Laga Riverside Forest FC di Liga Empat, Tetap Mengkampanyekan Sepak Bola untuk Rakyat
Manajemen, pemain, dan suporter melebur tanpa jarak di Riverside Forest FC. Target mereka menjadi pemain profesional sambil terus mengkritik kultur sepak bola.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah16 Desember 2024
BandungBergerak.id - Fanatisme terhadap sepak bola terkadang membutakan mata hati, klub bola sudah seperti agama yang harus dibela mati-matian. Di satu sisi, permainan si kulit bundar bukan lagi permainan seru setelah industri mengambil alih banyak hal, bukan lagi hiburan rakyat. Di Bandung, 1 Desember 2021 sekumpulan penggemar sepak bola lokal berinisiatif membuat klub Riverside Forest FC dan bertanding di laga amatir.
Klub bergambar burung itu mengkampanyekan bagaimana seharusnya sepak bola melawan fanatisme yang berujung pada fasisme. Mereka berprinsip bahwa bermain kulit bundar sejatinya membangun persaudaraan melalui kampanye Hate Fascism Love Football.
Kini usia Riverside Forest sudah tiga tahun yang ditandai dengan peluncuran jersey terbaru sembari mencantumkan logo Bird Death Brigade di bawah logo mereka. Jersey tersebut dipakai oleh kesebelasan yang bertanding di Liga Empat Seri Dua.
Mengawali debut di kasta amatir, klub yang didirikan oleh suporter dan didanai juga oleh suporter ini perlahan-lahan maju ke laga profesional. Bukan tanpa alasan yang tidak jelas, hal ini berdasarkan pada pemungutan suara para penggemarnya. Walaupun begitu, suara kritis terus mereka suarakan.
Terlihat dalam jersey terbaru tulisan ‘Football For Friendship, Blurring The Gap’. Direktur Utama Riverside Forest Shamroog menyebutkan, kampanye atau tagline ini merupakan sentilan terhadap klub-klub sepak bola yang membuat jarak antara manajemen klub dan suporter.
Riverside Forest FC berbeda dengan kultur penjarakan tersebut. Sebelum mengeluarkan tagline mereka malah sudah mempraktikkan terlebih dahulu. Buktinya, kata Shamroog, klum ini didanai oleh suporternya.
“Riverside mah emang dikelola dan didanai suporter. Jadi tahun ini, tagline Blurring The Gap memang ingin menyentil klub-klub lokal itu,” ujar Shamroog atau biasa disapa Oo, kepada BandungBergerak, Senin, 2 Desember 2024.
Mengenai Football For Friendship sendiri, Oo sembari meminjam istilah yang dikatakan oleh novelis George Orwell, sering kali sepak bola menjadi hipernasionalisme baru. Padahal perseteruan hanya terjadi dalam pertandingan 2 kali 45 menit, tetapi setelah itu lawan tetap menjadi kawan.
“Seharusnya sepak bola itu menambah pertemanan, bukan menambah permusuhan. 90 menit di lapangan, nambah dulur di luar,” ucap Oo.
Baca Juga: PROFIL RIVERSIDE FOREST: Membangun Sepak Bola Rakyat di Tangga Batu Tamansari
Teruslah Terbang Tinggi, Riverside Forest!
Transparansi Keuangan ala Klub Sepak Bola Punk Football Riverside Forest FC
Prestasi dan Kemenangan yang Tidak Sederhana
Meski maju ke laga profesional, hal-hal kritis tetap menjadi tujuan awal klub punk football ini. President of Riverside Forest FC Akbar Rafsanjani menargetkan, tidak masalah bagi klub di-banned oleh federasi. Hal ini bukan tanpa alasan demi melontarkan kritik terhadap sepak bola yang dirasa jalan di tempat.
Bagi lelaki yang akrab disapa Jebo ini, berada di dalam federasi dengan klub yang mandiri dan independen dirasa leluasa untuk melontarkan kritik dan saran pada federasi demi kemajuan sepak bola Indonesia.
“Target kita di-banned PSSI itu sebagai kritikan, karena kita sekarang ada di kubangan PSSI. Taruhlah lebih dekat panggungnya, dari dulu memang ada kan kritikan tapi gak konsisten,” ujar Jebo.
Bagi klub, prestasi utama adalah dilarang main kembali di kompetisi. Meski demikian, Jebo meminta agar para pemain tetap profesional di lapangan dan jangan terlalu menuruti keinginan suporter.
Jebo juga berharap, kesebelasan yang bermain di Riverside Forest bisa menjadi batu loncatan untuk memasuki klub-klub yang profesional. “Kita mah cuman wadah, tapi kalau ada rezeki buat pemain ke klub profesional, alhamdulillah,” terang Jebo.
Senada dengan Jebo, Manager Riverside Forest FC Esa menambahkan, targetan banned PSSI dikarenakan tim ini lahir dari suporter, mulai dari pemain, pelatih, dan bahkan manajer.
Berkaca pada liga sebelumnya, PSSI sebagai lembaga yang menaungi kemajuaan sepak bola Indonesia dianggap tidak begitu memperhatikan iklim sepak bola. Contohnya, fasilitas pendukung pertandingan masih kurang, mulai dari jumlah bola, ketiadaan ball boy atau anak gawang, hingga kondisi lapangan yang memprihatinkan.
Akan tetapi cita-cita banned ini merupakan capaian ‘prestasi’ di kasta paling rendah. Mereka berharap banned terjadi ketika klub sudah bermain di laga paling tinggi. Dalam Liga Empat Seri Dua ini, langkah Riverside Forest terbilang panjang sampai masuk ke Liga Tiga nasional yang langsung di bawah naungan PT LIB.
Liga Empat Seri Dua mempertarungkan 28 tim. Esa tampak percaya diri klubnya menjalani liga ini. Menurutnya, klubnya sudah memiliki gambaran bagaimana melawan tim-tim yang sama dari Kota Kembang karena sebelumnya mereka sempat melakukan uji coba. Namun, mengenai tim-tim di luar Bandung dia belum tahu seperti apa.
Para pemain Riverside Forest diambil dari liga bawah tanah, liga mahasiswa, atas seleksi yang ketat. Klub ini memiliki 20 pemain lebih hasil seleksi.
Kini, Riverside Forest FC berada di Grup A Liga Empat Seri Dua, satu grup dengan Bandung Barat United FC, Sultan Muda FC, Bandung Timur FC, dan Maung Anom FC.
Mereka berhasil menumbangkan Bandung Barat United FC di Pusdikpom Soegiri Infinity Arena, Kota Cimahi, Minggu, 9 Desember 2024. Ini adalah laga perdana bagi klub, dengan skor menjanjikan, 4-1.
Rabu, 11 Desember 2024, Riverside Forest FC bermain imbang melawan Maung Anom FC, dengan skor 1-1. Ada dua pertandingan di bulan Desember yang dihadapi oleh Riverside Forest FC, yaitu melawan Bandung Timur FC dan Sultan Muda.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel Sepak Bola