MEMOAR KECIL #2: Di Gilimanuk, Catatan Perjalanan ke Bali
Bagaimana jika aku bisa meyakinkan petugas tanpa KTP? Apakah ada cara lain untuk masuk ke Bali?
Didin Tulus
Penulis penggiat buku, editor buku independen CV Tulus Pustaka. Tinggal di Cimahi.
2 Desember 2024
BandungBergerak.id – Di Pelabuhan Gilimanuk, Bali, matahari pagi memancarkan sinarnya yang menyilaukan, menciptakan bayangan panjang dari setiap benda yang berdiri di atas tanah. Saat itu pukul sebelas waktu setempat, dan aku sedang mengantre untuk menyeberang ke Bali. Ada perasaan gelisah yang tidak bisa aku abaikan. Perasaan ini semakin menguat saat aku melihat antrean pemeriksaan di depan. Para petugas tampak sibuk memeriksa setiap pendatang dengan seksama.
Aku meraba saku jaketku dan merasakan kekosongan di sana. KTP-ku hilang entah di mana. Rasanya baru kemarin aku melihatnya, tetapi sekarang, saat yang paling kubutuhkan, kartu tanda pengenal itu menghilang. Aku mulai berpikir, bagaimana jika mereka tidak membiarkanku masuk ke Bali tanpa identitas resmi?
Di tengah kerumunan orang-orang yang juga menunggu giliran, pikiranku melayang ke kejadian mengerikan yang pernah terjadi di pulau itu. Tragedi bom Bali yang mengguncang dunia dan meninggalkan luka mendalam di hati banyak orang. Aku membayangkan, mungkin pemeriksaan ketat ini adalah dampak dari peristiwa tersebut, sebuah langkah pencegahan untuk memastikan keselamatan semua orang.
Tapi aku harus ke Bali. Ada sebuah acara penting yang menungguku. Sigit Susanto, seorang penulis yang sangat kuhormati, akan mengadakan bedah buku “Menyusuri Lorong-Lorong Dunia Jilid 2” pada tanggal 6 Juni 2008 di Buleleng, Bali. Ini bukan hanya kesempatan untuk bertemu dengan Sigit, tetapi juga kesempatan untuk mendalami karya-karyanya yang selalu berhasil membuka wawasan dan memberi inspirasi.
Antrean semakin bergerak maju, dan detak jantungku ikut berdegup cepat. Di dalam benakku, berbagai rencana mulai terbayang. Bagaimana jika aku harus kembali? Bagaimana jika aku bisa meyakinkan petugas tanpa KTP? Apakah ada cara lain untuk masuk ke Bali? Semua pertanyaan itu memenuhi kepalaku.
Baca Juga: Apa Enaknya Mendapat Gelar Honoris Causa dengan Instan?MEMOAR KECIL #1: Perjuangan dari Pinggir Jendela, Menatap Masa Depan
Kehilangan KTP
Ketika giliranku tiba, seorang petugas dengan seragam rapi dan wajah serius menghampiriku. Dia meminta KTP-ku, dan dengan perasaan was-was, aku menjelaskan situasiku. Aku mengatakan bahwa kartu tanda pengenalku hilang, dan menunjukkan beberapa dokumen lain yang kupunya sebagai bukti identitas. Aku juga menjelaskan tujuanku ke Bali, berharap dia mengerti betapa pentingnya acara ini bagiku.
Petugas itu tampak berpikir sejenak, memeriksa dokumen-dokumen yang kuajukan. Waktu seakan berhenti sejenak. Aku bisa mendengar detak jantungku sendiri, keras dan tidak beraturan. Aku mencoba memasang wajah setenang mungkin, meski dalam hati, aku dipenuhi kegelisahan.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, petugas itu akhirnya mengangguk. Dia memperbolehkanku melanjutkan perjalanan dengan catatan aku harus segera melaporkan kehilangan KTP dan mengurus identitas baru begitu sampai di Bali. Aku mengucapkan terima kasih dengan penuh syukur, perasaan lega membanjiri diriku.
Menaiki kapal yang akan membawaku ke Bali, aku duduk di dek, menatap air laut yang berkilauan di bawah sinar matahari. Pikiran tentang acara bedah buku kembali mengisi kepalaku. Membayangkan bertemu Sigit Susanto dan mendengar pemikirannya langsung dari sang penulis memberikan semangat baru. Semua rasa was-was dan kekhawatiran tadi perlahan menghilang, digantikan oleh antusiasme yang tak terbendung.
Aku tahu perjalanan ini tidak akan mudah, dan mungkin akan ada tantangan lain yang harus kuhadapi. Namun, tekadku sudah bulat. Pertemuan dengan Sigit dan kesempatan untuk membahas buku “Menyusuri Lorong-Lorong Dunia Jilid 2” adalah sesuatu yang tidak bisa kulewatkan. Bali, dengan segala keindahan dan sejarahnya, menantiku di seberang sana. Aku siap untuk menjalani petualangan ini, meskipun dimulai dengan beberapa hambatan di pelabuhan.
Di dalam hati, aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu membawa KTP ke mana pun pergi. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga yang tak akan pernah kulupakan. Semoga perjalanan ini menjadi awal dari banyak kisah menarik yang bisa kuceritakan di masa depan.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Didin Tulus, atau artikel-artikel lain tentang literasi