MAHASISWA BERSUARA: Strategi Pembelajaran Kontekstual untuk Berpikir Kritis dengan Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari
Matematika tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Segala yang kita lihat, sentuh, dan bicarakan, tanpa sadar adalah bentuk dari matematika.
Viola Aimee Natalie
Mahasiswa Jurusan Matematika Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
17 Desember 2024
BandungBergerak.id – Salah satu tujuan diberikannya pelajaran Matematika di jenjang pendidikan dasar hingga menengah ke atas, yaitu untuk mempersiapkan siswa agar dapat menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga diharapkan agar siswa dapat menggunakan matematika sebagai cara bernalar secara kritis. Gagne mengatakan bahwa objek tidak langsung dari mempelajari matematika agar siswa memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah (Ruseffendi, 1988: 165). Pendapat Gagne membuat banyak siswa perlu memiliki kemampuan bernalar yang dapat diperoleh melalui pembelajaran matematika dan dapat diterapkan kehidupan sehari-hari. Kemudian, menurut Meyers (1986) seseorang tidak mungkin dapat berpikir kritis dalam suatu bidang studi tertentu tanpa pengetahuan mengenai isi dan teori bidang studi tersebut. Oleh karena itu agar siswa dapat berpikir kritis dalam pelajaran matematika, maka harus bisa memahami pelajaran matematika dengan baik.
Matematika adalah mata pelajaran yang perlu diberikan kepada semua siswa dengan tujuan untuk membekali kemampuan berpikir logis, analitis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Matematika sering dianggap sulit oleh siswa karena bersifat teoritis, abstrak, formal, dan deduktif. Masih rendahnya kualitas hasil pembelajaran matematika siswa merupakan indikasi bahwa tujuan yang ditentukan dalam kurikulum matematika masih belum tercapai secara optimal. Tujuan tersebut bisa tercapai bila sudah sesuai dengan yang diinginkan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran berkualitas yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Dampak Media Sosial untuk Generasi Z dan Alpha, Memangnya Berbahaya?
MAHASISWA BERSUARA: Inovasi dan Kreativitas Generasi Muda dalam Bidang Teknologi Digital sebagai Penggerak Utama Menuju Indonesia Emas 2045
MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Benjamin Netanyahu Tidak Kunjung Ditangkap setelah Terbitnya Arrest Warrant ICC?
Pentingnya Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan di berbagai aspek, baik pengetahuan maupun keterampilan. Tujuan pembelajaran matematika bukan hanya informasi mengenai rumus dan mengerjakan latihan soal, tetapi juga mampu menerapkan konsep matematika untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus diajarkan dengan cara yang menarik dan menyenangkan agar memberikan kesempatan bagi siswa untuk dapat berpikir kritis. Di jenjang pendidikan dasar hingga menengah ke atas, sudah sepantasnya diberikan kesempatan berlangsungnya kegiatan pemecahan masalah. Hal tersebut memberikan dampak positif bagi siswa, antara lain, (1) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan dan dipelajari, (2) meningkatkan kemampuan siswa menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam berbagai situasi di kehidupan nyata, (3) meningkatkan kemampuan analisis dan berpikir kritis, (4) meningkatkan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan matematika.
Ilmu matematika sangat luas, sehingga banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Alasan matematika sangat penting karena tidak hanya tentang berhitung-hitung saja, tetapi mengaktivasi otak kiri dan kanan secara seimbang. Ternyata, matematika tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Segala yang kita lihat, sentuh, dan bicarakan, tanpa sadar adalah bentuk dari matematika. Contohnya, setiap hari kita berhubungan dengan waktu, saat membeli suatu barang, menghitung jarak perjalanan dari rumah ke kampus, dan saat menggunakan perangkat teknologi.
Matematika dalam Pendekatan Kontekstual
Dalam pembelajaran matematika yang menggunakan strategi kontekstual, guru dapat mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi di dalam dunia nyata dan mendorong siswa bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Zahorik (Depdiknas, 2022:7) menyatakan bahwa ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praksis pembelajaran kontekstual (1) melakukan pembelajaran yang lebih efektif dan memahami lebih dalam dengan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), (2) memperoleh serta mempelajari pengetahuan baru secara keseluruhan melalui pengalaman, pembelajaran, pengajaran, serta informasi-informasi baru, kemudian memperhatikan detailnya (acquiring knowledge), (3) memiliki kemampuan untuk mengerti, menginterpretasikan, dan menjelaskan kepada orang lain (understanding knowledge), (4) mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari (applying knowledge), (5) melakukan refleksi terhadap strategi kontekstual tersebut (reflecting knowledge). Dengan lima elemen tersebut, siswa dapat melakukan kegiatan diskusi ataupun mengerjakan soal-soal yang berguna bagi mereka untuk bisa mengembangkan pengetahuannya.
Oleh karena itu, agar lebih jelas mengenai matematika dalam pendekatan kontekstual, berikut beberapa perbedaan antara pendekatan kontekstual dan pendekatan secara tradisional. Dalam pendekatan kontekstual, pembelajaran matematika dikaitkan dengan kehidupan nyata dan masalah yang disimulasikan. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman dan dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada. Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis melibatkan penuh dalam terjadinya proses pembelajaran yang efektif, terlibat dalam terjadinya proses pembelajaran yang efektif, serta membawa skemata masing-masing ke dalam pembelajaran. Pemahaman rumus memiliki pandangan berbeda-beda antara siswa satu dengan lainnya (on going process of development).
Sementara itu, dalam pendekatan tradisional, pembelajaran Matematika cenderung sangat abstrak dan teoritis. Keterampilan dikembangkan melalui latihan soal yang banyak, dengan rumus yang berada di luar diri siswa. Rumus tersebut harus dijelaskan, diterima, dihafalkan, dan diterapkan oleh siswa. Siswa menerima rumus secara pasif melalui kegiatan membaca, mendengarkan, mencatat, dan menghafal, tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran. Seperti yang kita tahu bahwa rumus bersifat absolut. Bersifat absolut artinya hanya terdapat dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang benar.
Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika
Berpikir kritis memiliki peran yang sangat penting bagi siswa dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal numerasi matematika. Numerasi dalam pembelajaran matematika yaitu bukan hanya soal berhitung, tetapi kemampuan menggunakan angka dan konsep matematika yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berpikir kritis tidak hanya tentang menerima informasi secara semata-mata saja, tetapi bagaimana siswa dapat menganalisis dan mengevaluasi dalam suatu masalah.
Berpikir kritis sebagai salah satu bentuk kemampuan dalam berpikir, harus dimiliki oleh setiap orang khususnya siswa. Seseorang yang berpikir secara kritis dengan numerasi akan mampu menciptakan pertanyaan dan masalah yang kritis secara jelas dan tepat. Selain itu, berpikir kritis juga membantu dalam mengidentifikasi masalah, menyusun langkah-langkah penyelesaian terstruktur, dan mencegah kesalahan yang terjadi akibat pengambilan keputusan yang terburu-buru.
Menurut Gunawan (2007: 177) berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir pada tingkatan yang lebih kompleks dan menggunakan proses analisis serta evaluasi. Seseorang dengan pemikiran yang kritis harus mampu (1) memberikan alasan atas pilihan keputusan yang diambil, (2) dapat menjawab pertanyaan alasan keputusan tersebut dipilih, (3) terbuka mengenai perbedaan keputusan dan pendapat orang lain, (4) sanggup mengerti alasan-alasan orang lain memiliki pendapat keputusan yang berbeda. Berpikir kritis merupakan salah satu bentuk dari. Ciri-ciri seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis adalah mampu menyelesaikan suatu masalah sesuai tujuannya, mampu menganalisis ide-ide berdasarkan fakta, serta mampu menarik kesimpulan secara sistematis dengan argumen yang jelas dan tepat. Berpikir kritis dibagi menjadi 4 tahap yaitu klarifikasi (clarification), asesmen (assessment), penyimpulan (inference), strategi/ taktik (strategy/tactic).
Kesimpulan
Pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar hingga menengah ke atas bertujuan untuk mempersiapkan siswa dalam menerapkan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika, yang mengaitkan materi di dalam kehidupan nyata, ternyata lebih efektif dalam mengembangkan keterampilan siswa dibandingkan menggunakan pendekatan dengan metode tradisional. Sehingga, pendekatan kontekstual membantu siswa untuk memahami dan mengaplikasikan konsep matematika dengan cara yang lebih signifikan dan praktis. Dari hal tersebut, kita tahu bahwa berpikir kritis merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika dengan tujuan meningkatkan siswa dalam menganalisis, mengevaluasi, dan menyelesaikan masalah di dalam kehidupan sehari-hari dengan tepat. Dengan meningkatkan berpikir kritis dengan numerasi, mengajarkan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah yang mereka ambil. Oleh karena itu, pembelajaran matematika tidak hanya membantu siswa memahami secara teori saja, tetapi juga memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan diperlukan keterampilan numerasi yang baik.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara