• Berita
  • Tugas Utama Pemenang Pilgub Jabar 2024, Mengatasi Ketimpangan antara Kota dan Kabupaten di Jawa Barat

Tugas Utama Pemenang Pilgub Jabar 2024, Mengatasi Ketimpangan antara Kota dan Kabupaten di Jawa Barat

Selama ini pembangunan di Jawa Barat cenderung terpusat di beberapa titik, tidak terjadi pemerataan sehingga terjadi ketimpangan di segala lini.

Warga Jabar selatan melintas di atas jembatan sederhana di Cijulang, Pangandaran, 2016. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah10 Desember 2024


BandungBergerak.id - Pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan meraih suara terbanyak di ajang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2024. Pasangan ini mengantongi 14.130.192 suara atau setara 62,22 persen berdasarkan rekapitulisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Senin, 9 Desember 2024. 

Setelah kemenangan itu diraih, pemenang Pilgub Jabar 2024 akan menghadapi banyak persoalan yang belum selesai di Jawa Barat, mulai dari tingginya tingkat kemiskinan, pengangguran, ketimpangan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan kerusakan lingkungan.

Proses rekapitulasi suara Pilgub Jabar 2024 di 27 kabupaten dan kota dilakukan melalui rapat pleno yang dipimpin Ketua KPU Jabar Ahmad Nur Hidayat serta sejumlah saksi dari pasangan calon dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), di Kantor KPU Jawa Barat.

Dalam pemilihan ini, total keseluruhan jumlah suara baik sah dan tidak sah berjumlah 23.703.785 suara. Ada pun jumlah suara sah terbilang 22.710.733 suara, serta yang tidak sah tercatat 993.053 suara.

Ahmad mengatakan, seusai rekapan suara, KPU Jabar akan menunggu terlebih dahulu permohonan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Apabila selama tiga hari tidak ada gugatan, KPU Jawa Barat akan melaksakana penetapan pasangan terpilih melalui rapat pleno kembali.

“Tapi kita tidak langsung akan menetapkan kalau seandainya tidak ada kegugatan, tetapi akan menunggu,” jelas Ahmad.

Di Pilgub Jabar 2024 ini, selisih suara pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan cukup jauh dibandingkan paslon lain. Pasangan Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie meraih 4.260.072 atau 18,75 persen suara; disusul pasangan Acep Adang Ruhiat- Gitalis Dwinatarina dengan 2.204.452 suara (9,7 persen), dan di posisi terakhir pasangan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja 2.116.017 suara (9,31 persen).

Bagi Dedi Mulyadi, ini adalah Pilgub Jabar kedua. Di Pilgub Jabar 2018, Mantan Bupati Purwakarta tersebut kalah saat mendampingi Deddy Mizwar dengan perolehan 5.663.198 suara. Mereka kalah oleh pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum yang memperoleh 7.226.254 suara.

Pelanggaran Etik Menjelang Proses Rekapitulasi

Saat proses rapat pleno rekapitulasi tidak dipimpin oleh Ummi Wahyuni yang menjabat sebagai Ketua KPU Jabar 2018-2023, ia dicopot jabatan oleh Dewan Kehormatan Penyelanggaraan Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran etik.

Putusan Ummi terdaftar dalam nomor 131-PKE-DKPP/VII/2024 digugat oleh politisi Partai NasDem Eep Hidayat dikarenakan Ummi membiarkan terjadinya pergeseran suara di partai tersebut, atas nama Ujang Bey, calon anggota DPR RI nomor urut 5 daerah pemilihan Jawa Barat IX.

Hal tersebut dianggap merugikan yang kemudian terbit pemutusan pemberhtian Ummi yang disampaikan pada Sidang Pembacaan 7 Perkara Dugaan Penyelanggaraan Pemilu (KEPP) oleh Ketua DKPP RI.

KPU Jabar kemudian mengadakan rapat pleno memilih ketua dengan musyawarah mufakat, terpilihlah Ahmad Nur Wahid sebagai ketua definit yang akan menjabat sampai 2028. Sebelumya Ahmad merupakan Kepala Divisi Data dan Informasi, yang kini posisinya digantikan Ummi.

Baca Juga: Ketimpangan Sosial di Jawa Barat Kian Lebar
Tergusur Infrastruktur di Jawa Barat, Lingkungan dan Rakyat Kecil Dikesampingkan

Setumpuk Permasalah Jawa Barat 

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 50 juta jiwa. Mereka tinggal di 27 kabupaten/kota dengan persoalan khasnya, di antaranya kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Barat pada bulan September 2022 adalah sebanyak 4,05 juta orang. Persentase penduduk miskin tersebut mencapai 7,98 persen dari total jumlah penduduk.

Pritha Aprianoor dan Muhammad Muktiali, dari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, melalui jurnal ilmiahnya membedah potret kemiskinan Jawa Barat antara 2007-2013.

Dalam kurun tersebut, Pritha dan Muktiali menulis bahwa ketimpangan wilayah di Provinsi Jawa Barat termasuk ketimpangan level tinggi. Ini terjadi karena kegiatan perekonomian maupun pembangunan hanya berpusat di beberapa wilayah saja.

Kegiatan perekonomian ini banya terpusat di Kota Bandung sebagai ibu kota dan beberapa wilayah lain yang dijadikan sebagai pusat industri seperti Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi serta Karawang yang berada di wilayah utara Jawa Barat.

Tidak meratanya perekonomian membuat tidak merata pula kemajuan suatu daerah. Beberapa wilayah maju pesat sedangkan yang lainnya tidak. Kedua peneliti melihatnya permasalahan yang dihadapi kabupaten/kota di Jawa Barat antara lain menyangkut kesejahteraan dan tingkat pendidikan penduduk, kelompok jumlah penduduk, tenaga medis serta sarana pendidikan dan kelompok komposisi penduduk dan sarana kesehatan.

“Strategi yang dapat dirumuskan untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan Jawa Barat adalah dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, meningkatkan kualitas infrastruktur, meningkatkan jumlah investasi, meningkatkan pendapatan asli daerah, meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan lain-lain,” tulis Pritha dan Muktiali, dikutip dari jurnal berjudul Kajian Ketimpangan Wilayah Di Provinsi Jawa Barat.

Pemerhati kebijakan publik dari Unpas Deden Ramdan juga sependapat dengan penelitian tersebut. Ia menyoroti sedikitnya ada 5 isu di Jawa Barat, mulai dari tingkat kemiskinan, pengangguran, pelayanan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi, dan kerusakan lingkungan.

Wakil Rektor III Unpas tersebut mengatakan, kendati indeks pembangunan manusia di Jabar menunjukkan angka yang cukup signifikan dalam 10 tahun terakhir, namun justru ada kenaikan persentase tingkat pengangguran. Puncaknya, saat pandemi 2021, tingkat pengangguran terbuka di Jabar menyentuh angka 9,82 persen.

Di samping itu, tingkat kerusakan dan pencemaran hidup yang berkaitan dengan alih fungsi lahan produktif seperti pertanian, hutan, dan sebagainya perlu diperhatikan karena berdampak pada akses mata pencaharian masyarakat.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel Pilgub Jabar 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//