12 November 1957, Aksi Ribuan Pelajar Menolak Kenaikan Uang Ujian
Sekarang mahasiswa memprotes kenaikan Uang Kuliah Tunggal. Tahun 1957 para pelajar menggalang unjuk rasa menolak kenaikan uang ujian untuk mengikuti ujian negara.
Yogi Esa Sukma Nugraha
Warga biasa yang gemar menulis isu-isu sosial dan sejarah
27 Mei 2024
BandungBergerak.id – Selasa, 12 November 1957. Ribuan pelajar yang terdiri dari siswa-siswi sekolah menengah mendatangi kantor Kementerian PP & K (Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, sekarang dikenal Kemendikbud) di Jalan Cilacap Jakarta Pusat.
Dalam sebuah laporan surat kabar Warta Bandung yang terbit pada Rabu 13 November 1957, tercatat bahwa para pelajar menuntut Dr. Prijono, selaku Menteri PP & K, untuk mencabut peraturan kenaikan uang ujian yang saat itu baru saja ditetapkan.
Hingga hari Rabu 13 November 1957, belum diketahui secara pasti siapa yang mengorganisir aksi penolakan kenaikan uang udjian. Hanya saja, beberapa hari sebelum aksi digelar, terdapat seruan dalam bentuk plakat di sekolah-sekolah.
Isinya menyerukan kepada para pelajar untuk melaksanakan demonstrasi pada hari Selasa 12 November 1957 dan dilanjut dengan mogok sekolah pada hari Rabu 13 November 1957. Plakat-plakat berisi seruan aksi tersebut disebarkan atas nama "Panitya Aksi Penurunan Uang Udjian".
Dampak yang timbul akibat demonstrasi tersebut begitu dahsyat. Ruangan menteri dan sekjen menteri PP & K diacak-acak, walhasil seluruhnya menjadi berantakan. Beberapa barang, di antaranya lemari di kedua ruangan tersebut dirusak. Dan isinya (yang berupa buku-buku) dilemparkan ke luar gedung.
Sebuah mobil pribadi milik Nino Hardjati, seorang kepala bagian Biro Luar-negeri Kementerian, yang kebetulan sedang parkir depan gedung, dibakar demonstran pelajar setelah sebelumnya mereka mencoba membalikkan mobil tersebut.
Demonstrasi baru berhenti setelah aparat negara melepaskan tembakan ke udara. Tetapi sebelum bubaran, para demonstran pelajar ini masih sempat melakukan perlawanan dengan melempar batu yang berada di sekitar. Ini menyebabkan sejumlah orang luka-luka.
Sementara ada pula beberapa pelajar yang pingsan karena terinjak-injak pelajar lainnya. Sejumlah surat kabar –termasuk Warta Bandung– menggambarkan situasi di gedung kementerian kala itu begitu kaos.
Uang Ujian sendiri, menurut Darmaningtyas, seorang praktisi pendidikan, yang dihubungi via daring pada Jumat 24 Mei 2024: "Itu merupakan uang yang dibayarkan saat akan mengikuti ujian. Dahulu, kalau hendak mengikuti ujian negara, ya, ada nominal yang harus dibayar."
Baca Juga: Musso, Kisah Seorang Pembangkang di Dua Zaman
Hikayat Majalah Tjenderawasih
Jalan Terjal Muchtar Pakpahan
Diawali Blokir Jalan
Sejak pagi hari, para pelajar yang melakukan aksi demonstrasi lebih dahulu memblokir kedua ujung Jalan Cilacap. Beberapa waktu setelahnya, mereka kemudian mulai bergerak dan mencoba untuk menyerbu gedung kementerian PP & K.
Puluhan pelajar berhasil merangsek ke Gedung kementerian PP & K. Namun sebelum jumlah pelajar yang berhasil masuk kian bertambah, petugas sudah terlebih dulu menutup pintu. Walhasil untuk sementara waktu kawasan sekitar gedung ini bisa dilokalisir.
Tetapi sebagian mereka yang berhasil merangsek ke dalam gedung langsung menyerbu ruangan Menteri Dr. Prijono dan Sekjen Menteri, Manixius Hotasoit. Dan para demonstran pelajar tentu saja tidak berhasil menemui keduanya. Sebab, Menteri sedang berdinas ke Surabaya dan Sekjen berada di luar kantor.
Atas kenyataan inilah, sejumlah demonstran pelajar –yang berhasil masuk gedung– marah, dan mulai mengacak-acak ruangan kedua pejabat tersebut. Beberapa barang dilemparkan ke luar gedung. Hal ini membuat keadaan di luar menjadi riuh. Sebagian dari demonstran pelajar memanjat gedung untuk memasang spanduk penolakan kenaikan uang ujian.
Polisi yang datang ke tempat kejadian tidak berhasil menghalau massa pelajar yang berjumlah ribuan itu. CPM yang datang beberapa lama kemudian, berupaya mengusir massa dengan menggunakan semprotan berisi air. Namun upaya ini kembali gagal. Hingga akhirnya aparat keamanan terpaksa melepaskan tembakan peringatan ke udara, lalu disusul aksi balasan oleh demonstran pelajar dengan melemparkan batu yang ada di sekitar.
Bentrokan kian tak terkendali hingga akhirnya hujan turun di sekitar lokasi. Ketegangan mulai mereda. Namun sebelum pelajar membubarkan diri, sebuah mobil yang terparkir di sekitar lokasi menjadi sasaran amuk massa. Mulanya mobil hanya akan dibalikkan. Namun gagal. Massa pelajar lalu nekat membakar mobil. Hingga barisan pemadam kebakaran terpaksa turun tangan untuk memadamkan api yang menghanguskan mobil milik pejabat tersebut.
Korban Berjatuhan
Aksi Penolakan Kenaikan Uang Udjian ini menimbulkan dua pelajar tewas. Dalam laporan Warta Bandung, yang terbit pada hari Rabu 13 November 1957, tercatat bahwa seorang pelajar bernama Djupri (15 tahun), siswa SMP V Dr. Sutomo Jakarta, tewas akibat luka tembak di bagian kepala.
Korban tewas lainnya adalah Thomas Suhartono (19 tahun) pelajar STM Jl. Budi Utomo yang terkena peluru tajam di bagian dada. Ia sempat dirawat di RSUP (kini dikenal RSCM, Rumah Sakit Nasional Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo), lalu dilakukan operasi bedah. Tetapi nahas. Ia tak berhasil diselamatkan, dan akhirnya turut merenggang nyawa.
Selain itu dua orang pelajar putri bernama Maemunah (15 tahun) dari SMP Mahasiswa dan Rossusanti (17 tahun) dari SMP Bakti terkena lemparan batu di kepalanya. Keduanya jatuh pingsan dan segera dibawa ke RSUP. Menurut laporan sejumlah surat kabar, total jumlah korban keseluruhan mencapai 12 orang.
Klarifikasi Panitia Aksi
Sementara tak lama setelah insiden itu terjadi, panitia aksi mengeluarkan sebuah pernyataan. Menurutnya, sebagaimana dikutip dari Warta Bandung yang terbit pada hari Kamis 14 November 1957:
"Bahwa terjadinya peristiwa tersebut djangan sampai memperuncing keadaan dan djangan sampai ada rasa dendam terhadap alat2 bersendjata jg kini justru sedang berusaha untuk menenteramkan keadaan, dan terutama sedang menghadapi perjuangan pembebasan Irian Barat. Disamping itu juga Panitja Aksi telah memutuskan untuk mengachiri boikotnja sampai kemarin saja, djustru untuk mendjaga hal2 jg tidak diinginkan dikemudian hari."
Ada pun salah seorang "Panitya Aksi" bernama M. Hata, masih dikutip dari surat kabar Warta Bandung yang terbit Kamis 14 November 1957, mengatakan bahwa:
"Adalah diluar rentjana semula untuk merusak gedung dan melempari alat2 negara itu. Tapi, tembakan2 jg dilepaskan telah mengenai beberapa orang teman kami dan dan anak2 sekolah lainnja mendjadi kalap dan berbuat demikian."
Berhubungan dengan insiden yang terjadi di dalam aksi Penolakan Kenaikan Uang Udjian, sejumlah organisasi pelajar angkat suara menyikapi persoalan tersebut. IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) daerah Priangan salah satunya. Kelompok yang memiliki kedekatan dengan partai kiri terbesar ini menyatakan sikap, sebagaimana dikutip secara utuh dari Warta Bandung yang berkepala Tindjau Kembali Kenaikan Uang Udjian!, yang terbit pada hari Sabtu 16 November 1957:
"Sangat menjesal timbulnja peristiwa tsb. jang sampai mengakibatkan adanja seorang peladjar dan beberapa orang lainnja luka parah. Kepada keluarga2 korban, pimpinan IPPI daerah Priangan menjampaikan bela sungkawa. Sangat diharapkan agar dari pihak alat2 negara dapat menjelesaikan/mengatasi kekeruhan suasana jg mendjadi akibat dari aksi tersebut dengan disertai kebidjaksanaan yang penuh.
Terhadap maksud2 aksi tersebut jg dilantjarkan sebagai aksi protes terhadap dinaikkannja uang udjian, pada prinsipnja IPPI daerah Priangan sangat menjetudjui sepenuhnja. Hanja disajangkan bahwa panitja aksi kurang tepat dalam mempersiapkan segala sesuatunja, hingga kemungkinan dibelokannja aksi tsb oleh anasir2 jg sengadja menjalahgunakan, adalah besar sekali.
IPPI daerah Priangan sangat mengharapkan kebidjakan pemerintah agar peraturan kenaikan uang udjian jg kini berlaku dan tengah ditentang oleh para peladjar segera ditindjau kembali.
Achirnja kepada semua peladjar diharapkan agar tetap memperteguh persatuannja dalam menghadapi kesulitan-kesulitan jg timbul dewasa ini, hendaknja selalu waspada terhadap berita2 provokatif jg dapat memungkinkan timbulnja ketegangan antara peladjar dan alat2 negara, lebih dalam saat2 menghadapi perdjuangan pembebasan Irian Barat seperti sekarang ini, dimana persatuan nasional seluruhnja harus kompak."
Tanggapan Pemerintah
Surat kabar Java Bode dan De Preangerbode, pada hari Rabu 21 November 1957, memuat tanggapan Panglima Komando Militer Kota Besar Jakarta Raya (kini, Kodam V/Jaya), Mayor E. Dachjar Sudiawijaya. Ia menilai ada kelompok tertentu yang ikut campur tangan pada peristiwa 12 November 1957.
Lebih lanjut Mayor E. Dachjar mengatakan, Pangdam akan segera mengusut kasus tersebut. Sejumlah aparatur negara yang terlibat, pejabat Kementerian Pendidikan, dan beberapa pelajar, bakal turut diinterogasi.
"Diharapkan hasil penyelidikan ini dapat dipublikasikan pada minggu depan," kata Mayor E. Dachjar, seperti dikutip dari Java Bode dan De Preangerbode yang terbit pada hari Rabu 21 November 1957.
Mayor E. Dachjar juga mengatakan pada pers bahwa saat itu dua orang telah ditangkap dalam rangka penyelidikan peristiwa 12 November 1957. Namun, dia enggan membeberkan nama kedua pelajar yang ditahan tersebut.
Sementara Menteri Pendidikan, Pengadjaran, dan Kebudajaan Dr. Prijono menyatakan, bahwa masalah yang dipicu aksi demonstrasi ini harus diselesaikan terlebih dahulu, setelah itu baru menyelesaikan soal kenaikan uang ujian negara secara berurutan.
“Percayalah, tidak ada pemerintah yang dengan sengaja memeras rakyat demi mengambil keuntungan dari kasus ini,” kata Menteri Dr. Prijono.
Menteri Dr. Prijono lebih lanjut menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya dua mahasiswa yang terkena peluru tajam saat kejadian tersebut.
Selain itu, Sekjen Manixius Hotasoit turut menerangkan duduk persoalan kepada surat kabar Antara, yang terbit Kamis 14 November 1957. Ia mengatakan tidak mengerti tentang peristiwa tersebut, terutama karena pada jam 10.30 sebetulnya ia masih berada di kantor Jalan Cilacap.
Namun hingga saat itu ia mengaku tidak menerima delegasi pelajar yang meminta bertemu atau menyampaikan suatu tuntutan kepada Kementerian PP & K. Meski sebelumnya ia sudah diberitahu tentang akan adanya demonstrasi pelajar.
Ada pun respons dari Parlemen Seksi E yang dengan segera mengadakan rapat istimewa. Mereka merundingkan insiden yang terjadi dalam aksi demonstrasi pelajar sekolah menengah, yang menuntut pencabutan kenaikan uang ujian.
Setelah rapat itu selesai, seksi E Parlemen menyerukan kepada segenap masyarakat umum: "supaja menenteramkan keadaan dan berusaha agar kedjadian sematjam itu tidak terulangi lagi. Seksi E tsb. kini sedang mengadakan hubungan dengan pemerintah guna bersama2 mentjari djalan keluar dari kesulitan2 tsb."
* Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan Yogi Esa Sukma Nugraha atau tulisan-tulisan lain tentang sejarah