• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Benjamin Netanyahu Tidak Kunjung Ditangkap setelah Terbitnya Arrest Warrant ICC?

MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Benjamin Netanyahu Tidak Kunjung Ditangkap setelah Terbitnya Arrest Warrant ICC?

Yurisdiksi universal bisa menjadi solusi untuk melaksanakan perintah penangkapan pemimpin negara yang diterbitkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Rizky Prihandoko

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Aksi Wanggi Hoed dkk yang tergabung dalam Solidaritas Seni untuk Palestina di Jalan Asia Afrika, Bandung, Kamis, 25 Juli 2024. (Foto: Nabila Eva Hilfani/BandungBergerak)

13 Desember 2024


BandungBergerak.id – Benjamin Netanyahu bukanlah satu-satunya orang yang berasal dari Negara non-Pihak Statuta Roma 1998 yang diperintahkan untuk ditangkap dengan dikeluarkannya arrest warrant (perintah penangkapan) oleh Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC). Selain Netanyahu, ICC telah mengeluarkan arrest warrant untuk menangkap Vladimir Putin atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pada konflik bersenjata Rusia-Ukraina, dan Omar al-Bashir atas kejahatan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pada konflik bersenjata di Darfur, Sudan.

Walaupun arrest warrant sudah dikeluarkan oleh ICC, namun mereka belum kunjung ditangkap hingga saat ini. Selain mereka berasal dari Negara non-Pihak, mereka juga memiliki hak impunitas sebagai seorang pemimpin negara sehingga memungkinkan mereka agar tidak ditangkap oleh penegak hukum selain negara mereka sendiri. Padahal, keberadaan ICC memang sengaja dibuat untuk menghilangkan hak impunitas yang dimiliki para pemimpin dunia dengan salah satu prinsipnya, yaitu prinsip non-impunity. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) Statuta Roma 1998 bahwa proses pemeriksaan hingga penjatuhan sanksi pidana yang dilakukan ICC tidak terpengaruh oleh hak impunitas sehingga tidak dapat menjadi pembenaran untuk melindungi dari yurisdiksi ICC. Pengaturan tersebut sebagai akibat dari adanya frasa "to put an end to impunity for the perpetrators of three crimes" dalam alinea kelima Preambule Statuta Roma 1998 sebagai penegasan dari frasa "that the most serious crime of concern to the international community as a whole must not go unpunished" dalam alinea keempat Preambule Statuta Roma 1998.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Naiknya Satu Persen PPN yang Membuat Masyarakat Kelas Menengah Miskin
MAHASISWA BERSUARA: Dampak Media Sosial untuk Generasi Z dan Alpha, Memangnya Berbahaya?
MAHASISWA BERSUARA: Inovasi dan Kreativitas Generasi Muda dalam Bidang Teknologi Digital sebagai Penggerak Utama Menuju Indonesia Emas 2045

Opsi Pelaksanaan Arrest Warrant

Terdapat tiga opsi untuk melaksanakan arrest warrant yang dikeluarkan terhadap Benjamin Netanyahu. Pertama, kewajiban Negara Pihak Statuta Roma 1998 berdasarkan Pasal 59 (1) Statuta Roma 1998. Negara Pihak wajib untuk menangkap Netanyahu apabila menginjakkan kaki ke dalam wilayah negaranya karena arrest warrant telah dikeluarkan oleh ICC. Namun, dapat dipastikan Negara Pihak tidak akan menjalankannya. Selain karena mendapat penolakan dari beberapa Negara Pihak, seperti Argentina dan Hungaria yang mendukung Israel, Amerika Serikat yang merupakan pendukung nomor satu Israel akan memberikan sanksi bagi Negara Pihak yang tetap berani untuk melaksanakan arrest warrant tersebut. Opsi ini hanya dapat dilakukan apabila Negara Pihak memiliki cukup nyali dan tidak memiliki ketergantungan yang besar terhadap Amerika Serikat.

Kedua, melalui rujukan DK PBB. Arrest warrant ICC merupakan treaty obligation sehingga hanya Negara-negara Pihak Statuta Roma 1998 saja yang wajib untuk melaksanakan arrest warrant tersebut. Walaupun begitu, Negara non-Pihak dapat menjadi terikat apabila DK PBB mengeluarkan Resolusi untuk merujuk situasi tersebut kepada ICC berdasarkan Pasal 13 huruf b Statuta Roma 1998. Dalam Resolusi 1593 (2005), DK PBB merujuk situasi di Darfur, Sudan yang memberikan yurisdiksi kepada ICC untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap situasi tersebut. Kemudian, ICC mengeluarkan arrest warrant untuk menangkap Omar al-Bashir karena ada bukti-bukti yang menguatkan bahwa ia telah melakukan kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang pada saat konflik bersenjata di Darfur, Sudan. Walaupun Sudan bukan merupakan Negara Pihak Statuta Roma 1998, namun Sudan merupakan negara anggota PBB sehingga kewajiban Negara non-Pihak untuk melaksanakan arrest warrant berdasarkan Resolusi tersebut terdapat pada Pasal 25 Piagam PBB.

Israel bukan merupakan Negara Pihak Statuta Roma 1998 sehingga arrest warrant yang dikeluarkan ICC terhadap Netanyahu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Agar dapat dilaksanakan, maka dibutuhkan Resolusi DK PBB untuk merujuk situasi di Gaza, Palestina ke ICC berdasarkan Pasal 13 huruf b Statuta Roma 1998 mengenai pelaksanaan yurisdiksi ICC. Israel wajib melaksanakan Resolusi tersebut karena berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB, Resolusi yang dikeluarkan DK PBB mengikat negara-negara anggota PBB. Namun, hal tersebut merupakan suatu hal yang mustahil untuk dilakukan karena akan ada hak veto dari Amerika Serikat sebagai salah satu negara anggota tetap DK PBB. Untuk itu diperlukan alternatif lain, yaitu dengan menerapkan yurisdiksi universal.

Apa itu Yurisdiksi Universal?

Yurisdiksi universal dapat mengikat dan mewajibkan negara-negara, di luar konteks Statuta Roma 1998, untuk melaksanakan arrest warrant tersebut. Yurisdiksi universal memberikan yurisdiksi bagi negara untuk menangkap dan mengadili pelaku yang telah melakukan tindak kejahatan internasional tanpa melihat kewarganegaraan pelaku maupun korban, serta tidak memandang di mana tindakan tersebut terjadi. Negara-negara perlu bekerja sama untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku karena kejahatan yang dilakukan dapat mengancam perdamaian dan keamanan Dunia Internasional sehingga pelaksanaan yurisdiksi tersebut mewakili masyarakat Dunia Internasional.

Asas tersebut memberikan yurisdiksi kepada pengadilan nasional sehingga memiliki hak dan kewajiban untuk mengadili kejahatan internasional yang terjadi dengan menerapkan hukum pidana nasional dan/atau hukum pidana internasional. Agar yurisdiksi universal dapat dilakukan terhadap suatu kejahatan internasional, maka kejahatan internasional tersebut harus merupakan kejahatan yang bersifat sangat kejam dan dapat mengancam perdamaian dan keamanan Dunia Internasional sehingga dilabeli “musuh segala umat manusia” yang salah satunya adalah tindak kejahatan genosida. Dengan demikian, setiap negara berwenang menangkap, mengadili, dan menghukum pelaku kejahatan internasional yang sifat kejahatannya kejam karena dapat mengancam perdamaian dan keamanan Dunia Internasional, meliputi genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang, berdasarkan yurisdiksi universal agar tidak menimbulkan keadaan impunitas.

Netanyahu memiliki hak impunitas sehingga tidak berhak untuk ditangkap oleh negara lain, namun hak tersebut menjadi tidak berlaku dengan diberlakukannya yurisdiksi universal. Negara-negara di luar konteks Statuta Roma 1998 berwenang untuk melaksanakan yurisdiksi tersebut karena tindakan Netanyahu merupakan suatu kejahatan genosida yang memiliki sifat kejam dan dapat mengancam perdamaian dan keamanan Dunia Internasional. Walaupun secara politik penangkapan tidak dimungkinkan mengingat adanya kedaulatan negara yang akan dilanggar. Namun, berdasarkan yurisdiksi universal, kedaulatan negara dapat ditembus karena tindakan Netanyahu merupakan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang. Netanyahu memiliki kemungkinan yang tinggi untuk ditangkap berdasarkan yurisdiksi universal. Hal ini dikarenakan Dunia Internasional sangat mengutuk tindakan yang dilakukan Netanyahu. Beberapa negara yang tidak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Amerika Serikat memiliki kesempatan yang tinggi untuk menangkapnya dikarenakan tidak ada beban dan risiko yang ditimbulkan ketika melakukan penangkapan. Apabila ketiga opsi tersebut masih gagal, maka dapat menggunakan alternatif terakhir, yaitu melalui ICJ.

Hanya ada tiga kemungkinan agar arrest warrant tersebut dapat dilaksanakan. Pertama, ada Negara Pihak Statuta Roma 1998 yang cukup berani untuk melaksanakannya tanpa memikirkan sanksi yang akan diberikan Amerika Serikat. Kedua, adanya Resolusi DK PBB. Ketiga, pemerintah Israel sendiri yang secara sukarela menyerahkan Benjamin Netanyahu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan arrest warrant untuk menangkap Benjamin Netanyahu hanya merupakan angan-angan belaka saja. Krisis kemanusiaan akan terus terjadi di Gaza, Palestina apabila Amerika Serikat tidak mengesampingkan egonya dengan menggunakan hak veto agar Resolusi DK PBB untuk merujuk situasi tersebut batal dikeluarkan. Para warga sipil, khususnya anak-anak akan terus menjadi korban dan mengalami penderitaan atas tindakan yang dilakukan oleh Netanyahu. Dengan demikian, apabila tindakan tersebut terus-menerus terjadi, maka dapat mengancam perdamaian dan keamanan Dunia Internasional.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//