Tak Ada Komitmen Konkret dari Paslon Pilgub Jabar 2024, Masa Depan Transisi Energi di Jawa Barat Redup
Rata-rata para paslon Pilgub Jabar 2024 menyinggung soal pelestarian lingkungan, tetapi masih mengawang-awang dan tidak jelas soal transisi energi.
Penulis Awla Rajul7 Desember 2024
BandungBergerak.id - Jawa Barat menjadi provinsi istimewa dalam uji coba proyek transisi energi, yang belum ada di provinsi lain. Pertama, PLTU Indramayu 1 menerapkan skema oplos (co-firing) biomassa dengan batu bara. PLTU Cirebon 1 diwacanakan pensiun dini pada 2035. Kedua, PLTU Pelabuhan Ratu menerapkan kedua skema tersebut sekaligus.
Dua skema “uji coba transisi energi” ini dikhawatirkan oleh organisasi lingkungan hanyalah solusi semu. Sementara orang-orang muda menuntut calon pemimpin masa depan Jawa Barat untuk menjalankan transisi energi bersih yang sebenarnya. Seadil-adilnya.
Perwakilan kelompok orang muda terdampak PLTU 1 Indramayu Eri Irawan menyampaikan, orang muda ikut terdampak sejak adanya pembangkit energi kotor ini. Alih-alih menghabiskan waktu di sekolah, anak-anak ini harus “bertanggung jawab” menghidupi ekonomi keluarga lantaran pendapatan orang tua mereka di sektor pertanian dan kelautan menurun pascaadanya PLTU.
“Ketika pembangunan dijanjikan akan menyerap tenaga kerja. Tetapi hanya lima persen yang masuk sebagai pekerja, itu juga bukan karyawan tetap, outsourcing, hanya tiga bulan atau paling lama lima bulan udah selesai. Mata pencaharian hilang, banyak pemuda yang memilih ke luar daerah,” kata Eri saat diskusi publik bertajuk Co-firing Biomassa, Selasa, 5 November 2024. “Sulit kita mencari anak muda, karena banyak yang lebih memilih ke luar daerah atau harus ke luar negeri untuk menjadi TKW (tenaga kerja wanita) atau TKI (tenaga kerja Indonesia).”
Merujuk data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kabupaten Indramayu menjadi penyumpang pekerja migran Indonesia terbanyak pada semester pertama 2024. Dalam periode ini ada sebanyak 11.526 pekerja migran Indonesia yang berasal dari Indramayu. Dalam beberapa tahun belakang, Indramayu sering menjadi “penyumbang” pekerja migran Indonesia.
Eri menyebut, banyak masyarakat, terutama pada bayi dan balita pada rentang tahun 2019-2021 terjangkit penyakit ISPA, diduga karena adanya PLTU. Merujuk data Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, ada 145 kasus bayi dan balita yang mengidap ISPA di Kecamatan Patrol pada 2019, 301 kasus pada 2020, dan 289 kasus pada 2021. Sementara di Kecamatan Sukra, ada 181 kasus bayi dan balita yang mengidap ISPA pada 2019, 183 kasus pada 2020, dan 186 kasus pada 2021. Kecamatan Patrol dan Sukra merupakan dua kecamatan terdekat dan terdampak PLTU.
Perwakilan Climate Ranger Cirebon Alsya Aqwiyah menerangkan, salah satu isu utama yang mencemari lingkungan di Cirebon adalah adanya PLTU. Alsya menyebut, PLTU Cirebon 1 seharusnya sudah harus dipersiapkan untuk dipensiunkan. Tetapi malah dibangun lagi PLTU baru di Cirebon yang lokasinya bersebelahan, yaitu PLTU Cirebon Power Unit II.
“Kalau memang mau mengatasi masalah yang satu, ya jangan menimbulkan yang baru,” kata Alsya dalam kegiatan nobar dan diskusi debat Pilgub kedua tentang lingkungan, Sabtu, 16 November 2024. “Apalagi banyak sekali dampak buruk dari PLTU itu sendiri, tidak hanya ke lingkungan, tapi juga ke kesehatan dan juga ke ekonomi dan sosial masyarakat sekitarnya.”
Mayoritas warga di sekitar PLTU mengeluhkan terganggunya saluran pernapasan hingga gatal-gatal di kulit. Alsya menegaskan, sektor energi kotor bisa dialihkan menjadi energi terbarukan. Makanya ia berharap kepada calon pemimpin masa depan: Gubernur Jawa Barat, Wali Kota Cirebon, dan Bupati Cirebon untuk memiliki komitmen dan upaya yang serius bertransisi energi jika terpilih.
Perwakilan Aliansi Bersihkan Sukabumi (Asihkan Bumi), Aura Rahman menceritakan, ketika ia KKN di daerah Cisolok, Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, ia banyak mendapatkan cerita dari nelayan yang mengeluh harus semakin jauh mencari ikan. Jarak jelajah yang semakin jauh ini dinilai karena dampak adanya PLTU Pelabuhan Ratu.
Aura yang jarak rumahnya terpaut empat jam perjalanan dari Pelabuhan Ratu pun merasakan dampak peningkatan suhu dan polusi. “Yang paling dirasakan memang polusi, sangat gersang sekali. Apalagi kan sebelumnya Sukabumi asri, sekarang benar-benar polusi,” ungkapnya.
Mahasiswi Sistem Informasi Universitas Nusa Putra ini menelaah jalannya debat kedua Pemilihan Gubernur yang membahas tentang lingkungan, Sabtu, 16 November 2024 lalu. Berkaitan dengan isu lingkungan, keempat paslon Gubernur Jabar dinilai hanya memberikan jawaban yang cenderung umum dan kurang memberikan langkah-langkah kongkret yang akan diambil.
“Misalnya mereka tidak menjelaskan bagaimana tantangan dalam implementasi energi terbarukan, seperti biaya, infrastrukturnya, dan keterlibatan masyarakatnya. Terus tidak ada penjelasan yang mendalam tentang bagaimana mereka akan memastikan, terutama masyarakat terdampak dari energi kotor ini akan mendapatkan manfaat dari program transisi energi,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp, Kamis, 21 November 2024.
Menurutnya, terdapat dua paslon yang cenderung memiliki visi-misi yang kuat di sektor lingkungan dan transisi energi. Meski begitu, belum ada parameter yang kuat untuk membuktikan kalau mereka akan memenuhi komitmennya dan benar-benar mengimplementasikannya.
“Saya harap apa yang mereka lontarkan itu bisa benar-benar berdampak untuk masyarakat. Penting untuk dicatat, visi-misi itu bisa dikemas dengan baik, argumentasi bisa diimprovisasi, tapi yang saya minta adalah kerja nyata dari mereka ketika nanti terpilih menjadi pemimpin,” tegasnya.
Kelompok muda memang memiliki kesadaran lingkungan yang cukup tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Berdasarkan Survei Nasional Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh Indikator pada 2021, 82 persen responden mengetahui tentang perubahan iklim. Menurut responden dari survei itu, PLTU dan pertambangan termasuk 10 besar penyumbang terbesar perubahan iklim.
Total responden dari survei itu sebanyak 4.020 orang, yang terdiri dari 3.216 Generasi Z (17-26 tahun) dan 804 Millennial (27-35 tahun). Dua sampel ini telah merepresentasikan 40 persen dari total pemilih pada pemilu 2024. Para responden ini juga setuju jika investasi terhadap sumber energi terbarukan menjadi hal yang krusial, sementara penggunaan bahan bakar fosil harus dikurangi jika ingin mengatasi perubahan iklim.
Mendorong Kebijakan di Masa Pemilu
Transisi energi awalnya merupakan dorongan global untuk membatasi kenaikan emisi global di bawah 2 derajat celcius dengan adanya Perjanjian Paris, kesepakatan internasional untuk mengatasi perubahan iklim. Indonesia ikut berkomitmen menurunkan emisi sebesar 31,89 persen pada tahun 2030 dan dapat dinaikkan hingga 43,20 persen dengan kerja sama internasional.
Lantas pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali tercapai salah satu komitmen di bidang transisi energi. Untuk mengembangkan transisi energi terbarukan dan menurunkan penggunaan energi fosil, Indonesia mendapatkan pendanaan internasional, yaitu Energy Transition Mechanism dan Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar USD 20 miliar.
Selain itu, dari dua poin khusus terkait sektor energi, para pemimpin G20 juga menyepakati untuk mempercepat dan memastikan transisi energi yang berkelanjutan, adil, terjangkau, dan investasi inklusif. Atas “dorongan global” dan komitmen inilah, Indonesia perlu bertransisi, meninggalkan energi fosil dan beralih menggunakan energi terbarukan.
Sayangnya, transisi energi belum menjadi pertimbangan yang utama bagi pemilih dalam menentukan pilihan. Pun begitu, keempat paslon Gubernur Jawa Barat belum menaruh sektor lingkungan sebagai prioritas utama dalam visi-misi, apalagi persoalan transisi energi yang masuk ke dalam tema besar persoalan krisis iklim dan lingkungan.
Salah satu hasil Survei Persepsi Masyarakat Jawa Barat tentang Isu Transisi Energi dan Dampak Perubahan Iklim dalam Momentum Pilkada 2024, yang dilakukan oleh Center for Economics and Development Studies (CEDS) Unpad, Koalisi untuk Energi Bersih (Kutub) Jawa Barat, dan Yayasan Cerah Indonesia menemukan bahwa isu transisi energi dan dampak perubahan iklim mulai menjadi pertimbangan dalam pilihan politik masyarakat.
“Namun masyarakat masih lebih fokus pada isu-isu sosial seperti bantuan sosial dan pembangunan infrastruktur,” mengutip salah satu temuan utama dari survei tersebut.
Sekelompok orang muda yang tergabung dalam Gerakan Pilah-Pilih lantas menyusun sebuah rekomendasi kebijakan yang bertajuk “Muliakeun Bumi Parahyangan: Mencari Pemimpin Jawa Barat Peduli Rakyat, Iklim, dan Mewujudkan Transisi Energi Bersih”. Mereka yang tergabung dalam gerakan ini adalah Rhizoma Indonesia, Climate Ranger Jakarta, Climate Ranger Cirebon, Salman Environmental Rangers, dan Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (Karbon).
Penyusunan policy brief itu dilakukan untuk mempengaruhi program dan kebijakan yang akan dilakukan oleh para paslon nantinya ketika terpilih dan menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur. Penyusunan rekomendasi kebijakan itu pun dilatarbelakangi lima faktor utama penyebab darurat iklim di Jawa Barat, yaitu sektor energi dan kelistrikan, transportasi, persampahan, tata guna lahan, dan korupsi iklim.
Klistjart Tharissa Bawar, perwakilan orang muda dari Rhizoma Indonesia menerangkan beberapa tanda-tanda kondisi darurat iklim Jawa Barat, seperti daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sudah terlampaui, serta jumlah kejadian bencana terbanyak berkaitan langsung karena krisis iklim.
Caca, demikian ia akrab disapa, menyebutkan, 1.389 kejadian bencana sepanjang Januari hingga Oktober 2024 yang berdampak kepada 453.447 jiwa penduduk Jawa Barat, merupakan bencana yang berhubungan langsung karena dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Adapun penyebabnya, salah satunya adalah sektor energi dan kelistrikan.
“Siapa yang terpilih, kami berkeinginan mereka memiliki ambisi dan berkomitmen untuk memasukkan isu lingkungan, khususnya isu aksi iklim dan juga transisi energi menjadi salah satu isu yang benar-benar mereka komitmen untuk dijalankan,” tegas Caca pada Diseminasi Rekomendasi Kebijakan, Kamis, 7 November 2024.
Dalam 10 tuntutan yang dibuat, orang muda yang tergabung dalam Gerakan Pilah-Pilih ini, mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih untuk membuat kebijakan daerah yang mendorong dekarbonisasi di segala sektor untuk menekan laju emisi gas rumah kaca. Pemimpin terpilih Jabar juga didesak merevisi Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dengan mengurangi porsi penggunaan energi fosil dan memperbanyak energi terbarukan.
“Mendukung desentralisasi energi dengan pengembangan energi terbarukan berbasis komunitas. Inisiatif ini perlu masuk dalam RUED dan disokong dukungan regulasi dan dukungan finansial. Kebijakan perlu diarahkan untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mempercepat pensiun dini PLTU guna mengurangi emisi karbon,” mengutip poin tiga dan 10 tuntutan orang muda yang tergabung dalam Gerakan Pilah-Pilih di sektor energi dan kelistrikan.
Caca menilai, isu lingkungan dan transisi energi belum menjadi isu prioritas para paslon Gubernur, jika berkaca dari visi-misinya. Kata kunci terhadap lingkungan ada yang ditaruh di visi, adapula diletakkan di misi paslon di nomor yang paling bawah. Beberapa kata kunci tentang lingkungan, seperti “pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan yang Berkelanjutan”, “menjaga kelestarian lingkungan hidup warisan leluhur”, “menyelaraskan hidup masyarakat Jabar dengan lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan”, dan “lingkungan hidup yang proporsional”.
“Di visi dan misinya pun, isu lingkungan biasanya ada di nomor tiga ke bawah, bahkan ada paslon yang menuliskan itu di paling terakhir. Kami melihat, paslon belum memiliki keberpihakan terhadap isu-isu lingkungan dan juga transisi energi,” kata Caca.
Caca mendesak agar pemimpin Jawa Barat menjadikan lingkungan sebagai salah satu program prioritas. Sebab, baik-buruk kondisi lingkungan akan sangat mempengaruhi taraf hidup masyarakat, ekonomi, kesehatan, dan kualitas hidup. Orang muda juga mendesak pengolahan sampah yang bukan berbasis pembakaran, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan refuse derived fuel (RDF).
“Kami merasakan dampak, kami juga sudah melihat kondisi kerusakan lingkungan yang nyata, tapi calon-calon pemimpin ini, mereka terlihat tidak serius untuk menanggulangi permasalahan yang ada di depan mata. Karena kalau isu lingkungan ini tidak menjadi isu prioritas, mau dibawa ke mana nanti masa depan kita? Masa kita terus-terusan mau menjadi korban,” katanya retoris. “Kita sebagai anak muda juga pengen ada perubahan kualitas hidup.”
Perwakilan Climate Ranger, Ginanjar Ariyasuta menerangkan, krisis iklim sangat erat kaitannya dengan peningkatan gas rumah kaca. Emisi ini pun dihasilkan begitu banyak melalui PLTU. Diperkirakan lebih dari 14 Gton C02e atau sekitar sepertiga emisi global dihasilkan dari pembangkit energi kotor ini.
Karena inilah, Ginanjar mendesak pemerintah masa depan Jabar untuk menaikkan target bauran energi dan memaksimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Ia juga sangat mengharapkan pemerintah melakukan desentralisasi energi berbasis komunitas. Menurutnya, praktik desentralisasi energi berbasis komunitas telah terbukti meningkatkan ekonomi rakyat. Pola ini pun membuat komunitas masyarakat mandiri energi dari potensi sumber daya alam yang dimiliki. “Kami sangat mengharapkan ada yang berkomitmen soal transisi energi ini,” kata Ginanjar.
Beralih ke energi terbarukan dan meninggalkan energi kotor adalah langkah krusial untuk mencapai target transisi energi berkeadilan. Merujuk analisis IESR, untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050, Indonesia perlu mengurangi kapasitas dan pembangkit listrik dari PLTU sebesar 11 persen pada 2030, lebih dari 90 persen pada 2040, dan menghentikan seluruh operasional PLTU pada 2045.
“Langkah ini juga memungkinkan penetrasi eneri terbarukan mencapai 40 persen dalam bauran energi primer sector listrik pada 2030. Studi IESR berjudul Beyond 443 GW menunjukkan, Indonesia mempunyai total potensi teknis energi surya, angin, air dan biomassa 7.879,43 GW dan 7.308,8 GWh untuk PHES. Dengan potensi ini, Indonesia dapat mengandalkan sumber daya energi terbarukan untuk bertransisi secara cepat dan berbiaya rendah,” mengutip siaran pers IESR, 21 November 2024.
Menyerahkan Rekomendasi dan Tanggapan Para Paslon
Rekomendasi Kebijakan yang bertajuk “Muliakeun Bumi Parahyangan: Mencari Pemimpin Jawa Barat Peduli Rakyat, Iklim, dan Mewujudkan Transisi Energi Bersih” telah diserahkan kepada keempat paslon di masa kampanye. Diberikan saat kampanye agar rekomendasi itu mempengaruhi rencana kebijakan dan akan ditagih saat nanti mereka telah terpilih sebagai pemimpin Jawa Barat.
Perwakilan Salman Environmental Ranger, pertama kali menyerahkan rekomendasi kebijakan kepada calon Wakil Gubernur nomor urut 03 Ilham Habibie, pada kegiatan Sarasehan Tokoh Aktivis Lingkungan Hidup Jawa Barat, Sabtu, 2 November 2024. Lalu tim Gerakan Pilah-Pilih menyerahkan rekomendasi kebijakan itu kepada seluruh paslon, termasuk kepada KPU Jabar setelah pelaksanaan debat pertama Pilgub yang diselenggarakan di Unpad Dipatiukur, Senin, 11 November 2024.
Namun saat penyerahan itu, tim Gerakan Pilah-Pilih tidak mendapatkan pernyataan maupun tanggapan dari keempat paslon. Lantas, Gerakan Pilah-Pilih berupaya menjadwalkan audiensi langsung dengan keempat paslon. Hingga 22 November 2024, tim Gerakan Pilah-Pilih tidak bisa melangsungkan audiensi dengan paslon 01, 03, dan 04.
Melalui tim pemenangan paslon 01, disebutkan, pasangan Acep-Gita hari itu tengah sibuk menyiapkan diri untuk debat pamungkas. Tim pemenangannya lantas menyampaikan materi terkait komitmen paslon 01 tentang transisi energi.
“Pasangan Acep Adang Ruhiat dan Gitalis Dwi Natarina, dengan visi Jawa Barat Bahagia Lahir dan Batin, memberikan perhatian serius terhadap isu krisis iklim, transisi energi, dan energi terbarukan. Melalui misi ketiga mereka, yaitu Mempercepat Pembangunan Wilayah Berbasis Lingkungan yang Berkelanjutan, pasangan ini menegaskan komitmennya untuk memprioritaskan kebijakan-kebijakan yang tidak hanya mengutamakan pembangunan fisik, tetapi juga kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam,” ungkap tim pemenangan melalui pesan WhatsApp, Jumat, 22 November 2024.
Tim pemenangan lantas menegaskan, paslon 01 berkomitmen untuk mempercepat pembangunan wilayah berbasis lingkungan yang berkelanjutan. Paslon 01 juga berkomitmen untuk mempercepat transisi energi melalui peningkatan penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi, yang dapat dimanfaatkan secara optimal di berbagai wilayah Jawa Barat. Pengelolaan sumber daya energi ini akan sejalan dengan Rencana Umum Energi Daerah (RUED), yang menjadi landasan peta jalan energi terbarukan di provinsi Jawa Barat.
Paslon 01 juga disebut mendukung rencana JETP untuk mempensiunkan dua PLTU di Jawa Barat (PLTU Cirebon 1 dan PLTU Pelabuhan Ratu) pada tahun 2035 dan 2037. Pensiun dini ini akan diikuti dengan langkah-langkah untuk melindungi pekerja yang terdampak dan menyediakan pelatihan di sektor energi hijau. Langkah ini disebut akan membuka peluang penciptaan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Paslon 01 juga akan berpartisipasi dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam transisi energi. Pasangan ini percaya bahwa keterlibatan masyarakat adalah kunci sukses transisi energi. Program Desa Bahagia yang diusung, misalnya, akan mengintegrasikan energi terbarukan seperti pemasangan panel surya di desa-desa untuk mendukung pengurangan emisi karbon. Selain itu, program ini akan melibatkan UMKM dan masyarakat lokal dalam rantai pasokan teknologi energi terbarukan, memberikan kesempatan ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat pedesaan.
“Untuk membahagiakan bumi dan alam Jawa Barat, kami kami mempunyai gerakan Jabar Go Green'! Jabar Go Green adalah gerakan kolektif untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik dan membahagiakan. Bersama-sama, mari kita wujudkan Jawa Barat yang berkebudayaan, ramah lingkungan dan bahagia, dari desa hingga kota,” kata Gitalis Dwi Natarina, Calon Wakil Gubernur Jawa Barat nomor urut 01.
Untuk mendukung program Jabar Go Green itu, paslon 01 mempunyai program satu rumah satu pohon, kampong energi surya, sekolah hijau, dan pembentukan badan pengelolaan sampah. Tim pemenangan lantas menegaskan, topik transisi energi tidak banyak dieksplorasi dalam debat kedua karena waktu yang terbatas.
Tim Gerakan Pilah-Pilih, berkesempatan melakukan audiensi langsung dengan calon Wakil Gubernur nomor urut 02, Ronal Surapradja, melalui Zoom Meeting, Jumat, 22 November 2024. Dalam audiensi itu, Ronal menyampaikan, pasangan Jeje-Ronal menaruh kata kunci “lestari” dalam visi. Itu ditegaskannya sebagai bukti kepedulian paslon ini terhadap kelestarian alam.
“Ketika ada kewenangan, kesempatan untuk membuat kebijakan, untuk bisa membuat anggaran, kenapa gak harus diambil itu. Sehingga will saja gak cukup, harus ada power juga. Jadi soal lingkungan Insya Allah, saya mah concern pisan,” kata Ronal yang mengaku menyaksikan banyak masalah lingkungan di Jawa Barat dan akan selalu memandangnya dari sisi pandang rakyat.
Ronal menyadari bahwa ancaman dan potensi bencana yang ada di Jawa Barat salah satunya disebabkan karena perubahan iklim. Menurutnya, alam Jawa Barat telah banyak hancur, sementara banyak masyarakat yang masih miskin. Makanya, jika nanti ia dipercaya menjabat sebagai Wakil Gubernur, ia mengajak orang-orang muda untuk memberikan rekomendasi kebijakan dan melakukan diskusi terpumpun.
Ia menegaskan, dirinya sangat terbuka dengan kolaborasi dan orang muda merupakan salah satu pihak yang harus terlibat untuk kebaikan lingkungan dan kesejahteraan. Sayangnya di sektor energi, Ronal tak banyak mengetahui dan memiliki pemahaman yang cukup terkait transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Betul, kumaha atuh masih energi fosil kita teh. Tapi kita kan berbicara Jawa Barat saja tidak cukup karena ini keputusannya juga dari nasional. Jawa Barat nanti harus punya peran lebih aktif dalam menyuarakan ini (transisi energi), minimal kita selamatkan Jawa Baratnya. Syukur-syukur kita bisa membawa rekomendasi kalian ke pusat,” katanya.
Ronal mengakui belum membaca dan tidak mengetahui kebijakan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang sudah diberlakukan, bagaimana revisinya, maupun rancangan RUED yan baru. Ia juga menyampaikan, posisinya masih sebagai calon. Ia belum tahu kebijakan dan belum bisa membahas persoalan ini lebih jauh. Dalam audiensi itu, ia memberikan janji dan komitmen kepada orang muda untuk menjaga kelestarian alam Jawa Barat sebaik-baiknya
“Punten, saya belum tau kebijakan yang sudah ada seperti apa sekarang, tapi Insya Allah nanti ketika sudah dipercaya masyarakat Jabar, tong hariwang, jaminan, saya yang akan menjaganya,” ungkap Ronal percaya diri.
Ronal menyebut, pasangan Jeje-Ronal memiliki program Jabar Lestari yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Terkait energi, beberapa programnya seperti konversi sampah menjadi energi, workshop migrasi kendaraan berbahan bakar minyak ke listrik, dan penggunaan solar panel di gedung milik pemerintah. Ia mengakui bahwa program-program itu dibuat untuk kebutuhan debat, sehingga belum berdasarkan kajian yang komprehensif dan mendalam.
Ia pun berkomitmen untuk menjalankan demokratisasi energi yang berbasis komunitas. “Soal energi, soal apa pun juga akan melibatkan rakyat, dimulai dari komunitas. Contohnya ekonomi kerakyatan, itu harus diawali dari masyarakat yang paling kecil, dari komunitas. Jadi kalau misalnya untuk menggerakkan kebaikan ekonomi komunitas, kenapa buat kebaikan alam juga gak bisa digerakkan? Jadi kalau di suatu daerah ada potensi alam dan potensi alamnya baik untuk kebaikan alam, tentu kami akan senang,” katanya.
Ronal lantas menegaskan dirinya belum bisa memberikan jawaban dan janji program lebih lanjut. Sebab ia masih belum tahu kebijakan, evaluasi kebijakan yang sudah berjalan, dan lainnya. Tetapi, adanya kata “Lestari” dalam visi pasangannya merupakan sebuah komitmen dari pihaknya terhadap keberlanjutan lingkungan, perbaikan lingkungan, termasuk di dalamnya transisi energi.
Baca Juga: Menanti Pensiun Dini PLTU Batu Bara di Jawa Barat, Bercermin dari Dampak Mematikan Polusi di India
PLTU di Jawa Barat sebagai Penyumbang Polusi Udara Lintas Batas
Visi Prabowo Pensiunkan Seluruh PLTU pada 2040 Kurang Ambisius
Sementara Calon Wakil Gubernur nomor urut 03 Ilham Habibie, setelah penyerahan rekomendasi kebijakan di Sarasehan Tokoh Aktivis Lingkungan Hidup Jawa Barat, Sabtu, 2 November 2024 menyampaikan, Indonesia memang sudah memiliki target net zero emission dan memiliki sekretariat JETP. Meski begitu, di konteks kebijakan transisi energi, kewenangan provinsi tetap perlu melakukan diskusi, koordinasi, dan kerja sama dengan pemerintah pusat dan PLN.
“Kalau soal energi itu sentral ya dari PLN, kita di sini cuma nasabah. Jadi yang bisa kita lakukan harus bekerja sama dengan PLN, untuk memudahkan PLN menjadi lebih ke arah energi terbarukan. Kita sebagai Jabar yang kita bisa lakukan itu, kita lobi ke mereka. Kedua, kita membantu mereka untuk memudahkan investasi di area energi terbarukan. Kita gak bisa kerja sepihak sebagai pemerintah provinsi, karena di sini ada pln dan juga pemerintah pusat,” ungkapnya menanggapi pengembangan energi terbarukan di Jabar.
Ilham Habibie menerangkan, selaku penyedia listrik utama bagi masyarakat, PLN menghadapi trilemma, yaitu keterjangkauan, ketersediaan, dan keberlanjutan. Adanya dorongan untuk menghasilkan listrik yang murah, PLTU batubara acapkali menjadi jalan pintas dengan “mengorbankan keberlanjutan”.
Ilham menegaskan, Indonesia tidak bisa terus menerus bertumpu pada pengadaan listrik dari batu bara. Biayanya memang murah, tetapi banyak konsekuensi yang harus ditanggung oleh masyarakat. Makanya, jika ia terpilih menduduki kursi Wakil Gubernur, menurutnya, yang perlu dilakukan oleh pemerintah provinsi adalah melobi dan memudahkan pemerintah pusat dan PLN untuk mengembangkan energi terbarukan di Jawa Barat.
Jawa Barat, lanjutnya, memiliki potensi energi terbarukan, seperti tenaga surya dan geothermal. Energi dari surya seringkali akan menghadapi tantangan pengadaan lahan. Persoalan lahan inilah yang bisa “dimanfaatkan” pemerintah provinsi untuk mengembangkan energi terbarukan. Ia pun bangga sudah ada sumber energi terbarukan tenaga surya terbesar di Asia Tenggara, yaitu PLTS Terapung Cirata.
Di samping itu, Ilham juga menyebut, Jabar punya potensi energi geothermal terbesar se-Indonesia. Namun, geothermal ini membutuhkan investasi besar. Sehingga, pemerintah provinsi bisa memudahkan investor agar mau menanamkan modal mengembangkan energi panas bumi ini di Jawa Barat.
“Kalau misalnya tenaga surya, tantangannya lebih dekat dengan ketersediaan lahan. Bagaimana kalau kita misalnya memberikan insentif untuk warga atau industri, kalau dia pasang tenaga surya, solar panelnya di atas, kan lumayan ya. Kita cicil, dikit-dikit juga jadi bukit. Jadi kalau semua ikut kan ada pengurangan, lumayan,” terangnya yang setuju dengan demokratisasi energi berbasis komunitas.
Sementara dari paslon 04, Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan, tim Gerakan Pilah-Pilih belum berkesempatan melakukan audiensi. BandungBergerak lantas mencoba meminta tanggapan dari tim pemenangan Dedi-Erwan. Tim pemenangan paslon 04, mengirimkan dokumen visi-misi dan program yang dicanangkan oleh paslon dengan elektabilitas tertinggi ini.
Dalam poin misi, paslon ini menaruh kata kunci “lingkungan hidup yang proporsional” dalam poin yang misi utamanya adalah mengurangi disparitas pembangunan Utara-Selatan. Sayangnya, paslon ini tidak memiliki program khusus di sektor transisi energi, meski memiliki tiga program unggulan di sektor lingkungan yang menjadi payung isu umum.
Terkait energi, paslon 04 ini memiliki program unggulan mengelola sampah menjadi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Sementara dua program unggulan lingkungan lainnya adalah menghijaukan kembali kawasan hutan yang rusak dan melindungi dan menyelamatkan mata air. Program mengelola sampah menjadi energi sayangnya tidak selaras dengan rekomendasi kebijakan yang telah diberikan oleh Gerakan Pilah-Pilih.
Darurat Transisi Energi
Keempat paslon Gubernur Jawa Barat memang memiliki program masing-masing di bidang lingkungan, meski ada yang belum secara spesifik di sektor transisi energi. Keempat paslon sudah diberikan rekomendasi kebijakan yang diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan para calon pemimpin sejak masa kampanye. Tapi sayangnya, rekomendasi kebijakan itu belum tercerminkan dari keempat paslon.
Beberapa program yang dicanangkan oleh beberapa paslon, bahkan bertentangan dengan rekomendasi kebijakan yang disusun oleh kelompok orang muda Gerakan Pilah-Pilih. Salah satu yang paling menonjol adalah program mengolah sampah menjadi energi. Menjadikan sampah sebagai energi perlu melalui proses pembakaran. Metode ini pulalah, salah satunya, yang ditentang oleh orang muda agar tidak diimplementasi.
Perwakilan Rhizoma Indonesia, Dani Setiawan, menyampaikan kekecewaannya. Keempat paslon Gubernur sudah mendapatkan rekomendasi kebijakan dari orang muda terkait lingkungan. Namun bercermin dari debat kedua, para paslon seperti tidak ada yang mengadopsi isi rekomendasi kebijakan yang disusun oleh orang muda itu. Ia juga menilai, keempat paslon tampaknya tak ada yang benar-benar peduli terhadap perubahan iklim. Para paslon tidak ada yang membahas tentang komitmen memasifkan penggunaan energi terbarukan, demokratisasi energi, maupun penghapusan energi fosil.
“Aku jujur pusing, terlalu emosi. Mewakili teman-teman yang peduli terhadap lingkungan hidup, hari ini debat kedua kami nyatakan gagal, enggak ada gagasan,” kata Dani menanggapi jalannya debat kedua tentang lingkungan, Sabtu 16 November 2024
Bercermin dari keempat visi-misi dan program pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, rasanya pesimis jika Jawa Barat mampu berambisi lebih jauh mencapai bauran energi terbarukan. Pencapaian bauran energi terbarukan dan suntik mati PLTU di Jabar, kini ada di pilihan rakyat, melalui Pilkada.
Hasil Pilkada Jawa Barat pun tak jauh berbeda dari hasil survei elektabilitas yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga survei, yaitu pasangan nomor urut 04 Dedi-Erwan unggul jauh dari tiga paslon lainnya. Berdasarkan hasil hitung cepat dari Litbang Kompas dan Indikator, pasangan Dedi-Erwan memperoleh suara di atas 60 persen se-Jawa Barat.
Tersisa selangkah lagi bagi pasangan nomor urut 04 ini untuk menduduki kursi eksekutif Jawa Barat di Gedung Sate, yaitu perhitungan resmi dari KPU yang akan diumumkan 15 Desember mendatang. BandungBergerak lantas mencoba meminta waktu kepada Dedi Mulyadi untuk memberikan pernyataan terkait bagaimana komitmennya menerapkan transisi energi yang berkeadilan di Jawa Barat ketika sudah menjabat.
Sayangnya, pesan permohonan wawancara yang dikirimkan pada Jumat, 29 November 2024 dan Kamis, 5 Desember 2024, tak kunjung direspons hingga artikel ini dipublikasi.
*Liputan ini merupakan hasil kolaborasi dengan Rhizoma Indonesia untuk mengawal rekomendasi kebijakan Transisi Energi di Jawa Barat pada momentum Pilkada 2024