung, maka di Ciguriang, Kebon Kawung, Bandung juga banyak tinggal para pengrajin tahang dan sundung. Dari narasumber, saya mendapatkan beberapa nama pengrajin tahang dan sundung pada tahun 1950-an antara lain Aki Oyo, Aki Ajeng, Aki Ending, Bah Nata, Bapa Dahlan, Bapa Aldi, dan beberapa nama yang tidak lagi diingat.

Tahang

Tentang pengrajin tahang ini juga dituliskan Haryoto Kunto di bukunya, Semerbak Bunga di Bandung Raya.

“Di Kebon Kawung, kampung tertua di Bandung, beberapa keluarga telah menekuni profesi tukang binatu turun temurun. Dalam kaitan bisnis cuci mencuci pakaian, di Kebon Kawung tumbuh pula industri rumah tangga, membuat tong (Sunda: tahang) wadah air terbuat dari kayu jati. Selain buat menampung air, tong kayu itu digunakan buat merendam cucian,” kata Haryoto Kunto.

Ketika saya masih kanak-kanak, Abah masih memiliki tong kayu itu, berdiameter sekitar 50 centimeter dan tinggi sekitar 40 centimeter. Selain tong kayu besar seperti itu ambu juga menuturkan Abah Ilim memiliki ember kayu dan timba kayu. Tong kayu yang saya ingat pada saat kanak-kanak itu cukup berat, terbayang Abah yang membawanya dengan menggunakan sundung dari rumah ke Ciguriang. Mungkin karena bahan untuk membuat tong kayu itu dari kayu jatilah yang membuat tong kayu itu berat. Sifat kayu jati yang kuat, awet, tapi mudah dipotong dan dikerjakan mungkin menjadi alasan dipilihnya kayu jati sebagai bahan pembuatan tahang.

Tong kayu sendiri telah digunakan untuk penyimpanan barang sejak sekitar 2000 tahun lalu. Bangsa Celtic dianggap sebagai orang yang mengembangkan tong di awal milenium pertama. Setelah itu bangsa Romawi memanfaatkan penemuan itu untuk menyimpan barang-barang mereka sendiri dan mendistribusikan teknologi dan barang-barang tersebut ke seluruh rute perdagangan mereka yang luas. 1.500 tahun kemudian Spanyol memilih menggunakan tong kayu sebagai tempat menyimpan bahan-bahan tepung agar tetap kering, menjaga makan yang diasamkan dan diawetkan tetap tertutup rapat, serta air dan anggur (Wood Advocate).

Tahang kayu juga digunakan para pengrajin tahu. Fungsinya untuk menampung aci kedelai yang sudah terpisah dari ampasnya. Konon tahu yang menggunakan tong kayu dalam proses pembuatannya akan memiliki cita rasa yang lebih nikmat. Tong tahu, demikian tong kayu ini disebut, tidak menggunakan lem dan paku, tapi diikat pelat besi di bagian luar sehingga tidak merusak cita rasa dan tidak mengkontaminasi tahu.

Zaman sekarang tahang dan ember kayu banyak digunakan sebagai bagian dari furniture atau pelengkap desain interior baik di hotel-hotel, kafe, event-event, ataupun rumah-rumah yang menambah kesan klasik dan berbeda.

Baca Juga:MULUNG TANJUNG #11: Ciguriang, Kampung Dobi dalam Ingatan (9)MULUNG TANJUNG #10: Ciguriang Kampung Dobi dalam Ingatan (7) 

Sundung

Sundung adalah bahan pikulan yang terbuat dari bambu. Di kedua ujungnya terdapat semacam rak yang bisa digunakan sebagai tempat penyimpanan, biasanya rumput, padi, atau daundaunan. Dua rak tersebut juga berfungsi sebagai kaki sundung. Sundung memang biasanya digunakan para peternak untuk mengangkut rumput sebagai pakan ternak.

Para dobi di Bandung yang mencuci ke Ciguriang menggunakan sundung untuk mengangkut cucian ke dan dari tempat mencuci. Tapi cuciannya tersebut tidak diangkut menggunakan kedua “rak” yang terdapat pada masing-masing ujung sundung tetapi di sampirkan pada kedua ujung bambu pemikul, bahasa Sundanya disampaykeun. Hampir semua dobi memiliki sundung. Bersyukur saya masih melihat Abah Ilim mencuci dan menyimpan cuciannya di atas sundung. Saya juga masih melihat tubuh tua Abah memikul sundung walau sudah tanpa tahang menggantung di pikulannya, karena sudah terlalu berat buat Abah. Saat itu saya melihat Abah hanya menggunakan tahang saat proses mencuci di rumah, sedangkan untuk membilas di Ciguriang sudah menggunakan ember plastik. 

Jika pada umumnya sundung digunakan untuk pengangkut rumput, Abah Ilim yang juga memelihara beberapa ekor domba, menggunakan carangka, semacam keranjang besar yang terbuat dari bambu yang dianyam. Carangka biasa dipakai untuk mengangkut rumput saat ngarit. Carangka juga sering saya gunakan untuk bersembunyi saat ucing sumput bersama saudara-saudara. 

Sikat Ijuk

Beberapa jenis bahan pakaian dan bahan rumah tangga lainnya sering kali harus menggunakan sikat untuk mencucinya. Pada masa itu Abah menggunakan sikat ijuk dengan pegangan kayu untuk menyikatnya. Waktu itu sikat ijuk lebih mudah didapatkan dibandingkan sikat plastik. 

Ijuk adalah bahan alami berupa serat yang didapatkan dari pangkal pelepah pohon enau/aren/kawung (arenga pinnata). Serat ini berwarna hitam yang mempunyai banyak manfaat dan digunakan sejak zaman dulu. Sekilas bentuknya nampak seperti rambut tapi lebih keras, tebal, dan kaku. Karakternya yang kaku membuat ijuk sering dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sikat dan sapu. Banyak pula yang menggunakan ijuk sebagai atap, tali tambang, juga sebagai salah satu media dalam proses penyaringan air.

Pada masa kini penggunaan tahang, sundung, dan sikat ijuk dalam proses mencuci sudah sangat jarang atau bahkan mungkin sudah tidak digunakan sama sekali. Kalaupun benda-benda tersebut masih ada, fungsinya sudah berubah, sering kali menjadi menyempit. Alat-alat mencuci manual sudah banyak beralih ke benda-benda berbahan baku plastik. Sikat ijuk sekarang lebih banyak digunakan sebagai alat pembersih lantai, toilet, atau karpet. Penggunaan benda-benda berbahan baku plastik memang lebih berumur panjang, ringan, praktis, dan lebih ekonomis. Gaya hidup di zaman sekarang yang menginginkan semua dilakukan lebih mudah, lebih praktis, dan lebih cepat membuat benda-benda berbahan baku plastik menjadi pilihan banyak orang.    

*Kawan-kawan yang baik, silakan menengok tulisan-tulisan lain Ernawatie Sutarna atau artikel-artikel lain tentang Sejarah Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//