• Kolom
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Winning dan Hotel Donk Bandung

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Winning dan Hotel Donk Bandung

Carl Heinrich Otto Moritz Von Winning salah satu pemilik perkebunan kina Soekawana, perkebunan kina ke-3 tertua di Lembang. Keluarganya mendirikan Hotel Donk Bandung

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Hotel Donk di Bandung dengan fasad gedung ditambahkan tulisan “ Wastukantjana”. (Foto: Malia Nur Alifa)

14 Desember 2024


BandungBergerak.id – Pagi itu adalah masa pandemi di tahun 2021, dan saya baru mendapatkan sebuah buku yang telah lama saya incar. Buku tersebut adalah buku karya sang kuncen Bandung, bapak Haryoto Kunto yang berjudul “ Balai Agung di kota Bandung”. Alangkah terkejutnya saya ketika saya mulai membaca halaman 58, yang menyebutkan bahwa pemilik awal dari gedung yang menjadi hotel Donk adalah keluarga Moritz Von Winning.

Otak saya langsung berputar menuju situs Genekologie online, Wikitree, dan Delpher untuk mengetahui siapakah Moritz Von Winning ini. Langsung saja saya mendapatkan banyak informasi yang sangat menarik tentang sosok pria yang ternyata bernama lengkap Carl Heinrich Otto Moritz Von Winning.

Lembaran buku Balai Agung di Kota Bandung  karya Haryoto kunto halaman 58 tentang penyebutan nama Von Winning sebagai pemilik gedung. (Foto: Malia Nur Alifa)
Lembaran buku Balai Agung di Kota Bandung karya Haryoto kunto halaman 58 tentang penyebutan nama Von Winning sebagai pemilik gedung. (Foto: Malia Nur Alifa)

Carl Heinrich Otto Moritz Von Winning lahir di Munster, Regierungsbezirk Munster, North Rhine Westphalia, Jerman pada 22 agustus 1835. Ia lahir dari pasangan Karl Friedrich Ferdinand Von Winning (05 Desember 1802 – 17 Maret 1881) dan Klara Konradine Von Gillihausen (3 Juni 1814 – 10 Maret 1857). Carl juga punya seorang adik yang bernama Emil Adolf Von Winning (1 April 1850 – 25 Mei 1914), sang adik meninggal dengan tragis dalam sebuah kecelakaan kapal laut di lautan Mediterania.

Sosok Carl ini masih sangat asing ditelinga para penggemar sejarah Bandung. Carl ini adalah seorang Mayor angkatan darat dan karena ia bukan warga negara Belanda maka pada tahun 1873 ketika ia sedang bertugas di Bandung, ia merubah kewarganegaraannya tepat di 5 tahun sebelum ia pensiun di tahun 1878. Dan keluarga besar Carl yaitu keluarga Von Winning adalah salah satu keluarga Bangsawan Prussia.

Tak lama setelah ia pensiun, ia bersama Albert  Van Den Brandeler, Lady Pauline Wilhelmina Louise Holle, dan Johannes Eugenius Henny menyewa lahan di Barat Lembang, tepatnya di kawasan distrik Tjilokotot, lebih tepatnya di kawasan Soekawana. Mereka berempat menyewa lahan tersebut selama 75 tahun dan varietas pertama yang ditanam adalah kina yang pada akhirnya pun merambah ke perkebunan teh dan perkebunan teh Soekawana tersebut  masih ada hingga sekarang yang terkenal dengan vila merahnya yang sangat cantik.

Tentang penyewaan tanah untuk perkebunan kina Soekawana di Nederlandsche staatscourant tanggal 30 Agustus 1884. (Sumber: Delpher.nl)
Tentang penyewaan tanah untuk perkebunan kina Soekawana di Nederlandsche staatscourant tanggal 30 Agustus 1884. (Sumber: Delpher.nl)

Nama perkebunan yang dikelola oleh Carl dan tiga kawannya tersebut bernama “Kina  Maatschappij Soekawana “. Dan perkebunan kina Soekawana ini menjadi perkebunan kina ke-3 tertua di Lembang setelah perkebunan kina Jayagiri yang dikelola oleh Alexander Janz pada 1876, yang kedua adalah perkebunan kina Baroe Adjak yang dikelola Pietro Antonio Ursone pada tahun 1877, barulah perkebunan kina Soekawana yang berdiri pada 1878.

Carl menikah dengan Maria Elizabeth Schenck  di Ponorogo pada 12 September 1868. Maria merupakan anak dari Frederik Schenck  (12 September 1820 – 13 Maret 1895). Frederik Schenck ini awalnya merupakan seorang klerek bagi asisten residen Sumedang ( 1845), lalu menjadi pegawai kantor gubernur Pantai Barat Sumatra ( Juli 1845 ), lalu singkatnya ia menjadi Residen van Ternate hingga menjadi direktur pertama dari Societiet Concordia Bandung (sekarang gedung Merdeka).

Pada tahun 1910 berdirilah sebuah rumah megah yang didirikan oleh keluarga Carl di sebelah Utara loji St. Jan. Awalnya ia membangun sebuah rumah pribadi saja, namun  pada perkembangannya rumah tersebut menjadi sebuah tempat istirahat untuk para anggota Freemason yang kebetulan bertandang ke Bandung. Hingga akhirnya dibuatlah beberapa paviliun tambahan yang dapat menampung beberapa puluh orang tamu.

Berita tentang perpindahan kewarganegaraan Carl menjadi warga Belanda pada Nederlandsche staatscourant tanggal 30 Agustus 1884. (Sumber: Delpher.nl)
Berita tentang perpindahan kewarganegaraan Carl menjadi warga Belanda pada Nederlandsche staatscourant tanggal 30 Agustus 1884. (Sumber: Delpher.nl)

Lalu mengapa pernah muncul rumor bahwa pemilik gedung Hotel Donk ini adalah keluarga Ursone? Data yang  saya terima langsung dari cucu Pietro Antonio Ursone yang bernama Ronie Noma di kediamannya di kawasan Jalan Hatta, Kota Bandung pada 2017. Keluarga Ursone, khususnya Giusepe Ursone adalah salah satu pendiri dari Bandoeng Melk Centrale. Ketika kesibukan pembangunan dan merintis  Bandoeng Melk Centale, keluarga Ursone, khususnya Giuseppe sering terlihat beristirahat di gedung milik keluarga  Carl Heinrich Otto Moritz  von Winning tersebut.

Jadi keluarga Ursone sama sekali tidak ada hubungan kepemilikan dengan gedung Hotel Donk tersebut.

Carl Heinrich Otto Moritz von Winning. (Foto:  Dokumentasi Malia Nur Alifa)
Carl Heinrich Otto Moritz von Winning. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Ursone #4 Oerki dan Sopiah (Mavalda Ursone)
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Keluarga Ursone #5 Alessandro Ursone dan Mausoleum Keluarga Ursone
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: John Henrij Van Blommenstein, Sang Komandan

Menjadi Hotel Dank Dink Donk  

Ketika pendudukan Jepang  di Bandung, di kawasan Jalan Purnawarman dan Jalan Wastukencana sekarang memang terkenal menjadi kawasan rumah Bordil, salah satunya adalah gedung milik Carl ini yang akhirnya bertransformasi menjadi sebuah hotel dengan pelacuran untuk kelas atas. Selain gedung ini, tepat di timurnya pun terdapat sebuah hotel yang dibangun tahun 1920-an dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1930-an, hotel tersebut bernama hotel Pension Van Rhijn dan Pension Welgelegen. Hotel tersebut bernasib sama menjadi kawasan pelacuran kelas atas pada masa Jepang, bahkan sang mucikari adalah seorang mantan istri dari seorang anggota militer Belanda. Salah satu dari hotel tersebut sekarang telah menjadi kawasan mal Bandung Elektronik Center. Bermula dari masa pendudukan Jepang itulah muncul istilah dang ding dong yang berarti tempat pelacuran. Dan memang yang paling berkelas  dan paling terkenal adalah Hotel Donk.

Berita tentang klub catur di hotel donk tahun 50-an di koran Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode tanggal 26 Agustus 1953. (Sumber: Delpher.nl)
Berita tentang klub catur di hotel donk tahun 50-an di koran Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode tanggal 26 Agustus 1953. (Sumber: Delpher.nl)

Pasca Kemerdekaan

Kawasan Hotel Donk yang sudah kadung terkenal dengan nama tersebut dan stigma negatifnya dibandingkan dengan nama rumah milik keluarga von Winning, tetap beroperasi sebagai hotel. namun hotel biasa saja dan lebih cocok disebut motel. Bahkan pada fasad gedung ditambahkan tulisan “ Wastukantjana” untuk mengubah citra hotel, namun kadung terkenal nama Hotel Donk ditelinga masyarakat Bandung pada saat itu. Pada Algemeen Indisch Dagblad tanggal 26 Juni 1953 yang saya temukan, malah Hotel Donk ini mengadakan pertemuan komunitas catur Bandung dan telah rutin mengadakan pertemuan bahkan pertandingan di hotel tersebut. Namun nama Hotel Donk terus saja dipakai walau kondisinya dan peruntukannya telah berubah.

Ada pula yang mengatakan nama Hotel Donk ini memang dipakai ketika gedung  tersebut dijadikan tempat berkumpul para komunitas Catur yang saat itu pengurus utamanya bernama A. A. Donk, hingga nama Hotel Donk selalu dipakai sebutan oleh warga Bandung hingga sekarang.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//