• Opini
  • SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Janji Hijau di Tengah Luka Alam

SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), Janji Hijau di Tengah Luka Alam

Deforestasi untuk pembangunan IKN berisiko merusak habitat satwa liar dan ekosistem lokal. Dampak sosial pun amat besar terutama pada masyarakat adat.

Maidatul Janah

Mahasiswa jurusan psikologi Islam IAIN Kediri

Ilustrasi. Pembangunan infrastruktur memiliki risiko merusak keseimbangan alam. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak )

14 Desember 2024


BandungBergerak.idPembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur merupakan salah satu proyek ambisius yang digadang-gadang menjadi solusi atas berbagai masalah yang dihadapi Jakarta, seperti kemacetan, polusi, dan kepadatan penduduk. Dengan konsep "kota hijau", IKN diharapkan menjadi simbol transformasi Indonesia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Pemerintah menjanjikan sebuah kota modern yang ramah lingkungan, memanfaatkan energi terbarukan, dan menjaga keseimbangan ekosistem (Kementerian PUPR, 2023).

Namun, di balik narasi indah tersebut, proyek ini memunculkan sejumlah kekhawatiran serius, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan. Lokasi pembangunan IKN berada di kawasan hutan tropis yang memiliki peran penting dalam menjaga biodiversitas dan stabilitas iklim global. Deforestasi untuk membuka lahan dan aktivitas pembangunan infrastruktur masif berisiko merusak habitat satwa liar dan mengganggu ekosistem lokal (Greenpeace Indonesia, 2023). Selain itu, keterbatasan sumber daya air bersih di Kalimantan Timur menambah kerentanan lingkungan yang dapat diperparah oleh peningkatan kebutuhan di wilayah tersebut (WALHI, 2023).

Masalah lain yang tidak kalah penting adalah dampak sosial yang ditimbulkan. Masyarakat adat di sekitar lokasi pembangunan berisiko kehilangan lahan yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan dan budaya mereka. Ketidakterlibatan mereka dalam proses perencanaan proyek ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan sosial dalam pembangunan (AMAN, 2023).

Berdasarkan hal tersebut, proyek IKN menjadi ironi besar: di satu sisi menjanjikan keberlanjutan, namun di sisi lain berpotensi menciptakan kerusakan ekologis dan sosial yang sulit diperbaiki. Isu-isu ini perlu mendapatkan perhatian mendalam agar pembangunan IKN benar-benar sejalan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan yang diusungnya. 

Deforestasi dan Kerusakan Ekosistem 

Pembangunan IKN yang berlokasi di Kalimantan Timur berisiko besar terhadap kerusakan ekosistem hutan tropis. Hutan-hutan ini penting tidak hanya sebagai penyerap karbon yang membantu mitigasi perubahan iklim, tetapi juga sebagai habitat bagi spesies endemik seperti orangutan dan bekantan yang kini terancam punah akibat hilangnya habitat mereka. Deforestasi yang terjadi untuk pembangunan infrastruktur IKN mengganggu keseimbangan ekosistem yang telah terjaga selama ribuan tahun. Greenpeace Indonesia (2023) menyatakan bahwa meskipun ada rencana reforestasi, itu tidak akan cukup untuk menggantikan kerusakan yang sudah terjadi, karena hutan tropis juga berperan menjaga kestabilan air tanah dan mencegah erosi.

Selain itu, pembangunan IKN dapat memperburuk perubahan iklim. Hutan tropis Indonesia yang dikenal sebagai paru-paru dunia sangat penting dalam menyerap emisi karbon global. Kehilangan hutan-hutan ini berarti peningkatan emisi karbon yang bisa memperburuk pemanasan global, bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai dengan Perjanjian Paris. M. Fadhli (2022), ahli ekologi dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa deforestasi akibat pembangunan infrastruktur memiliki dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan, terutama bagi biodiversitas dan stabilitas ekosistem. Kehilangan habitat bagi spesies langka seperti orangutan dan bekantan dapat menyebabkan kepunahan mereka dalam waktu singkat, yang akan merusak keseimbangan alam secara keseluruhan.

Kalimantan Timur, khususnya wilayah sekitar IKN, sudah menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya air. Wilayah ini tidak memiliki sistem pengelolaan air yang memadai untuk mendukung kebutuhan air bersih yang meningkat seiring dengan pembangunan kota baru. Salah satu masalah utama adalah ketergantungan daerah ini pada sumber daya air yang terbatas, yang sebagian besar berasal dari sungai-sungai lokal dan air tanah.

Pembangunan infrastruktur besar seperti bendungan, sistem irigasi, dan sistem penyediaan air untuk mendukung IKN dapat memperburuk krisis air yang ada. Aktivitas pembangunan dapat mengubah pola aliran sungai, menyebabkan sedimentasi dan polusi yang mengancam kualitas air yang sudah terbatas. WALHI (2023) juga mengingatkan bahwa jika tidak ada kebijakan pengelolaan air yang cermat, pembangunan IKN berisiko menyebabkan penurunan kualitas air yang dapat berdampak pada masyarakat lokal.

Selain itu, pembangunan kota ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada daerah resapan air yang penting untuk menjaga keberlanjutan pasokan air tanah. Tanpa sistem pengelolaan air yang berkelanjutan.

Dampak Sosial terhadap Masyarakat Adat 

Masyarakat adat yang tinggal di sekitar wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) sangat rentan terdampak oleh proyek pembangunan ini. Mereka telah lama hidup berdampingan dengan alam, menjadikan tanah dan hutan sebagai bagian dari budaya dan sumber kehidupan mereka. Namun, proyek IKN yang melibatkan pengalihan lahan besar- besaran membuat mereka berisiko kehilangan tempat tinggal, sumber daya alam, dan hak-hak mereka atas tanah tersebut.

Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN, 2023), banyak masyarakat adat yang tidak terlibat dalam perencanaan proyek ini, sehingga mereka tidak punya suara dalam menentukan nasib tanah dan lingkungan mereka. Jika hak-hak tanah adat mereka tidak dihargai, bukan hanya lingkungan yang terganggu, tetapi juga keadilan sosial yang terancam. Masyarakat adat memiliki pengetahuan tradisional yang penting untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Mengabaikan hak-hak mereka bisa merusak baik aspek sosial maupun lingkungan.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengakui hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam yang mereka kelola. Pasal 6 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengelola sumber daya alam tanpa merusak hak orang lain. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat adat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek IKN sangat penting untuk memastikan keberlanjutan sosial dan lingkungan serta melindungi hak-hak mereka.

Baca Juga: SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Mahasiswa di Persimpangan Neoliberalisme Pendidikan, antara Performativitas Gerakan dan Tantangan Perjuangan Substantif
SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Rasa Malu dan Mitos Pemerkosaan yang Melingkupi Tubuh Perempuan Membuat Proses Keadilan Menjadi Semakin Rumit
SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Mendekonstruksi Wacana Kesehatan Mental di Media Sosial Milik Pemerintah

Paradoks Keberlanjutan dalam Proyek IKN 

Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), meskipun digembar-gemborkan sebagai kota hijau yang ramah lingkungan, mengandung paradoks besar antara niat keberlanjutan dan dampak ekologis yang tidak terhindarkan. Pemerintah menjanjikan penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah ramah lingkungan, dan penerapan teknologi hijau dalam pembangunan kota ini. Namun, pembangunan skala besar yang diperlukan untuk mewujudkannya justru mengandalkan bahan bangunan tinggi karbon, seperti semen dan baja, yang berkontribusi besar terhadap emisi karbon. 

Iwan Kurniawan, ahli perencanaan kota dan lingkungan dari Universitas Trisakti, menegaskan bahwa meskipun ada niat untuk menjadikan IKN sebagai kota hijau, kenyataannya pembangunan besar-besaran ini akan meningkatkan emisi karbon dan kerusakan ekosistem dalam jangka pendek, yang bertentangan dengan tujuan keberlanjutan (Kurniawan, 2023). Pembangunan infrastruktur seperti jalan, gedung, dan sistem transportasi di IKN membutuhkan pasokan energi yang sangat besar, sebagian besar masih bergantung pada bahan bakar fosil. Walaupun ada rencana untuk menggunakan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin, kebutuhan energi besar untuk konstruksi dan pembangunan kota baru ini tetap akan meningkatkan emisi karbon secara signifikan. 

Greenpeace Indonesia (2023) mengingatkan bahwa meskipun IKN digadang-gadang menjadi kota hijau, kenyataannya proyek ini berisiko memperburuk dampak ekologis dan emisi karbon yang tidak dapat dihindari.kenyataannya adalah bahwa sebagian besar proses konstruksi dan pengadaan material masih mengandalkan sumber daya yang tidak ramah lingkungan.

Pembangunan IKN di Kalimantan Timur, meskipun diusung dengan ambisi besar untuk menciptakan kota hijau yang modern dan berkelanjutan, menghadirkan sejumlah masalah serius yang perlu perhatian mendalam. Deforestasi besar-besaran, potensi krisis sumber daya air, serta dampak sosial terhadap masyarakat adat menjadi isu utama yang mengancam keberlanjutan proyek ini. Meskipun pemerintah menjanjikan kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, dalam praktiknya, pembangunan IKN berisiko menciptakan kerusakan ekologis yang sulit diperbaiki, bahkan dapat memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada.

Ironisnya, meski bertujuan untuk menghadirkan perubahan positif, pembangunan IKN justru berpotensi merusak elemen-elemen yang mendukung kelangsungan hidup masyarakat dan lingkungan di kawasan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih inklusif dan keberlanjutan yang tidak hanya mencakup aspek lingkungan, tetapi juga kesejahteraan sosial masyarakat setempat, khususnya masyarakat adat yang terancam kehilangan tanah mereka.

Ada beberapa rekomendasi penting untuk memastikan bahwa pembangunan IKN tidak hanya memenuhi ambisi modernitas, tetapi juga tetap berkelanjutan secara sosial dan ekologis. Pertama, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap aspek pembangunan IKN melalui kajian analisis dampak lingkungan (Amdal) yang transparan dan komprehensif. Kajian ini harus melibatkan pakar independen dan masyarakat sipil, serta mencakup dampak jangka panjang terhadap biodiversitas, perubahan iklim, dan ekosistem lokal. Kedua, pelibatan masyarakat adat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek IKN adalah langkah yang sangat penting. Pemerintah harus menjamin hak-hak mereka atas tanah adat dan memberikan solusi yang adil terkait pemindahan atau ganti rugi. Menghormati hak masyarakat adat akan membantu menjaga keseimbangan sosial dan mengurangi ketegangan yang mungkin timbul dari proyek ini. Ketiga, setiap tahap pembangunan IKN harus diawasi dengan ketat, dan hasilnya harus dilaporkan secara terbuka kepada publik. Transparansi ini sangat penting untuk memastikan bahwa proyek ini benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan tidak hanya menjadi proyek pembangunan konvensional yang merusak lingkungan. Dan keempat, penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam pembangunan IKN sangat diperlukan untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi energi. Pemerintah perlu mendorong penggunaan material bangunan yang lebih ramah lingkungan dan memastikan bahwa sistem transportasi serta infrastruktur lainnya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Dengan menerapkan rekomendasi tersebut, pembangunan IKN tidak hanya dapat memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan memastikan keadilan sosial bagi semua pihak yang terlibat.

*Kawan-kawan yang baik, silakan mengunjungi esai-esai Mahasiswa Bersuara lMahasiswa Bersuara atau Sayembara Esai Mahasiswa Bersiara

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//