• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Pembiayaan Infrastruktur di Indonesia, antara Dilema Utang dan Ancaman pada Kedaulatan Ekonomi Indonesia

MAHASISWA BERSUARA: Pembiayaan Infrastruktur di Indonesia, antara Dilema Utang dan Ancaman pada Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Ketergantungan pada utang luar negeri berisiko mempengaruhi kedaulatan ekonomi, stabilitas fiskal, dan kemampuan pemerintah menyediakan layanan publik yang baik.

Pahmi Novaris

Mahasiswa FISIP Unpad

Ilustrasi. Pembangunan infrastruktur memiliki risiko merusak keseimbangan alam. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak )

17 Desember 2024


BandungBergerak.id – Dalam beberapa dekade terakhir, pembangunan infrastruktur telah menjadi masalah utama bagi Indonesia. Tujuan pemerintah adalah untuk meningkatkan konektivitas, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi ketimpangan melalui pembangunan sejumlah proyek infrastruktur besar. Pemerintah semakin bergantung pada utang untuk membiayai proyek-proyek besar ini. Meskipun demikian, peningkatan utang negara menimbulkan kekhawatiran tentang potensi dampak negatif terhadap stabilitas ekonomi dan kedaulatan negara. Dengan tujuan untuk mengungkap dilema utang dan ancaman terhadap kedaulatan ekonomi. Dalam hal ini, Bagaimana keseimbangan antara kebutuhan investasi dan risiko utang dapat dicapai dalam konteks pembangunan infrastruktur di Indonesia tanpa mengorbankan kedaulatan ekonomi?

Teori ketergantungan menjelaskan bagaimana negara berkembang sering terjebak dalam siklus utang berbahaya kepada negara-negara maju atau lembaga keuangan internasional, khususnya dalam hal pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Pembangunan Infrastruktur Jalan Tol Trans-Jawa, yang didanai melalui utang dan kemitraan publik-swasta, bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antarprovinsi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini adalah salah satu studi kasus yang relevan. Namun, dilema utang Indonesia juga diwakili oleh proyek ini. Meskipun proyek Jalan Tol Trans-Jawa dimaksudkan untuk mempercepat distribusi barang dan meningkatkan efisiensi transportasi, sebagian besar keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan swasta yang terlibat dalam proyek, banyak di antaranya adalah perusahaan asing. Dalam kasus seperti ini, masyarakat lokal sering kali tidak menerima manfaat dari tarif tol secara keseluruhan dalam bentuk peningkatan infrastruktur publik lainnya atau layanan sosial. Sebaliknya, lebih mungkin pendapatan dari proyek tersebut digunakan untuk membayar utang dan imbal hasil kepada investor asing.

Selain itu, ketergantungan pemerintah pada utang luar negeri untuk proyek infrastruktur dapat membatasi kemampuan pemerintah untuk melakukan investasi di berbagi sektor lain yang penting, seperti pendidikan dan kesehatan. Misalnya, dalam upaya untuk memenuhi kewajiban utang, pemerintah sering kali terpaksa mengurangi anggaran untuk program sosial yang seharusnya mendukung kesejahteraan masyarakat, yang mengakibatkan ketidakpuasan sosial dan peningkatan ketimpangan, di mana kelompok-kelompok tertentu mengalami lebih banyak ketidakadilan. Kemandirian ekonomi Indonesia juga diancam oleh dilema utang ini. Potensi untuk membangun ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan menjadi terhambat ketika keputusan tentang pembangunan infrastruktur didominasi oleh kepentingan luar, seperti perusahaan asing dan lembaga keuangan internasional. Misalnya, pemberi utang sering menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebijakan ekonomi nasional untuk proyek yang dibiayai oleh utang. Ini dapat mengurangi kemampuan pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan dengan tuntutan masyarakat.

Pelabuhan Patimban, Subang. (Foto: Kemenhub)
Pelabuhan Patimban, Subang. (Foto: Kemenhub)

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Dampak Media Sosial untuk Generasi Z dan Alpha, Memangnya Berbahaya?
MAHASISWA BERSUARA: Inovasi dan Kreativitas Generasi Muda dalam Bidang Teknologi Digital sebagai Penggerak Utama Menuju Indonesia Emas 2045
MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Benjamin Netanyahu Tidak Kunjung Ditangkap setelah Terbitnya Arrest Warrant ICC?

Membangun Infrastruktur dengan Utang

Indonesia menggunakan berbagai sumber untuk membiayai infrastruktur, termasuk utang dalam negeri dan luar negeri, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Utang dalam negeri, yang dapat berasal dari obligasi pemerintah dan pinjaman bank, lebih mudah diawasi dan membantu mengendalikan risiko valuta asing. Namun, memenuhi kebutuhan investasi infrastruktur yang besar dapat dihalangi oleh kekurangan dana domestik. Namun, utang luar negeri, seperti pinjaman dari lembaga keuangan global atau negara donor, sering menyediakan jumlah yang lebih besar, tetapi dapat membebani negara dengan risiko nilai tukar yang berubah dan ketergantungan yang lebih dalam pada negara lain (BPS, 2021).

Pembangunan MRT Jakarta dan Pelabuhan Patimban adalah beberapa proyek infrastruktur penting yang dapat dianalisis. Misalnya, proyek MRT Jakarta diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan meningkatkan mobilitas masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, proyek ini juga menghadapi masalah dalam hal distribusi pendapatan, karena keuntungan mungkin tidak merata di seluruh populasi. Meskipun Pelabuhan Patimban bertujuan untuk mendorong manufaktur dan ekspor, dampaknya terhadap lingkungan seperti polusi dan perubahan ekosistem pesisir perlu dipertimbangkan (Kementerian Perhubungan, 2022).

Analisis utang untuk pembiayaan infrastruktur juga mempertimbangkan risiko dan kesulitan. Jika pendapatan proyek tidak mencukupi untuk menutupi utang, ada risiko gagal bayar, yang dapat menyebabkan krisis fiskal. Selain itu, ketika pengambil keputusan merasa terlindungi oleh utang yang besar, mereka dapat mengambil risiko moral hazard dan mengabaikan bagaimana dana digunakan. Risiko politik, seperti perubahan kebijakan dan ketidakpastian politik, juga dapat memengaruhi keberlangsungan proyek infrastruktur. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk mengembangkan strategi mitigasi risiko yang menyeluruh dan memastikan bahwa keputusan investasi didasarkan pada analisis menyeluruh untuk mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh investasi terhadap ekonomi dan masyarakat (World Bank, 2023).

Jika Indonesia terlalu bergantung pada utang luar negeri, itu dapat secara signifikan mengurangi kemandirian kebijakannya dan meningkatkan risiko intervensi dari negara kreditor. Dalam hal ini, teori ketergantungan menjelaskan bahwa suatu negara, seperti Indonesia, yang bergantung pada utang luar negeri untuk membiayai proyek infrastruktur, sering kali diharuskan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi utang. Syarat-syarat ini dapat mencakup pengurangan pengeluaran sosial, kebijakan ekonomi tertentu, atau privatisasi aset publik. Pada akhirnya, berbagai syarat ini akan membatasi kemampuan pemerintah untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas nasional (Stiglitz, 2002).

Selain itu, bergantung pada utang luar negeri membuat negara kreditor memiliki kendali yang lebih besar atas keputusan ekonomi, yang dapat mengakibatkan intervensi yang tidak diinginkan. Misalnya, dalam beberapa situasi tertentu, negara-negara berkembang telah dipaksa untuk mengadopsi kebijakan yang lebih pro-pasar, yang mungkin tidak sesuai dengan keadaan ekonomi dan sosial lokal. Akibatnya, ini dapat mengakibatkan kehancuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (Easterly, 2001). Akibatnya, sangat penting bagi Indonesia untuk mempertimbangkan kembali metode pembiayaan infrastrukturnya dan mencari alternatif yang dapat meningkatkan autonomi kebijakan ekonominya, seperti meningkatkan pendanaan domestik dan meningkatkan kerja sama regional yang lebih sustainable.

Dalam hal ini, karena pemerintah Indonesia sangat bergantung pada modal asing, mereka tidak dapat membuat kebijakan ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan negara. Ketika pemerintah bergantung terlalu banyak pada investasi luar negeri, ada risiko bahwa kepentingan investor asing akan memengaruhi kebijakan yang dibuat, yang sering kali tidak sesuai dengan prioritas nasional. Ini dapat dilihat dalam bidang strategis di mana keputusan investasi asing dapat memengaruhi pertumbuhan industri yang lebih berfokus pada kepentingan jangka pendek investor daripada keuntungan umum (Rodrik, 2008).

Karena keterbatasan ini, pemerintah menghadapi kesulitan dalam membuat kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan rakyat dan pertumbuhan berkelanjutan. Stabilitas fiskal Indonesia sangat terganggu oleh beban utang yang tinggi. Ketika proporsi anggaran yang dialokasikan untuk membayar cicilan utang meningkat, pemerintah terpaksa mengurangi pengeluaran untuk layanan publik penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sosial. Ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat, serta peningkatan ketimpangan sosial. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa penurunan investasi sosial sering terjadi di negara-negara dengan utang tinggi, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi daya saing dalam jangka panjang (IMF, 2020).

Selain itu, karena Indonesia bergantung pada utang internasional, negara tersebut sangat rentan terhadap perubahan yang terjadi di pasar global seperti perubahan suku bunga dan nilai tukar. Biaya pembayaran utang dalam mata uang asing meningkat ketika nilai tukar rupiah melemah, yang dapat meningkatkan tekanan fiskal. Dalam situasi seperti ini, kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Selain itu, perubahan suku bunga di seluruh dunia dapat berdampak pada biaya pinjaman baru dan likuiditas ekonomi domestik; peningkatan suku bunga di seluruh dunia dapat menyebabkan aliran modal keluar yang signifikan. Ini memiliki potensi untuk memperburuk kondisi utang, menghasilkan siklus di mana pemerintah semakin terjerat dalam utang yang tidak dapat diatasi (World Bank, 2021).

Hasil dari analisis pembiayaan infrastruktur di Indonesia menunjukkan bahwa ketergantungan pada utang luar negeri memiliki efek yang mendalam dan signifikan terhadap kedaulatan ekonomi, stabilitas fiskal, dan kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan publik yang baik. Sering kali, ketika proyek infrastruktur dibiayai melalui utang, hasilnya tidak merata dan lebih menguntungkan investor asing dan kelompok tertentu daripada masyarakat umum. Ini memperburuk ketimpangan sosial dan memperkuat ketergantungan pada modal asing. Pada gilirannya, ini dapat mengurangi kemampuan pemerintah untuk membuat kebijakan ekonomi yang sesuai dengan situasi lokal.

Selain itu, karena utang negara yang besar, pemerintah harus mengalokasikan sebagian besar anggaran negara untuk membayar cicilan utang. Akibatnya, ini mengakibatkan pengurangan investasi dalam sektor-sektor sosial penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sosial lainnya. Akibatnya, kualitas layanan publik menurun, yang dapat menyebabkan ketidakpuasan sosial dan ketidakstabilan politik. Dalam keadaan seperti ini, keadaan keuangan negara semakin memburuk karena rentan terhadap perubahan dari sumber luar, seperti perubahan suku bunga global dan nilai tukar. Biaya pembayaran utang dalam mata uang asing meningkat ketika nilai tukar rupiah melemah, yang dapat meningkatkan tekanan pada anggaran pemerintah.

Saatnya Mengevaluasi Strategi Pembiayaan

Situasi ini menunjukkan bahwa Indonesia harus mengevaluasi kembali strategi pembiayaan infrastruktur dan membuat strategi yang lebih berkelanjutan. Ketergantungan yang terus menerus pada utang luar negeri mengancam stabilitas ekonomi negara dan kemampuan untuk investasi yang bermanfaat dalam jangka panjang. Akibatnya, diperlukan upaya untuk menemukan sumber pembiayaan yang lebih berkelanjutan, seperti peningkatan pendanaan domestik dan kerja sama regional, dan pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengelolaan proyek infrastruktur.

Berikut rekomendasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah utang dan meningkatkan efisiensi pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Pertama, pemerintah harus melihat sumber pendanaan domestik yang lebih berkelanjutan. Meningkatkan pajak dan memanfaatkan instrumen keuangan lokal seperti obligasi daerah untuk menarik investasi masyarakat dapat membantu mencapai tujuan ini. Pendanaan lokal dapat mengurangi ketergantungan pada utang internasional dan meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap proyek infrastruktur. Kedua, penting untuk meningkatkan kolaborasi dengan sektor swasta. Model kemitraan publik-swasta (PPP) berfokus pada keuntungan jangka panjang bagi masyarakat, dan pemerintah harus memastikan bahwa perjanjian dengan pihak swasta mencakup klausul yang menjamin manfaat lingkungan dan sosial dari proyek tersebut. Oleh karena itu, proyek infrastruktur dapat menghasilkan keuntungan yang lebih merata bagi masyarakat daripada hanya menguntungkan investor.

Ketiga, untuk menghadapi fluktuasi ekonomi global, pemerintah harus mengembangkan kebijakan mitigasi risiko yang luas. Ini termasuk diversifikasi portofolio utang yang ada dan penguatan cadangan devisa untuk memberikan perlindungan terhadap guncangan eksternal. Dengan memiliki cadangan devisa yang cukup, pemerintah dapat lebih fleksibel dalam mengelola utang dan menghadapi perubahan kondisi ekonomi global. Keempat, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek infrastruktur juga penting. Ini dapat dicapai melalui pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan evaluasi proyek, sehingga suara mereka dapat didengar dan dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. Dengan meningkatkan transparansi, pemerintah dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap proyek infrastruktur yang dilaksanakan.

Oleh karena itu, melalui berbagai langkah ini akan memungkinkan Indonesia untuk memperbaiki posisi ekonominya, mempertahankan kedaulatan, dan yang paling penting memastikan pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh masyarakat. Dengan mengurangi ketergantungannya pada utang luar negeri dan berkonsentrasi pada sumber pendanaan yang lebih berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan sistem ekonomi yang lebih tahan lama dan mampu menghadapi tantangan di masa depan.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik dari Pahmi Novaris, atau tulisan-tulisan lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//