Pasar Lama Ciparay Dipenuhi Sampah, ke Mana Peran Aparatur Desa?
Sampah di di pasar jalan lama Ciparay sudah sebulan menggunung, para pedagang maupun konsumen mengeluh tak ada yang mau mengangkut.
Penulis Yopi Muharam10 Januari 2025
BandungBergerak.id - Bau menyengat menyelimuti kios Gugun (bukan nama sebenarnya), pedagang di Jalan Pasar Barat, Ciparay, Kabupaten Bandung, Kamis, 9 Januari 2025. Gundukan sampah memenuhi jalan sepanjang kurang lebih 10 meteran dari depan kiosnya.
“Aduh meni bau kieu,” ujar salah seorang pembeli yang menghampiri kios Gugun, sembari menutup hidung menggunakan hijabnya. Sementara itu, Gugun masih sibuk menyiapkan barang dagangan pesanan konsumen lainnya yang menunggu di atas motor matic.
Sudah lebih dari satu bulan sejak pembongkaran pasar Ciparay dialihkan ke pasar relokasi di Cijagur, sampah dibiarkan terus menggunung. Air limbah sampah (lindi) memenuhi jalanan yang becek. Gugun tak bisa berbuat apa-apa selain mengeluh.
“Jangan kan saya, para toko di sini juga yang bayar iuran sampah sama terdampaknya,” keluhnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa sampah yang menggunung itu bukan hanya dari sampah pasar. Gugun sering menyaksikan masyarakat banyak yang membuat sampah ke tumpukan tersebut dan dibiarkan tanpa tindakan tegas.
“Kan masyarakat mah buang sampah teh sedikit-sedikit, tau-tau jadi banyak. Da sampah pasar mah moal kieu,” tambahnya.
Kios Gugun berada tepat di deretan toko-toko emas, baju, apotik, dan alat elektronik. Terakhir kali sampah diangkut pada tanggal 1 Desember tahun lalu.
Gugun menduga sampah itu sengaja dibiarkan begitu saja oleh pemerintah desa, untuk mengusir para pedagang yang menolak direlokasi ke pasar Cijagur. Pedagang yang menolak direlokasi ini, membikin pasar tandingan dengan membuka lapak bongkaran sepanjang jalan pasar lama Ciparay.
Berbeda dengan di pasar Cijagur, pasar tandingan buka dari pukul 02.00 hingga 07.00 pagi. Pasar tandingan ini sudah berjalan kurang lebih satu bulan, semenjak pasar Ciparay resmi ditutup untuk direvitalisasi.
Belum lama ini, ujar Gugun, para pedagang yang berjualan di pinggir jalan berinisiatif untuk membung sampah itu secara mandiri. Salah satu upayanya adalah patungan dari setiap pedagang untuk memanggil petugas sampah langsung dari luar.
“Kemaren teh biayanya sampe 6 juta,” terang Gugun menjelaskan biaya yang harus terkumpul agar sampah bisa langsung diangkut.
Gugun mempunyai dua kios kelapa parut. Dulu satu kiosnya berada di dalam pasar Cijagur. Saat ini, kios satunya lagi berada di pasar Cijagur. Akan tetapi, Gugun mengeluhkan terkait sepinya konsumen yang datang ke pasar Cijagur.
Sejak pukul 03.00 subuh, Gugun sudah bergegas membuka lapaknya yang ada di pasar relokasi. Meski pasar tersebut bukanya hingga maghrib, Gugun sudah menutup kiosnya pada pukul 09.00. Sedangkan istrinya menjaga kios yang berada di pinggir jalan.
Pendapatan yang anjlog membuat Gugun semakin kesusahan untuk menggaji pekerja. Gugun mempunyai dua pekerja yang sudah membantunya selama bertahun-tahun. Sebelum pasar direlokasi, Gugun bisa menghasilkan pendapatan bersih lebih dari dua juta.
“Hilang sampai 50 persen mah,” tuturnya, menjelaskan bahwa pendapatannya terjun bebas lebih dari setengahnya. Merosotnya omset itu membuat Gugun harus menombok gaji pekerjanya.
Abainya Pemerintah Setempat
Di tumpukan sampah yang berada di tempat pembuangan sampah (TPS) Cijagur, Agus mengorek-ngorek sampah untuk mengambil kardus dan sisa botol plastik. Kardus dan botol plastik ia pisahkan dengan memasukannya ke sebuah karung berwarna putih.
Di tengah cuaca yang terik, peluh terus menetes dari tubuh Agus. Sesekali dia seka dengan tangannya yang tertutup oleh baju panjang. Sampah yang berada di TPS Cijagur sangat kontras volumenya. Di TPS ini, sampah selalu diangkut menggunakan mobil bak untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Sudah tujuh tahun Agus mengabdi sebagai petugas kebersihan di pasar Ciparay. Dia mengaku setelah pasar direlokasi tidak ditugaskan untuk mengangkut sampah di pasar lama. “Jadi sampah yang di sana mah bukan tanggung jawab desa,” terangnya, saat didatangi BandungBergerak.
Ketika ditanyai mengenai petugas kebersihan yang bertanggung jawab di pasar lama, Agus tidak mengetahuinya. Sebab seluruh petugas kebersihan di pasar lama yang berjumlah delapan orang, dipindahkan ke pasar Cijagur.
Jika dibandingkan dengan volume sampah di pasar Ciparay dulu, menurut Agus sampah yang ada di pasar relokasi ini baru 50 persenan saja. Sebab para pedagang belum sepenuhnya pindah ke Cijagur.
Di sisi lain, Gugun mengeluhkan terkait abainya pemerintah setempat dengan tumpukan sampahnya ini. Pedahal menurutnya, kantor-kantor pemerintahan seperti, kecamatan Ciparay, desa Ciparay, desa Sariwangi sangat dekat. Bahkan kantor Polsek dan Koramil pun jaraknya berdampingan.
“Piraku teu katingali sampah sakieu namru na,” keluhnya.
Seharusnya menurut Gugun, pemerintah cepat tanggap ketika ada tumpukan sampah yang tidak berada pada tempatnya. Padahal tepat di sebrang gunukan sampah itu, berdiri sebuah masjid agung Ciparay dan alun-alun yang sudah dibangun rapi.
Baca Juga: Bandung Kembali Menghadapi Darurat Sampah
Pemilahan Sampah Organik di Kota Bandung Sering Menemui Kendala
BALIK BANDUNG 2024: Korupsi, Upah Murah, Kemacetan, Transportasi Publik, dan Sampah
Menanti Kepastian
Sejak pagi Agus sudah berada di pasar untuk membereskan sampah yang berceceran di TPS. Menuju agak siang, dia sering berkeliling untuk mengambil sampah menggunakan gerobak berkeliling ke setiap joglo yang ada di pasar Cijagur.
Biasanya dalam sehari, Agus mengangkut sampah sampai dua mobil. Jika dibandingkan dengan sekarang, sangat berbeda. Dalam seminggu Agus hanya mengangkut tiga sampai empat kali saja. “Volumenya masih sedikit,” lanjutnya.
Sebetulnya, gundukan sampah yang berada di pasar lama direncakan akan diangkut pada tanggal 27 Desember lalu. Akan tetapi diurungkan, sebab mepet dengan tahun baru. Lalu, rencana itu berubah. Gunungan sampah itu akan ditertibkan pascatahun baru.
“Setelah tahun baru juga sampai sekarang belum ada koordinasi apa-apa,” ujarnya. Sebetulnya Agus siap sedia jika diperintahkan untuk mengangkut sampah. Sebab tidak ada arahan dari desa, Agus tidak ingin gegabah untuk mengangkutnya.
Sementara itu, humas revitalisasi pasar Ciparay, Zaenal saat dihubungi melalui telepon seluler mengungkapkan tumpukan sampah yang berada di pasar lama bukan kewenangannya. Bahkan dia juga menyebut pedagang yang berjualan di pinggir jalan merupakan pedagang liar. Karena para pedagang tidak menuruti aturan yang sudah ditetapkan.
“Sebab tidak ada kewenangan kami untuk sampah (membersihkan sampah) di sana (pasar Ciparay),” tuturnya. Dia juga mengungkapkan bahwa rencana pembersihakan sampah itu akan dilakukan pada tanggal 27 Desember, tetapi bukan dari pihak desa Ciparay.
Menurut Zaenal tumpukan sampah yang berada di jalan pasar barat sudah termasuk pada teritorial Desa Sarimahi. Ia menyebut, seharusnya Desa Sarimahilah yang membuat regulasi tentang tumpukan sampah tersebut.
“Bagaimana pun (harus ada) tindakan Kabupaten Bandung dan Desa Sarimahi untuk menyelesaikan masalah (sampah). (karena) ini di luar regulasi kami,” jelasnya.
Adapun pungutan tentang kebersihan yang diambil dari para pedagang pasar yang berjualan di sisi jalan, menurut Zaenal itu adalah pungutan liar. “Pungutannya bukan dari Pemdes Ciparay, ya, atau bukan dari Bumdes Ciparay, pungutannya adalah bentuk pungutan liar dan tidak resmi,” tandasnya.
Dia pun mengungkapkan agar pasar dapat kembali bersih para pedagang harus memindahkan barang dagangannya ke kios yang sudah di sediakan di pasar Cijagur. “Pedagangnya pindah tersentral di pasar Cijagur. Maka tentu sampah akan mudah dibersihkan. Kalau terus begitu mah tidak ada solusi kan,” tuturnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artikel lain tentang Lingkungan Hidup