Cerita Lampau Timnas Indonesia: Menjalin Keakraban dengan China, Menolak Tegas Kedatangan Israel, Memupus Asa ke Piala Dunia 1958
Kiprah Timnas Indonesia era 1950-an menjadi perbincangan di mancanegara. Sempat meraih kemenangan menang melawan Timnas China, dan menolak bertanding lawan Israel.
Yogi Esa Sukma Nugraha
Warga biasa yang gemar menulis isu-isu sosial dan sejarah
2 Desember 2024
BandungBergerak.id – Perhatian publik tertuju pada apa yang terjadi selama 90 menit di Stadion Gelora Bung Karno. Selasa, 19 November 2024. Tim nasional (Timnas) Indonesia mampu mengalahkan Arab Saudi. Dua gol tanpa balas. Marselino Ferdinand mencetak brace. Ia menjadi bintangnya malam itu; membuat Timnas Indonesia masih memiliki asa untuk lolos ke Piala Dunia 2026.
Dalam catatan sejarah, sebetulnya situasi nyaris serupa juga pernah dilalui Timnas Indonesia. Kala itu, Timnas Indonesia harus menghadapi tantangan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok untuk bisa menjaga peluang lolos ke Piala Dunia 1958. Tulisan ini berupaya melukiskan secuplik kisah yang hadir pada saat Timnas Indonesia berkancah di Kualifikasi Piala Dunia 1958.
*
Baca Juga: 12 November 1957, Aksi Ribuan Pelajar Menolak Kenaikan Uang UjianMenggali Hikmah dari Bung Hatta
Minggu, 26 Mei 1957. Saat itu rombongan Tim Nasional Indonesia telah tiba di Peking (Beijing, jika dalam ejaan Hanyu Pinyin). Kehadiran mereka dimeriahkan berbagai pemberitaan surat kabar Tiongkok. China Youth News salah satu surat kabar yang cukup antusias menyiarkan kedatangan para punggawa Timnas Indonesia yang hendak bertanding di ajang kualifikasi Piala Dunia 1958 zona Asia itu.
Dalam satu laporan, tercatat bahwa ribuan Rakyat Tiongkok ikut memeriahkan kedatangan dan mengemukakan rasa gembira atas persahabatannya dengan rakyat Indonesia. China Youth News juga menyatakan kekagumannya atas teknik yang dimiliki para pemain Indonesia. Besoknya, Senin 27 Mei 1957, mereka langsung diterima Ho Lung, selaku Wakil Perdana Menteri yang sekaligus merangkap Ketua Pendidikan Jasmani dan Komisi Olahraga.
Ikatan erat yang demikian ini tentu bukan suatu hal yang tidak lazim. Mengingat sepakbola pada era itu dimaknai sebagai bahasa atau "alat ungkap". Menurut Zen RS, dalam diskusi bertajuk Komodifikasi Sepakbola, Bung Karno sadar betul akan hal ini. Bahkan pelatih Timnas Indonesia kala itu Toni Pogačnik singgah ke Indonesia berkat andil dari kekerabatan ideologi; solidaritas antara bangsa-bangsa yang mulai bangkit berdiri.
Jumat 31 Mei 1957, rombongan Tim Nasional Indonesia juga diterima wakil Walikota Peking untuk pertemuan acara ramah-tamah. Dalam siaran radio Peking, dikabarkan pula bahwa pertemuan ramah-tamah antara keduanya itu menunjukkan persahabatan erat yang mulai dijalin; mereka bercakap-cakap, saling melempar guyonan dan bicara soal-soal yang cukup aktual di luar lapangan.
"Banjak soal oleh kedua fihak dipertjakapkan. Dari soal olahraga, soal pembangunan kota, soal merokok, soal kekurangan rumah tinggal dll.," demikian laporan yang tercatat di surat kabar Warta Bandung.
Pada hari itu pula, untuk menjaga kebugaran, dan beradaptasi dengan cuaca serta suasana di Peking, tercatat bahwa Timnas Indonesia juga mengadakan ujicoba lapangan sebanyak dua kali.
Laporan Pandangan Mata
Minggu 2 Juni 1957. Menurut laporan yang diwartakan langsung dari Peking oleh reporter RRI, kurang lebih pertandingan itu disaksikan 18.000 penonton. Di antaranya, dikabarkan kehadiran tokoh-tokoh politik penting di Tiongkok seperti Perdana Menteri Zhou Enlai, Wakil Perdana Menteri Ho Lung, Menteri Pengairan, Kebudayaan, dan Perhubungan, serta Wakil Kepala Staf Tentara Pembebasan Rakyat. Sementara dari Indonesia, selain ofisial tim tentunya, terpantau Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok Sukardjo Wirjopranoto, dan para anggota misi militer Indonesia yang dipimpin Jenderal Mayor Gatot Subroto.
Pertandingan dipimpin oleh wasit Pratul Chakravati asal India. Sejak mula, jalannya permainan kedua tim berlangsung sengit. Jual beli serangan terjadi. Menurut laporan dari penyiar Mahargono dari RRI, kesebelasan Tiongkok bermain lebih rapih dibanding leg pertama yang dihelat di Lapangan Ikada, Jakarta. Kala itu, Timnas Indonesia berhasil membenamkan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok dengan skor 2-0.
Upaya yang dibangun mereka juga diselingi beberapa tembakan percobaan dari jarak jauh. Sejak peluit dibunyikan, kesebelasan Tiongkok langsung menerjang pertahanan Indonesia. Secepat kilat. Gol telah dicetak Ha Tjeng Kwang di menit pertama. Lewat ke pojok kanan atas, tendangan yang ia lesakkan berhasil menembus jala yang dijaga Maulwi Saelan. Skor 1-0 untuk Tiongkok.
Pertandingan kembali berjalan. Saat baru saja bola diluncurkan pemain Indonesia, tiba-tiba kerja sama apik Wang Hsi-wen dengan Wong Lu –yang sejak awal bermain gemilang– mengejutkan pertahanan Indonesia. Namun tendangannya yang keras ke arah gawang berhasil ditepis Maulwi Saelan. Tendangan penjuru diraih kesebelasan Tiongkok.
Wong Lu mengambil tendangan penjuru itu. Dengan cekatan Maulwi Saelan berupaya menepis sepakan yang mengarah ke depan gawang. Bola berhasil ditepisnya. Namun sial. Bola mengarah tepat di depan ujung tombak kesebelasan Tiongkok Nein Wei-si. Tanpa pengawalan, dengan mudahnya ia menyundul ke gawang Indonesia yang sudah kosong. Skor 2-0 untuk Tiongkok.
Setidaknya hingga menit ke-30, terus-menerus kesebelasan Tiongkok menggempur pertahanan Indonesia. Situasi ini membuat sejumlah pemain depan terpaksa turun untuk membantu. Namun, berkali-kali tendangan yang diupayakan pemain Tiongkok ke arah gawang yang dijaga Maulwi Saelan itu masih belum mengenai sasaran.
Meskipun dikabarkan belum padu, tetapi sesekali, secara individu pemain Indonesia juga melakukan percobaan yang cukup merepotkan lini pertahanan Tiongkok. Manuver yang dilakukan Witarsa misalnya, tercatat cukup membahayakan gawang kesebelasan Tiongkok. Para punggawa Timnas Indonesia berlaku Spartan. Seolah tak mau kalah.
Di tengah serangan yang gencar dari kesebelasan Tiongkok, Witarsa dan Rukma Sudjana menjalin kerja sama untuk memanfaatkan peluang walau kecil. Ketika ini Timnas Indonesia mulai meningkatkan tempo serangan. Satu usaha dari Rukma Sudjana dan Liong Houw nyaris membuahkan hasil.
Kerja sama antara keduanya diteruskan Ramang dengan sepakan yang mengarah ke gawang. Sayang, usahanya berhasil ditepis keluar oleh penjaga gawang Tjoa Wen. Kemudian, bola hasil tendangan penjuru yang dilakukan Kobal Saari pun jatuh dipelukan Tjoa Wen. Ia diwartakan begitu sigap.
Setelahnya serangan mendadak dilakukan pemain Tiongkok. Fang Djen menyepak bola dengan keras menggunakan kaki kiri dalam. Membentur tiang. Sial. Lalu bola mengarah kepada Nien Wei-si yang lantas menyundulnya. Namun berhasil disambar Maulwi Saelan.
Menjelang akhir pertandingan babak pertama, Pemain Indonesia terus berupaya menjebol pertahanan Tiongkok. Suatu usaha yang tidak sia-sia. Memasuki menit 37, serangan yang diusahakan pemain Indonesia bisa menggetarkan jala yang terpancang di gawang Tjoa Wen. Bermula dari penetrasi Ramang yang kemudian dijegal oleh pemain lawan.
Ia mendapatkan kesempatan untuk mengambil tendangan bebas. Ramang kemudian memberi umpan jauh ke depan. Bola berhasil ditinju ke luar lapangan oleh kiper Tjoa Wen. Namun kembali berhasil diambil Ramang yang dengan cepat kembali menyodorkan umpan ke arah Sian Liong yang berdiri di posisi bebas. Dengan mudah ia menjebol gawang Tiongkok. Gol. Skor menjadi 2-1.
Tensi permainan makin cepat. Kerja sama yang dilakukan pemain Indonesia tampak kian kompak. Kala Witarsa berhasil menggiring bola melewati beberapa lapis pemain lawan. Umpan silang yang kemudian disambut Sian Liong belum bisa menyamakan kedudukan.
Serangan demi serangan terus disusun para pemain Indonesia. Kerja sama Sian Liong, Witarsa, dan Liong Houw membuat Saari lolos dari kawalan. Namun sundulannya masih melebar. Skor 2-1 bertahan hingga peluit tanda babak pertama usai dibunyikan.
Babak Dua
Sejak mula babak kedua, kesebelasan Tiongkok langsung tancap gas; mengatur tempo permainan dengan cepat. Sepakan jarak jauh yang dilakukan Tjeng Kwang masih menyamping dari gawang Maulwi Saelan. Meleset memang. Namun percobaannya untuk yang kedua sangat terukur. Dan berhasil mengubah skor menjadi 3-1.
Serangan ke jantung pertahanan Indonesia kian hebat. Para pemain Tiongkok terus-menerus mencoba mencari celah untuk membobol gawang Maulwi Saelan. Namun sesekali serangan balik Witarsa dan Sian Liong juga membuat lini pertahanan Tiongkok kalang kabut.
Adalah tendangan voli Ramang yang kemudian mempertipis keunggulan Tiongkok. Bermula dari umpan terukur dari lini pertahanan Indonesia. Kemudian disambut oleh Ramang yang berdiri bebas, dan melesakkan gol indah ke gawang Tjoa Wen. Skor menjadi 3-2 untuk sementara.
Hasil ini membuat permainan kedua tim meningkat. Jual beli serangan terjadi. Dan pada menit 68, Him Tjiang menggiring bola jauh ke depan. Lalu memberi umpan pada Witarsa. Dengan sigap ia menyambar bola dan mengarahkan ke gawang Tjoa Wen. Gol.
Kedudukan menjadi sama, 3-3. Menurut laporan pandangan mata RRI, hasil ini membuat pemain Tiongkok kian memperhebat serangan. Nahas. Empat menit kemudian, akhirnya Indonesia terpaksa harus mengubur impian untuk lolos kualifikasi Piala Dunia lewat zona Asia dengan mudah. Tendangan Tjong Kuang mampu mengubah skor menjadi 4-3.
Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan dari Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok di Stadion Tjien Nung An, Peking. Timnas Republik Rakyat Tiongkok berhasil membalas kekalahan leg pertama yang saat itu berlangsung di Stadion Ikada Jakarta.
Dengan hasil ini, karena pada saat itu belum ada pertimbangan mengenai agregat gol tandang, maka sesuai ketentuan, kedua tim harus kembali bertanding di tempat netral. Adalah Kota Rangoon atau Yangon (Burma, sekarang Myanmar) yang menjadi saksi bagaimana pertandingan kedua tim digelar kembali untuk memperebutkan jalan menuju Piala Dunia 1958.
Susunan Pemain
Indonesia: Maulwi Saelan, Chaeruddin Siregar, Rasjid, Thio Him Tjiang, Kwee Kiat Sek, Rukma Sudjana, Saari, Tan Liong Houw, Ramang, Phoa Sian Liong, Witarsa.
Tiongkok: Huang Tjoa Wen, Tjang Tjing-Thien, Tjen Fuk Lan, Tjoa Hsing, Kau Jun Se, Wang Hsi-wen, Wong Lu, Fang Djen, Nien wei-si, Fung Ken, Ha Tjeng Kwang.
*
"Menurut Mahargono, penjiar pandangan mata pertandingan kesebelasan nasional Indonesia dan RRT kemarin petang (2/6/1957), di Peking ada sesuatu hal jang di Indonesia tidak akan terdjadi.
Karena banjaknja orang jang ingin menonton, sedang tempat duduk terbatas (tidak tersedia tempat berdiri), maka djumlah kartjis djauh lebih sedikit dari djumlah penonton.
Apakah lantas penonton2 jang tidak dapat membeli kartjis itu pulang sadja atau menonton sambil naik di pohon?
Tidak. Disana diambil ketentuan demikian rupa, sehingga semua orang jang sudah datang ke stadion untuk menonton itu mendapat kesempatan pula.
Tjaranja ialah, bahwa terpaksa ada kartjis2 jang didjual kepada, atau disediakan untuk beberapa penonton. Ada kartjis2 jang sehelainja diperuntukkan sampai 4 orang. Dan tjara menontonnja ialah.......bergiliran.
Djika seorang diantara 4 orang itu sedang mendapat giliran, maka 3 orang lainnja menunggu dulu diluar. Demikianlah terdjadi hingga semua orang itu ikut menonton, meskipun masing2 tidak dapat menonton seluruh jalannja pertandingan.
Dan setiap penonton itu nantinja bertjerita kepada penonton lainnja jang menunggu diluar itu."
Minggu, 2 Juni 1957. Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan tuan rumah Republik Rakyat Tiongkok. Kosasih Purwanegara, selaku Wakil Ketua PSSI sekaligus pemimpin rombongan Timnas Indonesia, mengatakan bahwa secara taktikal, permainan Timnas Indonesia yang kemarin dihelat di Peking itu memang tampak berbeda dari biasanya.
Skor akhir 4-3 menjadi pukulan bagi rombongan Timnas Indonesia untuk bermain lebih maksimal. Terlebih peraturan saat itu sedikit berbeda dengan jaman sekarang. Selang beberapa Minggu kemudian, sebagaimana telah disinggung di muka, Timnas Indonesia dan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok wajib melakukan revans.
Sesuai kesepakatan di awal bahwa Rangoon (Burma, sekarang Yangon Myanmar) menjadi tuan rumah dalam lanjutan laga kualifikasi Piala Dunia 1958 zona Asia itu. Mulanya pertandingan akan dilaksanakan pada 20 Juni. Namun, entah atas dasar pertimbangan apa, panitia penyelenggara memutuskan untuk menggeser jadwal pertandingan menjadi 23 Juni.
Untuk venue pertandingan, ketentuannya sama pula sebagaimana kesepakatan di awal; tetap bakal diselesaikan di Rangoon. Menurut laporan yang tercatat di surat kabar Warta Bandung, usai pertandingan leg kedua sore itu, rombongan Tim Nasional kembali diterima dengan baik oleh Presiden Mao Zedong dan Perdana Menteri Zhou Enlai. Delegasi Indonesia diwakili oleh Dubes Soekardjo Wirjopranoto.
Pada malam harinya, Ketua Federasi Atletik Seluruh Tiongkok, Ma Yueh Lan, mengadakan pertemuan perpisahan dengan rombongan Tim Nasional Indonesia. Dalam pertemuan itu, hadir pula wasit asal India Chakravati dan Hakim Garis asal Burma. Tampak suasana akrab digambarkan beberapa suratkabar yang melaporkan secara langsung dari Tiongkok.
Faktor Kelelahan
Usai kekalahan di pertandingan leg kedua, Kosasih Purwanegara mengatakan pada sejumlah awak media bahwa tempo permainan kedua tim berjalan cepat dan keras, tetapi, ia sekaligus menegaskan kalau adu kekuatan antara kedua kesebelasan tidak menjurus kasar. Dengan lain perkataan, masih dalam koridor fair-play. Pasalnya, nyaris tidak ada satu pun pemain yang cedera, atau menderita luka-luka.
"Kesebelasan RRT telah bermain jauh lebih baik daripada ketika [leg pertama] di Jakarta," kata Kosasih Purwanegara, yang sekaligus menyampaikan bahwa pertandingan di Peking sungguh mengeratkan ikatan persahabatan, sebagaimana tercatat dalam surat kabar Warta Bandung, Selasa, 11 Juni 1957.
Pernyataan Kosasih Purwanegara sekaligus mengafirmasi tesis yang bicara soal sepakbola bukan hanya sekadar olahraga yang mampu menyedot perhatian massa. Namun menyuguhkan hal-hal di luar itu semua. Ia menambahkan bahwa permainan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok kemarin mengombinasikan "short" dan "long passing" seolah sengaja mendekati gaya permainan kontinental Eropa.
Selain itu, Kosasih Purwanegara juga memuji bahwa permainan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok merupakan salah satu kesebelasan yang terbaik di Asia. Suatu hal yang dibenarkan juga oleh Pelatih Kepala Timnas Indonesia, Toni Pogačnik. Menurutnya, taktik yang dipakai Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok itu serupa dengan kesebelasan Uni Soviet.
Para pemain mereka –terutama penyerang, menurut Toni Pogačnik– tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari pemain tengah dan pemain belakang. Mereka terus-menerus bergerak dan berpindah tempat untuk mencari peluang sebaik-baiknya. Secara singkat Toni Pogačnik berkata bahwa situasi demikian ini teramat khas.
"Barisan depan mereka selalu mundur ke belakang untuk mengambil bola, dan kemudian mengatur serangannya," tutur Pelatih Timnas Indonesia yang saat itu menginjak usia 44 tahun.
Ia kemudian menegaskan bahwa, secara fisik pemain Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok lebih unggul. Namun meski begitu, ia juga menegaskan bahwa bukan berarti permainan dan keuletan pemain Republik Rakyat Tiongkok dengan sendirinya lebih baik. Bahkan sang pelatih juga menampik jika kondisi lapangan turut mempengaruhi.
Padahal, sejumlah surat kabar saat itu mengabarkan bahwa para pemain Timnas Indonesia harus rela bermain di lapangan yang gundul dan banyak pasir. Tentu saja boleh dibilang jika para pemain Timnas Indonesia tidak terbiasa dengan keadaan ini, dan karenanya menderita kelelahan yang muskil dilawan. Tekanan penonton dari Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok juga boleh jadi mempengaruhi mental pemain Timnas Indonesia.
Langsung Menuju Rangoon
Rombongan Tim Nasional Indonesia berencana kembali pulang ke tanah air pada 5 Juni 1957. Namun rencana awal kepulangan rombongan Timnas Indonesia harus dibatalkan. Menurut Kosasih Purwanegara, selaku pimpinan, karena adanya kepastian mengenai jadwal pertandingan leg-ketiga, maka rombongan Timnas Indonesia akan langsung menuju Rangoon (sekarang Yangon, Myanmar). Meski untuk itu rombongan Timnas Indonesia harus lebih dulu melewati jalan berliku.
Menukil informasi yang tercatat dalam surat kabar Warta Bandung, Selasa 11 Juni 1957, dikabarkan bahwa rombongan Timnas Indonesia lebih dulu singgah di Hongkong via Kanton, kemudian menuju Bangkok. Dari Kanton (atau yang sekarang dikenal dengan, Guangzhou) rombongan terpaksa harus menginap dulu di Changsa. Sebab, pesawat yang membawa Timnas Indonesia harus melewati cuaca buruk.
Atas alasan itulah, kelak kedatangan ke Hongkong terlambat sehari dari rencana awal. Sementara pada saat yang sama, rombongan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok juga mulai meninggalkan Peking untuk menuju Rangoon via Chungking. Jika merujuk informasi yang tersiar, selama di Rangoon itu, kedua tim (Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok dan Timnas Indonesia) juga melakukan beberapa pertandingan persahabatan dengan klub-klub lokal.
Ini semua demi menjaga kebugaran. Terlebih timbul persoalan yang kala itu membuat tim pelatih kelimpungan. Timnas Indonesia harus kehilangan sejumlah pemain andalan yang kala itu diserang wabah influenza.
Terdampak Influenza
Menurut laporan yang tercatat di dalam surat kabar Java Bode 24 Juni 1957, dikabarkan bahwa sebelum pertandingan, saat itu rombongan Timnas Indonesia dilanda kekhawatiran. Hal ini dibenarkan pula oleh Kosasih Purwanegara yang mengatakan bahwa semua terjadi menjelang pertandingan leg-ketiga antara Timnas Indonesia melawan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok. Kala itu, informasi yang tercatat di Java Bode (24/6/1957) menyebutkan bahwa sejumlah pemain andalan Timnas Indonesia terpaksa harus absen.
Semua bermula pada saat Siang Liong, Rasjid, dan Saari memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Ketiganya berencana menjenguk orang tua masing-masing. Nahas, mereka terjangkit wabah influenza yang saat itu sedang berkecamuk di berbagai belahan dunia. Dari 16 pemain yang mengisi skuad Timnas Indonesia, hanya 13 yang tersisa untuk menjalani laga melawan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok di Rangoon.
Seperti diketahui bahwa Sian Long, Saari, dan Rasjid merupakan pemain kunci bagi Timnas Indonesia. Dengan begitu, mundurnya mereka dari Timnas membuat tim pelatih kelimpungan. Para pemain lapis kedua pun terpaksa harus siap untuk menjadi pemain utama sejak menit awal. Namun pada akhirnya berkat kesungguhan yang luar biasa, dan juga penanganan cepat dari Nawir, selaku dokter Timnas, maka Timnas Indonesia berhasil lolos dari ---meminjam istilah beberapa suratkabar saat itu--- "bencana kedua Beijing."
Berbeda dengan penampilan sebelumnya pada leg-kedua, kiper Maulwi Saelan tercatat beberapa kali melakukan upaya penyelamatan gemilang. Ia menjadi bintangnya di pertandingan leg-ketiga ini. Pada Minggu petang di Rangoon, secara keseluruhan pemain Indonesia juga berada dalam performa mengagumkan, termasuk Bakir, debutan asal Medan yang mengisi plot sayap kanan, meskipun ia selalu menjadi cadangan.
Berakhir Imbang
Minggu, 23 Juni 1957. Pertandingan ketiga antara Timnas Indonesia melawan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok berakhir imbang 0-0. Dengan perhitungan gol agregat, maka Timnas Indonesia keluar sebagai pemenang, dan berhak maju ke babak selanjutnya.
Seperti yang telah diketahui jika pada leg-pertama di Jakarta, Timnas Indonesia mampu mengungguli Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok dengan skor 2-0. Namun, pada leg kedua Timnas Indonesia mengalami kekalahan dengan skor 3-4. Pertandingan ketiga di Rangoon ini menjadi penentuan untuk bisa melaju ke fase berikutnya.
Kosasih Purwanegara menghaturkan terima kasih kepada para pemain yang telah mencurahkan sekuat tenaga untuk membela kehormatan negaranya di gelanggang kejuaraan olahraga. Ia juga mengatakan bahwa dengan hasil akhir imbang ini maka membuat Timnas Indonesia harus menghadapi Israel.
Menjadi Bahan Perbincangan
Menurut Rojil Nugroho Bayu Aji dalam tesis berjudul Nasionalisme dalam Sepakbola Indonesia tahun 1945-1965 (2013, hlm.141), tercatat bahwa Tim nasional Indonesia era 50-an banyak diperbincangkan dan dibahas oleh komentator di Singapura, Laos, Hongkong dan Birma secara rinci dan mendalam.
Berbagai tanggapan pun bermunculan usai pertandingan antara Timnas Indonesia dan Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok diadakan di Rangoon. Nyaris seluruh suratkabar lokal (Burma, sekarang Myanmar) sepakat bahwa sebetulnya Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok bermain lebih apik. Namun mereka gagal memanfaatkan banyak peluang di muka gawang Maulwi Saelan.
Pelatih Timnas Indonesia Toni Pogačnik turut mengatakan bahwa Tim Nasional Republik Rakyat Tiongkok bermain cukup baik. Hanya saja tendangan-tendangan yang dimiliki pemain mereka masih lemah. Sejumlah surat kabar juga memuji penampilan gemilang Maulwi Saelan di bawah mistar gawang Timnas Indonesia.
"Suatu kemenangan taktis bagi Indonesia dengan siasat defensif jang kuat," demikian tulis Warta Bandung, menyitir laporan Hsinhua (kini dikenal Xin Hua).
Pada hari Rabu, 26 Juni 1957. Para pemain Indonesia mulai meninggalkan Rangoon. Seluruh rombongan pulang melalui Bangkok, kemudian singgah di Medan sebelum tiba di Jakarta untuk mempersiapkan stamina menghadapi kesebelasan Israel. Namun tentu saja pertandingan krusial itu tidak terjadi.
Perang Dingin sedang berkecamuk. Kita tahu bahwa Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Sukarno saat itu mengobarkan semangat untuk menghantam terhadap sesuatu yang ia rumuskan sebagai nekolim. Ia juga menghendaki perlawanan terhadap pihak yang melarang negara-negara kiri (Republik Rakyat China dan Vietnam) ikut bergabung dalam kejuaraan Olimpiade, dan juga mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan Komite Olimpiade Internasional.
Situasi lebih rumit tatkala kenyataan aktual harus dihadapi pemerintah. Kala itu, kolonial Belanda masih bercokol di Irian Barat, dan pemerintah membutuhkan dukungan dari negara-negara lainnya, terutama Timur Tengah. Dengan demikian, menolak bertanding melawan Israel menjadi salah satu faktor kunci, dan harapan untuk memasuki putaran final Piala Dunia 1958 harus segera diakhiri.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Yogi Esa Sukma Nugraha, atau artikel-artikel lainnya tentang sejarah