MAHASISWA BERSUARA: Karena Suporter Fomo Menjadi Makanan Kapitalis Sepak Bola (Indonesia)
Kapitalisme menciptakan segmen "customer" tersendiri dengan memanfaatkan kepolosan suporter fomo demi meraup keuntungan sebesar-besarnya atas nama klub sepak bola.
Muhamad Fikry Abrar Yoga Wardhana
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta
3 Desember 2024
BandungBergerak.id – Fear Of Missing Out atau yang biasa kita kenal dengan FOMO adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan atau kecemasan akan ketinggalan aktivitas tertentu. Istilah yang pertama kali dicetuskan oleh Patrick McGinnis pada tahun 2014, telah merambah ke banyak bidang, tak terkecuali sepakbola. Olahraga dengan basis pendukung yang identik dengan kesetiaan, solidaritas, wadah perjuangan, sekaligus wadah untuk menemukan makna hidup, tak luput juga menjadi sasaran empuk bagi kaum fomo. Bahkan dewasa ini terdapat istilah baru, seperti ultras gacoan, ultras seblak, dan lain sebagainya yang menjadi penanda bahwa mereka termasuk bagian dari suporter fomo tersebut.
Sepakbola yang kita kenal sekarang pada hakikatnya telah mengalami pergeseran makna dan status sosial. Pada mulanya sepakbola merupakan permainan sekaligus hiburan bagi rakyat, khususnya kelas pekerja, namun beberapa tahun terakhir telah berubah menjadi ladang bisnis bagi para kapitalis. Selain itu sepakbola yang awalnya memiliki tujuan sosial telah berganti menjadi tujuan kelompok atau individu tertentu.
Komersialisasi sepakbola yang sedang terjadi saat ini merupakan ancaman yang nyata bagi para suporter. Bagaimana tidak, para kapitalis berusaha mengubah segmen dari suporter menjadi customer. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Bahkan dewasa ini telah muncul fenomena baru di dalam dunia suporter Indonesia, apalagi kalau bukan suporter fomo.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Pendekatan Model Inkola Terhadap Anak Diabetes Melitus Tipe 1
MAHASISWA BERSUARA: Indonesia (Cemas) 2045, Menghadapi Tantangan Lingkungan Demi Keberlanjutan Bangsa
MAHASISWA BERSUARA: Tidak Ada Istilah FOMO Buat Para Mahasiswa yang Baru Mulai Membaca
Suporter Fomo
Bukan bermaksud mendiskriminasi atau membatasi, justru agak sedih rasanya melihat fenomena seperti ini. Suporter fomo yang baru muncul akhir-akhir ini bisa diibaratkan sebagai santapan lezat bagi para kapitalis. Mereka tidak menyadari bahwasanya mereka adalah sekelompok sapi yang sedang diperah oleh para kapitalis untuk memperkaya diri sendiri dan golongannya. Dengan memanfaatkan kepolosan dan fanatisme, para kaum fomo terus digerus finansialnya dengan banyak cara, seperti dituntut untuk menjadi member klub dengan manfaat yang hanya sebatas omong kosong, membeli merchandise klub, serta membeli tiket walaupun dibanderol dengan harga tinggi. Karena dengan cara seperti itu suporter fomo akan merasa bahwa eksistensinya ada, merasa lebih dekat dengan klub, serta lebih mencintai klub tersebut, padahal secara konsistensi dalam hal mendukung-pun belum tentu.
Harga tiket yang dibanderol dengan harga tinggi, sehingga hanya bisa dinikmati oleh segelintir golongan saja, telah membuat sepakbola menjauh dari lingkup sosialnya. Para kapitalis tak kiranya menjilat ludah mereka sendiri, karena telah melanggar janji manis dengan dalih “football for all” yang senantiasa mereka lontarkan.
Bahkan bisa dikatakan bahwa para kapitalis ingin menciptakan segmen customer tersendiri dengan memanfaatkan suporter fomo. Karena dengan kepolosannya, para kapitalis bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya, dengan dalih untuk mendukung finansial klub. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Herbert Marcuse, bahwa manusia didalam masyarakat modern adalah manusia satu dimensi. Dimensi yang dimaksud ialah dimensi ekonomi yang dibuat oleh para kapitalis.
Suporter fomo tidak sepenuhnya salah, mereka hanya belum tersadarkan terhadap sejarah sepakbola dan realitas sosial yang ada. Slogan seperti “Football for all”, “Football is for you and me, not for fucking industry” sejatinya harus senantiasa digaungkan sebagai bentuk perlawanan, serta merebut kembali sepakbola dari para kapitalis. Karena bagaimanapun juga, sepakbola merupakan olahraga dan hiburan para kelas pekerja
Mereka mengamatimu!!!
Mereka memanfaatkanmu!!!
Mereka menggerogotimu!!!
dan pada akhirnya,
Mereka Menghabisimu!!!
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara