• Berita
  • Bandung Kembali Menghadapi Darurat Sampah

Bandung Kembali Menghadapi Darurat Sampah

TPA Sarimukti, tempat pembuangan sampah dari Kota Bandung, kembali krisis. Sampah Kota Bandung mesti segera dikurangi.

Petugas mengendalikan kebakaran TPA Sarimukti dengan cara menimbun titik api pakai tanah, Kamis (24/8/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana9 Oktober 2024


BandungBergerak.idTempat Pemrosesan Akhir atau TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat kembali mengalami kelebihan muatan (overload). Darurat sampah lagi-lagi mengancam kawasan Cekungan Bandung yang meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.

Pegiat lingkungan mengingatkan, gerakan pemilahan sampah harus diatur oleh pemerintah, bukan diserahkan kepada masyarakat. Di sisi lain, solusi yang dilakukan pemerintah daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun pemerintah kabupaten/kota baru bersifat jangka pendek, yakni mengurangi ritase pengangkutan sampah ke TPA Sarimukti.

Sekda Jabar Herman Suryatman mengatakan, saat ini ada 1.750 ton dengan 267 ritase sampah per hari dikirim empat daerah ke TPA Sarimukti. Jika pola seperti ini dibiarkan, maka TPA Sarimukti akan overload di akhir tahun.

"Sarimukti kapasitasnya hampir penuh, akhir tahun ini akan overload. Dan tentu itu tidak boleh terjadi karena pasti akan ada ledakan sampah di Bandung Raya," ujar Herman Suryatman, dalam keterangan resmi, Jumat, 4 Oktober 2024.

Volume kiriman sampah dari Bandung Raya pun harus dikurangi untuk mengulur waktu krisis TPA Sarimukti. Menurut Herman, penurunan volume pengiriman sampah harus dilakukan dari 1.750 ton (sampah) setiap hari menjadi 1.250 ton per hari. Dengan demikian TPA Sarimukti masih bisa dipakai hingga 30 November 2024.

Sehingga, untuk dua bulan ke depan diharapkan empat pemda pengguna TPA Sarimukti dapat mengurangi sampah harian, dengan rincian: Kota Bandung dari 170 rit diharapkan berkurang menjadi 140 rit, Kabupaten Bandung dari 70 rit ke 40 rit, Kota Cimahi dari 37 rit ke 17 rit, dan Kabupaten Bandung Barat dari 20 rit ke 17 rit.

Herman juga mengajak warga khususnya di Bandung Raya untuk dapat mengurangi sampah yang masuk ke Sarimukti. Khusunya untuk sampah organik. Karena dari 1.750 ton sampah yang dikirim ke TPA Sarimukti setengahnya adalah sampah makanan atau organik.

Menurut Herman, pembatasan ritase merupakan solusi penangangan jangka pendek, agar TPA Sarimukti  tetap bisa beroperasi hingga tahun 2026. Ia yakin operasional TPA Ssrimukti dapat dioptimalkan hingga 2027 dengan berbagai pengembangan kapasitas.

"Di sisi lain kita sedang melaksanakan pembangunan TPPAS Legoknangka yang mudah - mudahan tahun 2028 akan tuntas," ungkap Herman.

Selama ini kawasan Bandung Raya amat tergantung pada TPA Sarimukti. Kemandirian memilah sampah belum bisa tercapai. Upaya melarang pengiriman sampah organik ke TPA Sarimukti masih terjadi.

Diketahui, Kota Bandung tidak memiliki TPA sendiri. Semua sampah dari kota ini dibuang ke TPA Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat. TPA Sarimukti direncanakan diperluas pada Juni 2024, namun mengalami kendala. Peluasan baru bisa dilakukan pada tahun 2025.

Saat ini, TPA Sarimukti sudah overload hingga 1.000 persen, dan jika tidak ada pengurangan sampah dari sumber, umur TPA tersebut akan segera habis.

Dari Darurat ke Darurat

Darurat sampah Kota Bandung sudah terjadi berulang. Terbaru terjadi tahun 2023 kemarin. Dalam catatan Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung, kiriman sampah dari Kota Bandung ke Sarimukti selama tiga bulan di awal tahun 2023 ini terdiri dari Januari 1,131 ton, Februari 1,224 ton, dan Maret 1,059 ton. Sementara itu di Kota Cimahi, pada Januari 155.67 ton, Februari 159.25 ton, dan Maret 163.71 ton. Pada wilayah Kabupaten Bandung Barat pada Januari 137.25 ton, Februari 138.83 ton dan Maret 172.91 ton.

“Akibat membludaknya kiriman sampah itu, daya tampung TPA Sarimukti menjadi over capacity,” demikian kajian YPBB, diakses dari laman resmi, Rabu, 9 Oktober 2024.

Menurut YPBB, TPA Sarimukti yang memiliki luas 43,6 hektare dan sudah terisi dengan total volume sampah 15.434.994 meter kubik. Sementara menurut rancang bangun rinci atau Detail Engineering Design (DED), desain kapasitas awal hanya untuk 1.962.637 m3.

Tentunya jumlah sampah yang dihasilkan di Bandung Raya terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi dan aktivitas ekonomi. Selain itu juga minimnya aktivitas pengolahan sampah yang dilakukan di sumber. Hal ini menuntut peningkatan kapasitas TPA Sarimukti agar dapat mengatasi volume sampah yang semakin besar.

Baca Juga: Darurat Sampah, Sekolah, dan Kampanye Pengelolaan Sampah
Implementasi Larangan Membuang Sampah Organik ke TPA Sarimukti Masih Lemah, Walhi Jabar Menyarankan Pengetatan Pemilahan Sampah di Kawasan Komersial
TPA Sarimukti Bakal Kembali Lumpuh, Sampah di TPS Tegallega Membludak

Mengapa Lagi-lagi Darurat Sampah?

Menurut YPBB, TPA Sarimukti sudah melakukan persiapan perluasan lahan, namun hal tersebut tidak akan mampu menyelesaikan krisis sampah yang berakar pada persoalan sistem tata kelola persampahan secara menyeluruh. Beberapa isu yang berhasil diidentifikasi dari krisis pengelolaan sampah TPA Sarimukti antara lain sebagai berikut:

Permasalahan di aspek operasional, yaitu:

Sampah organik yang seharusnya bisa diolah secara terdesentralisasi masih mendominasi jenis sampah yang diangkut ke TPA Sarimukti. Apabila permasalahan sampah organik bisa cepat diselesaikan, maka volume sampah yang masuk ke TPA Sarimukti dipastikan akan jauh berkurang.

Kondisi normal penanganan sampah Kota Bandung adalah sebanyak ±240 rit truk atau ±1.279 ton sampah/hari. Sementara sampah yang bisa masuk ke TPA Sarimukti ±190 rit, sehingga tersisa ± 50 rit atau ± 200 ton/hari yang akhirnya tertumpuk di 55 TPS Kota Bandung dan akan terus terakumulasi jika tidak segera ditangani

Gunungan sampah di TPA Sarimukti berpotensi mengalami ledakan gas metan dan longsor. Kondisi eksisting Zona 1 (tidak aktif) memiliki ketinggian ±10 meter. Ambang batas ideal tinggi tumpukan sampah di TPA sarimukti adalah 4-5 meter. Untuk Zona aktif (2,3,4) mencapai ±5 meter.

Berdasarkan komposisi sampah yang dikaji oleh pakar sampah Enri Damanhuri di Kota Bandung pada 2017, sampah organik (sisa makanan dan daun) memiliki persentase sebesar 44,51 persen dan komposisi sampah organik merupakan jenis sampah yang paling banyak. Sedangkan bahan-bahan organik tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan kembali menjadi kompos, pakan ternak alternatif dan lainnya.

Untuk itu, perlunya memasifkan gerakan pisahkan sampah dan olah sampah organik dalam pengelolaan sampah.

“Jika kita dapat mengoptimalkan pemilahan, pengolahan dan pemanfaatan dari bahan organik tersebut sedekat mungkin dengan sumber, maka kita berpotensi mengurangi 44,51 persen timbulan sampah perkotaan dan mengurangi ketergantungan kita terhadap TPA,” kata YPBB.

Bandung Raya mengalami darurat sampah dapat menjadi bukti bahwa isu pengumpulan sampah harus diatur oleh pemerintah, bukan diserahkan kepada masyarakat. Maka, perlu adanya penyelesaian masalah di level kebijakan nasional.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain tentang sampah Bandung Raya dalam tautan ini

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//