Menanti Pensiun Dini PLTU Batu Bara di Jawa Barat, Bercermin dari Dampak Mematikan Polusi di India
PLTU menggunakan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit. Pembakaran batu bara membuahkan polusi tak kasat mata yang membahayakan kesehatan jika dihirup.
Penulis Iman Herdiana14 November 2024
BandungBergerak.id - Pemerintah menjanjikan akan mengurangi penggunaan batu bara yang merupakan bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Saat ini pemerintah sedang menyusun peta jalan pemensiunan dini PLTU berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Ada 13 PLTU direncanakan akan dipensiunkan dini secara bertahap dengan mempertimbangkan keekonomian serta tidak menimbulkan gejolak kekurangan pasokan dan kenaikan harga listrik. Sedangkan untuk PLTU yang beroperasi akan diterapkan teknologi CCT, antara lain dengan mengimplementasikan teknologi supercritical dan ultra-supercritical.
Pemerintah menyebut, terdapat 7 tujuh PLTU batu bara yang telah beroperasi menggunakan teknologi supercritical dan ultra supercritical dengan total kapasitas 5.455 MW, yaitu PLTU Cirebon (660 MW), PLTU Paiton 3 (815 MW), PLTU Cilacap 3 (660 MW), PLTU Adipala (660 MW), PLTU Banten/LBE 1 (660MW), PLTU Jawa 7 Unit 1 (1.000 MW) dan PLTU Jawa 8 (1.000 MW).
Bahaya PLTU Batu Bara, Bercermin dari India
Kekhawatiran dampak penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik sudah lama disuarakan oleh para aktivis lingkungan. Di ranah akademik pun menyuarakan hal yang sama, seperti dalam penelitian yang dilakukan Krisma Trianisa, Eko Priyo Purnomo, Aulia Nur Kasiwi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia.
Dalam jurnal berjudul “Pengaruh Industri Batubara Terhadap Polusi Udara dalam Keseimbangan World Air Quality Index in India”para peneliti memaparkan, meningkatnya populasi manusia telah banyak mempengaruhi ekosistem bumi.
Menurut Krisma Trianisa dkk, saat ini bumi mengalami perubahan iklim. Hal ini merupakan bentuk ketidakmampuan bumi terhadap tekanan kebutuhan manusia yang tiada batas. “Bahkan salah satu bentuk ketidakmampuan bumi yaitu polusi menjadi suatu masalah besar sehingga mendapat perhatian dunia hingga saat ini. Salah satu jenis polusi yaitu polusi udara dinilai telah menyumbang lebih tinggi angka kematian dibandingkan asap rokok,” tulis Krisma Trianisa dkk, diakses Kamis, 14 November 2024.
Krisma Trianisa dkk memaparkan, berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh ilmuan dari Max Planck Institute for Chemistry diketahui bahwa polusi udara berperan sebagai penyebab utama sembilan juta kelahiran secara prematur setiap tahunnya, besarnya angka tersebut dua kali lipat dari yang diperkirakan. Pencemaran udara juga memegang tanggung jawab besar atas kasus 8,8 juta kematian yang ada didunia.
Sistem pernapasan, kinerja jantung, dan juga sirkulasi darah merupakan sasaran utama polusi udara yang akan dilemahkan kinerjanya. Dampak dari partikel kecil polutan yaitu PM 2.5 yang dapat menembus ke dalam sistem pernapasan dan juga paru-paru kebanyakan bersumber dari pembakaran kayu, knalpot kendaraan, produksi industri dan pastinya bahan bakar fosil (Widyaningrum, 2019).
“Kesehatan merupakan ancaman terbesar dari kualitas udara yang buruk akibat berbagai kandungan polutan di udara,” tulis Krisma Trianisa dkk.
Baca Juga: Kasus Korupsi PLTU 2 Cirebon, Iklim Panas dan Uang Panas
Pendapatan Asli Daerah dari PLTU Indramayu tak Sebanding dengan Besarnya Risiko Kerusakan Lingkungan dan Masalah Kesehatan
Walhi Jabar Menyerukan Pensiunkan PLTU Cirebon 1 Sekarang Juga
Krisma Trianisa dkk memaparkan, India merupakan negara yang sangat sering dikaitkan dengan pembahasan mengenai polusi apalagi dalam hal polusi udara. Berdasarkan data dari CNN Indonesia, daftar kota dengan polusi terburuk dunia pada tahun 2018 sebagian besar ada di India. Pada posisi 10 teratas, 7 kota di India dengan total keseluruhan kota di India yaitu 10 kota masuk dalam kategori wilayah dengan kualitas udara terburuk di dunia.
“Beberapa wilayah di Indonesia terutama Ibu Kota Jakarta sering kali memiliki kualitas udara di bawah kata layak untuk sistem pernapasan dengan jumlah standar konsentrasi udara jauh melebihi standar yang telah ditetapkan WHO (World Health Organization). Maka dari itu, kajian mengenai tingginya polusi di India ini perlu dilakukan agar dapat dijadikan rujukan bagi Indonesia untuk terhindar dari kualitas udara yang semakin memburuk untuk kedepannya,” ungkap Krisma Trianisa dkk.
Jakarta, lanjut para peneliti, merupakan salah satu kota yang memiliki kondisi udara yang mengkhawatirkan bahkan dapat digolongkan sangat berbahaya. Menurut penelitian Greenpeace, kondisi tersebut disebabkan oleh adanya pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) sebagai faktor yang ikut andil dalam masalah polusi di Jakarta. PLTU merasa bebas karena lemahnya peraturan dan penerapan standar emisi untuk polutan utama yang ditandai dengan diperbolehkanya PLTU di Indonesia untuk mengeluarkan emisi SO2 yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan Cina dan juga India.
Jumlah penduduk India yang selalu mengalami peningkatan akan secara otomatis berdampak pada semakin besarnya jumlah ketersediaan energi yang harus disediakan agar kehidupan masyarakat tidak terganggu. Dominasi atau sekitar 80 persen kebutuhan energi dunia dipenuhi dengan penggunaan bahan bakar fosil.
Salah satu bahan bakar fosil yang menjadi pilihan utama dunia sebagai bahan bakar pembangkit energi listrik yaitu batu bara. Pemilihan batu bara sebagai andalan bahan baku pembangkit listrik tidak terlepas dari alasan bahwa ketersediaan bahan bakar fosil ini sangat melimpah dan harganya dapat dikatakan terjangkau.
Maka dari itu, tak heran jika India dalam memenuhi kebutuhannya akan energi sebagai negara yang memiliki jumlah masyarakat yang besar memilih batu bara sebagai bahan bakar utama dalam pembangkit energi listrik. Tingginya angka penggunaan batu bara oleh India tersebut nampak pada posisi India yang menempati rangking ke tiga dunia dalam hal konsumsi batu bara yang bersumber dari data United States Energy Information Administration.
Batu bara merupakan bahan bakar utama yang digunakan sebagai pembangkit PLTU. Pemanasan air pada boiler yang dimana proses tersebut menggunakan batubara akan menghasilkan uap air dengan tekanan tertentu yang digunakan untuk menggerakkan turbin melalui suatu proses pembakaran. Dari proses pembakaran pada boiler tersebut akan dihasilkan sisa pembakaran batubara yang berupa debu atau gas asap yang dibuang lepas ke udara sehingga mampu mengakibatkan terjadinya polusi udara.
Menurut penelitian ini, apabila kadar polutan atau pencemaran udara terlalu tinggi di lingkungan maka kondisi tersebut akan membahayakan kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada dilingkungan tersebut. Penggunaan batu bara secara masif sebagai pembangkit listrik di India terbukti menghasilkan berbagai biaya eksternal, termasuk polusi udara.
“Health Effects Institute (2018) menyatakan bahwa batubara merupakan salah satu sumber terbesar partikel halus (PM 2.5) di India saat ini, dan akan menjadi sumber tunggal terbesar pada tahun 2050, yang bertanggung jawab atas 1,3 juta kematian per tahun. Batubara juga merupakan sumber tunggal terbesar dari emisi gas rumah kaca yang mendorong perubahan iklim,” tulis Krisma Trianisa dkk.
*Kawan-kawan yang baik, silakan membaca tulisan-tulisan lain tentang Proyek Strategis Nasiona PLTU