• Indonesia
  • Walhi dan Karbon Mendesak KPK Menyeret Semua Pihak yang Terlibat Kasus Suap Pembangunan PLTU 2 Cirebon

Walhi dan Karbon Mendesak KPK Menyeret Semua Pihak yang Terlibat Kasus Suap Pembangunan PLTU 2 Cirebon

Sejak petinggi Hyundai ditetapkan sebagai tersangka, KPK belum juga menyeret seluruh pihak yang terlibat kasus suap PLTU 2 Cirebon.

Kelompok masyarakat sipil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi PLTU 2 Cirebon di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis, 28 November 2024. (Foto: Walhi Jabar)

Penulis Awla Rajul5 Desember 2024


BandungBergerak.id - Kelompok masyarakat sipil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi PLTU 2 Cirebon yang menjerat mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra. Desakan ini pun dilakukan Walhi Jabar dan Koalisi Bersihkan Cirebon (Karbon) dengan melakukan aksi di depan gedung KPK, Kamis, 28 November 2024.

Aksi ini masyarakat sipil dan terdampak PLTU 2 Cirebon dilakukan lantaran Kejaksaan Korea Selatan (Korsel), Rabu, 6 November 2024 lalu telah menggeledah Hyundai Engineering & Construction untuk menyelidiki dugaan suap yang dilakukan mantan Bupati Cirebon.

Melansir media lokal Korsel, Korea JoongAng Daily, melaporkan bahwa pada Rabu pagi waktu setempat, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul mengirimkan jaksa dan penyelidik ke kantor pusat Hyundai Engineering & Construction untuk mengamankan dokumen dan data komputer terkait dugaan kasus suap yang dilakukan oleh petinggi Hyundai.

Belakangan ini, diketahui bahwa Departemen Investigasi Kejahatan Internasional dari Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul tengah fokus mengungkap perusahaan-perusahaan dalam negeri yang menyuap pejabat pemerintah daerah selama ekspansi mereka di luar negeri.

Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar Siti Hannah Alaydrus menerangkan, berdasarkan kondisi internasional dan nasional yang tengah berkembang, seharusnya KPK turut serta melakukan tindakan tepat dan cepat untuk melanjutkan investigasi dan mengadili semua pihak yang terlibat.

Hannah bersama Karbon menuntut KPK untuk memenuhi akuntabilitasnya sebagai lembaga publik, dengan mengusut tuntas semua pihak penyuap dan semua pejabat publik yang terlibat tidak hanya Bupati, tapi juga jajaran pemerintah, pihak kecamatan, dan pihak Swasta. Walhi Jabar dan Karbon juga mendesak KPK untuk melanjutkan penyelidikan atas penetapan status tersangka seorang petinggi Hyundai berinisial HJ oleh KPK pada 15 November 2019.

“Upaya suap untuk memaksakan pembangunan PLTU Cirebon 2, di tengah over-supply energi di jaringan Jawa Bali, menunjukkan ada pihak-pihak yang sangat diuntungkan dari beroperasinya PLTU Cirebon 2. Sedangkan, orang yang tidak menyebabkan perubahan iklim sering kali mengalami dampak terburuk dan tercermin dalam sistem hukum terkait perubahan iklim,” ungkap Hannah, dikutip dari siaran pers Walhi Jabar.

Koordinator Karbon Adhinda Maharani menerangkan, kelompok masyarakat yang paling terdampak proyek strategis nasional ini adalah petani kecil dan nelayan. Mereka harus menghadapi ancaman kekurangan pangan, kehilangan mata pencaharian, serta kerusakan lingkungan yang mengancam tempat tinggal mereka.

“Segala bentuk pembangunan seharusnya tidak mengorbankan lingkungan dan rakyat, dengan dalih kepentingan umum,” kata Adhinda.

Pascaaksi, perwakilan massa aksi dari Walhi Jabar dan Karbon diterima untuk melakukan audiensi dengan KPK. Dalam audiensi, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan bahwa pemerintah Korea Selatan telah menangani kasus dugaan suap yang melibatkan beberapa petinggi PT. Hyundai. Asep mengaku sudah melakukan kontak dengan penyidik Korea Selatan.

“Perkara yang di sana terkendala itu karena saksi yang harus kita periksa adalah petinggi Hyundai. Nah dengan adanya kasus tersebut ditangani di Korsel, maka kita bisa bersama dengan pihak jaksa untuk bersama-bersama penanganan, jadi join investigation dengan pihak kejaksaan korsel. Korespondensi sudah kita bangun, hubungan sudah kita bangun, tinggal kita menunggu waktu yang tepat untuk pergi ke sana dan kita memeriksa beberapa saksi yang ada di sana,” kata Asep dalam audiensi tersebut.

Menanggapi apa yang disampaikan oleh Direktur Penyidikan KPK, Hannah menyebutkan, pihaknya akan mengawal kasus ini dan menunggu kabar dari KPK. Menurutnya, kasus ini sudah harus dilakukan pengembangan.

Hannah menuturkan, sebelumnya pihaknya sudah beraudiensi dengan pihak pemberi dana, Japan Bank International Corporation. Mereka berkomitmen menarik pendanaan mereka di PLTU 2 Cirebon apabila Sunjaya dan beberapa kontraktor yang terlibat terbukti melakukan korupsi.

“Jadi kami penting untuk memastikan bahwa perkara ini ada perkembangan di pengadilan. Jadi kami mungkin akan terus bersurat, menanyakan perkembangan kasus melalui jaringan yang kami miliki. Dan jika pun masih alot, tidak menutup kemungkinan akan ada aksi gelombang selanjutnya,” kata Hannah, saat dikonfirmasi BandungBergerak, Jumat, 29 November 2024.

Baca Juga: Memastikan Masa Depan Pekerja Ketika PLTU Cirebon Dipensiunkan
Nestapa Nelayan Akibat Kasus Korupsi PLTU 2 Cirebon
Mengurai Dampak Sosial dan Ketenagakerjaan dari Wacana Pensiun Dini Operasional PLTU Cirebon 1

Kelompok masyarakat sipil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi PLTU 2 Cirebon di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis, 28 November 2024. (Foto: Walhi Jabar)
Kelompok masyarakat sipil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi PLTU 2 Cirebon di depan gedung KPK, Jakarta, Kamis, 28 November 2024. (Foto: Walhi Jabar)

Kasus Korupsi PLTU Cirebon 2

PLTU 2 Cirebon yang berkapasitas 1.000 MW dibangun pada tahun 2017, lima tahun setelah PLTU 1 Cirebon mulai beroperasi. Kasus korupsi di PLTU ini pertama kali tercium ketika Bupati Cirebon periode 2014-2018, Sunjaya Purwadisastra ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Rabu, 24 Oktober 2018.

KPK mengamankan barang bukti uang tunai 116 juta rupiah dan bukti setoran ke rekening total 6,4 miliar rupiah. Lebih kurang setahun setelah penetapan Sunjaya sebagai tersangka, pada 15 November 2019, pejabat HJ juga ditetapkan sebagai tersangka.

HJ diduga memberi suap sebesar 6,04 miliar rupiah kepada Sunjaya terkait dengan perizinan PT Cirebon Energi Prasarana PLTU 2 di Kabupaten Cirebon dari janji awal 10 miliar rupiah. Pemberian uang dilakukan dengan cara membuat Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif. Hal tersebut dilakukan supaya seolah-olah ada pekerjaan jasa konsultasi pekerjaan PLTU 2 dengan kontrak senilai 10 miliar rupiah. Angka 10 miliar rupiah terbit setelah negosiasi yang awalnya diminta oleh Sunjaya untuk mengamankan demo sebanyak 20 miliar rupiah.

Kasus korupsi ini juga terkait suap pembuatan proses izin PLTU Cirebon 2 dan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon 2011 – 2031. Izin untuk proyek PLTU 2 bertabrakan dengan regulasi di Pasal 19 ayat 4 huruf a Perda No 17 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Wilayah Cirebon. Sebab, wilayah yang diizinkan untuk proyek PLTU hanya berada di Kecamatan Astanajapura.

Pascakeluar Fatwa Rencana Pengarahan Lokasi Nomor: 503/0129.02/BPPT tanggal 01 Maret 2017 dan bukti Perpanjangan Izin Lokasi Nomor: 503/0133.03/ DPMPTSP tanggal 13 Maret 2017, Herry Jung memberikan uang terima kasih sejumlah 50 juta rupiah kepada saksi Dede Sudiono dan Muhadi di Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Sayangnya, sejak Sunjaya dijebloskan ke dalam bui dan HJ sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum ada perkembangan lanjutan yang dilakukan oleh KPK untuk menyeret seluruh terduga pelaku yang terlibat dalam kasus suap di PLTU 2 Cirebon ini. 

 

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Awla Rajul atau artikel-artikel PLTU 2 Cirebon 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//