• Opini
  • SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Sampai Kapan Guru Harus Menyandang Gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?

SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Sampai Kapan Guru Harus Menyandang Gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?

Guru bukan tenaga kerja murah yang terus-terusan menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Guru berhak mendapat ’tanda jasa’ yang adil berupa kesejahteraan dari pemerintah.

Antonio Julio Putra

Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Ilustrasi. Upah guru honorer masih jauh panggang dari api. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

19 Desember 2024


BandungBergerak.idSiapa itu guru? Guru adalah sosok yang sering kali dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka memiliki peran penting dalam membentuk generasi masa depan melalui pendidikan, yang merupakan salah satu fondasi utama kemajuan suatu bangsa. Guru adalah individu yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan memfasilitasi proses belajar siswa, mengintegrasikan pengetahuan akademik dengan pengalaman sosial, dan membentuk karakter serta nilai-nilai moral. 

Selain itu, guru merupakan tenaga pengajar yang pada dasarnya memiliki kompetensi dalam mendidik, mengarahkan, serta membina murid-murid yang belajar di bawah naungannya. Pasal 1 (ayat) 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memberikan pengertian terkait dari guru itu sendiri. Pasal tersebut berbunyi: 

“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru sebagai tenaga pengajar profesional diangkat sesuai dengan peraturan perundangundangan dan dibuktikan dengan adanya sertifikat pendidik. 

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga lebih menekankan kedudukan dari guru ini sendiri: Pasal tersebut berbunyi: 

”Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud Pasal 2 (ayat) 1 berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional”.

Guru dalam tradisi Jawa berasal dari kata "digugu lan ditiru" (orang yang dipercaya dan diikuti), bukan hanya bertanggung jawab mengajar mata pelajaran, melainkan lebih dari itu juga mendidik moral, etika, integritas, dan karakter para murid secara formal. Sebagai seorang pendidik guru menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. 

Guru berperan sebagai agen perubahan. Ide ini seharusnya menjadi bagian esensial dari kinerja seorang guru. Dari pelbagai tanggung jawab guru yang didefinisikan tersebut, guru menjadi profesi yang memiliki tanggungan yang cukup besar. Sekolah dalam hal ini guru memiliki peran signifikan dalam pendidikan formal seorang manusia. Guru pulalah yang perlu menjadikan sekolah sebagai rumah kedua bagi para murid untuk mendapatkan pengetahuan, setelah dari keluarga. 

”Seribu” Tugas Guru

Dari sekian banyak definisi, peran, dan tugas guru, guru mendapatkan apa? Terdapat humor yang disampaikan Uman Suherman dalam akun TikTok @taufik_sudong. Uman Suherman berkata di sebuah seminar Penguatan Profil Pelajar Pancasila bahwa menjadi guru (SD) memiliki tugas lebih berat dari tugas malaikat. Hal yang dikatakan oleh Prof. Suherman sangatlah mendasar dan benar. Banyak sekali beban yang dilimpahkan kepada guru. Tugas guru bukan hanya mendidik seorang anak, melainkan perlu mengurus berbagai perihal administrasi lainnya. 

Dari ”seribu” kewajiban yang dijalankan oleh guru, apakah guru mendapatkan hak yang sesuai dengan kewajibannya? Realitas ketimpangan nasib guru di Indonesia bukanlah isu baru. Menurut data yang dihimpun oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), banyak guru honorer yang menerima upah di bawah standar layak, bahkan ada yang hanya dibayar 300.000 rupiah per bulan, jauh dari kebutuhan hidup minimum untuk mendukung kesejahteraan diri dan keluarga mereka.

Banyak guru yang melarat bahkan terjerat hutang sana-sini. Baru-baru ini, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) merilis persentase bahwa guru merupakan profesi yang paling banyak terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal. Guru mendapatkan jumlah 42 persen sebagai profesi yang terjerat pinjol tersebut. Selain itu, Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa melakukan survei pada Mei 2024 terhadap 403 guru di 25 provinsi Indonesia terkait upah kerja yang mereka dapat. Alhasil 74 persen responden memiliki gaji di bawah 2 juta rupiah dan sebagian di bawah 500 ribu rupiah. Artinya gaji mereka masih di bawah Upah Minimum Kabupaten-Kota (UMK) 2024 terendah. 

”Pahlawan” yang Terjerat Kemiskinan

Jika kita lihat di film-film tentang superhero, para manusia super itu rata-rata memiliki ekonomi yang sangat maju. Ekonomi yang sangat maju itu membuat mereka mampu membuat mereka menjadi kuat dalam teknologi. Teknologi itu yang membuat mereka mampu membuat mereka menjadi super. Contohnya Bruce Wayne yang merupakan Batman. Ia adalah seorang yang kaya dan memiliki teknologi yang sangat canggih untuk membuat dirinya super. Ada pula Tony Stark yang memiliki Jarvis, yakni artificial intelligence yang mampu mengoperasikan mode tempur dari baju baja seorang Ironman. Mereka menjadi sebuah pahlawan super karena kemakmuran dan kekayaannya. Sayangnya, pahlawan tanpa tanda jasa masih berjuang demi pendidikan generasi muda, meski terjerat kemiskinan. 

Kemiskinan menjadi suatu hal yang paling disoroti di dunia. Mengapa? Kemiskinan menjadi sumber dan awal dari perkara lainnya. Kemiskinan selalu dan tak akan terpisah dari keterlibatan orang lain terhadap sebuah subyek lainnya. Menurut Chamsyah dalam bukunya ”Reinventing Pembangunan Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia”, penyebab kemiskinan adalah berupa hubungan-hubungan kompleks antara individu yang hidup dan daya lemah dalam ruang struktur sosial. Hubungan-hubungan inilah yang membuat seseorang menjadi seorang dalam kondisi miskin. 

Salah satu faktor terjadinya kemiskinan adalah ketidakadilan yang didapatkan seseorang dari pihak lain, yang bisa jadi adalah lebih superior. Individu sebagai penyebab kemiskinan menempati posisi pertama dalam kondisi kurang kesejahteraan ini. Individu lain menyebabkan kemiskinan terhadap orang lain. Orang-orang yang superior akan bersikap tidak adil terhadap bawahannya ketika sudah memiliki intensi pribadi untuk meraup segala halnya dengan berlebihan. Hal ini boleh disebut juga sebagai eksploitasi manusia. Eksploitasi manusia ini menjadikan manusia sebagai ’budak’ bagi tuannya. Tenaga mereka diperas untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 

Dalam konteks guru, pemerintah seakan-akan mengeksploitasi tenaga murah untuk mencetak manusia-manusia hebat. Guru menjadi objek ekonomi bagi para petinggi pemerintahan. 

Dengan tingkat penghasilan yang rendah, berbagai upaya dilakukan guru untuk menutupi kebutuhan hidup, salah satunya adalah memiliki pekerjaan sampingan selain sebagai guru. Dari survei Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa ini terlihat 55,8 persen guru memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun penghasilan tambahan ini pun tidak signifikan, mayoritas guru yang memiliki sampingan tersebut hanya mendapat kurang dari 500 ribu rupiah. 

Terdapat pekerjaan sampingan terfavorit yang dipilih oleh Guru yaitu mengajar privat atau bimbel (39,1 persen), berdagang (29,3 persen), bertani (12,8 persen), buruh (4,4 persen), konten kreator (4 persen), dan pengemudi ojek daring (3,1 persen). Minimnya penghasilan dari pekerjaan utama sebagai guru dan tambahan dari pekerjaan sampingan, menjadikan berutang sebagai salah satu jalan untuk menutupi kebutuhan hidup. Tercatat 79,8 persen guru mengaku memiliki utang. Para guru mengaku memiliki utang kepada Bank/BPR sebanyak 52,6 persen, keluarga atau kerabat 19,3 persen, koperasi simpan pinjam 13,7 persen, teman atau tetangga 8,7 persen, dan pinjaman online 5,2 persen. 

Baca Juga: SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: dari Kebuntuan Politik Moralis ke Kebuntuan Melawan Kapitalisme
SAYEMBARA ESAI MAHASISWA BERSUARA: Dari Penggunaan Buzzer untuk Black Campaign hingga Endorsement Pasangan Calon Pilkada oleh Presiden, Mau ke mana Arah Demokrasi Ki
MAHASISWA BERSUARA: Pembiayaan Infrastruktur di Indonesia, antara Dilema Utang dan Ancaman pada Kedaulatan Ekonomi Indonesia

Ini Adalah Tanggung Jawab Pemerintah!

Pemerintah harus sungguh berusaha menjamin kehidupan dan kesejahteraan lapisan penduduk yang miskin. Tidak menunaikan kewajiban itu berarti melanggar keadilan. Pemerintah perlu menjamin adanya keadilan yang diterima oleh guru. Guru di sini bertindak bukan sebagai seorang yang sukarela. Guru pun menjalani pendidikan yang sangat panjang dan memerlukan persiapan yang baik pula. Guru bukan tenaga kerja murahan yang terus-terusan menjadi profesi yang menekankan tanpa tanda jasa. Mereka guru perlu dilihat juga sebagai manusia yang bermartabat dan layak untuk mendapat ’tanda jasa’ yang adil. Guru pun perlu mendapatkan ekonomi yang baik dan sejahtera. 

Tujuan ekonomi tidak ditemukan pada ekonomi itu sendiri tetapi sebaliknya dalam keterarahannya kepada kemanusiaan dan masyarakat. Pada taraf tertentu setiap orang bertanggung jawab atas setiap orang yang lain, maka masing-masing pribadi memiliki kewajiban untuk membaktikan dirinya bagi perkembangan ekonomi semua orang. Ekonomi memiliki tujuan berupa pertumbuhan kemakmuran serta peningkatannya secara progresif tidak saja dalam jumlah tetapi juga dalam mutu; hal ini benar secara moral apabila diarahkan kepada pembangunan manusia seutuhnya di dalam solidaritas dan kepada pembangunan masyarakat di mana orang hidup dan bekerja. 

Pemerintah harus menjalankan otoritasnya agar terjadinya bonum commune bagi seluruh rakyat Indonesia. Guru merupakan seorang yang berjuang untuk orang lain dan untuk dirinya sendiri. Bagaimana jika tidak ada guru atau tenaga pendidik? Akankah kita mampu menghadapi tantangan pendidikan yang semakin maju? Jika tidak ada guru, apakah kita mampu sampai pada Indonesia Emas? 

Guru bukan hanya membutuhkan kertas, penggaris, dan buku sebagai senjatanya. Guru juga membutuhkan keadilan atas kewajiban yang ia lakukan. Keadilan yang diminta hanyalah kehidupan yang sejahtera dan tidak membebani orang lain. Guru tetap menjadi seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Tetapi, guru tetap harus mendapatkan apresiasi atas perjuangan dan dedikasi hidup sebagai seorang pahlawan, yakni keadilan, kemerdekaan, dan kesejahteraan.

*Kawan-kawan yang baik, silakan mengunjungi esai-esai Mahasiswa Bersuara Mahasiswa Bersuara atau Sayembara Esai Mahasiswa Bersiara

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//