• Berita
  • Komunitas Narasi Jawa Barat Mengajak Orang-orang Muda Bandung Berkreasi untuk Perdamaian

Komunitas Narasi Jawa Barat Mengajak Orang-orang Muda Bandung Berkreasi untuk Perdamaian

Perdamaian di negeri yang beragam seperti Indonesia menjadi keniscayaan. Di tangan orang-orang muda perdamaian bisa ditegakkan.

Acara Komunitas Narasi Jawa Barat di Museum Kota Bandung, Sabtu, 11 Januari 2025.(Foto: Abdurrauf Syaban/BandungBergerak)

Penulis Abdurrauf Syaban13 Januari 2025


BandungBergerak.idDi Indonesia, perbedaan agama sering mengusik perdamaian. Padahal perbedaan sejatinya bagian dari keberagaman Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, bahasa, dan juga agama. Di belahan dunia perdamaian juga selalu diusik oleh perang, seperti penjajahan Israel atas Palestina, dan perang Rusia versus Ukraina.

Di Bandung, isu perdamaian menyeruak diserukan orang-orang muda yang tergabung dalam Komunitas Narasi Jawa Barat. Komunitas yang dipayungi Media Narasi pimpinan jurnalis senior Najwa Shihab ini membuat acara dengan tema Symposium of Peace (Promoting Emphaty, Action, Compassion, & Engagement) di Museum Kota Bandung, Sabtu, 11 Januari 2025.

Berkolaborasi dengan Penerbit MCM, Komunitas Narasi Jawa Barat menghadirkan tiga narasumber dengan latar belakang berbeda-beda. Dennis Surya Putra, narasumber pertama, menyampaikan topik perdamaian dalam kacamata sejarah. Ia mengajak peserta simposium untuk mengingat kembali hasil dari Konfrensi Asia Afrika (KAA) yang menciptakan Dasasila Bandung, Bandung Spirit, dan kerja sama selatan-selatan yang bertujuan memberikan solusi dalam masalah perdamaian dunia.

“Apakah Bandung spirit masih relevan?” tanya pegiat sejarah itu kepada peserta.

Dennis menegaskan, Bandung Spirit masih relevan untuk saat ini, khususnya untuk meciptakan perdamaian, keadilan, dan kesetaraan. “Tidak hanya di masyarakat global secara umum, namun juga dalam kehidupan kita sehari-hari,” ucapnya.

Dia juga menyampaikan bahwa Indonesia bukanlah bangsa yang mementingkan bangsanya sendiri dalam isu perdamaian ataupun kemerdekaan. Poin itu seharusnya menjadi penyemangat masyarakat Indonesia dalam memperjuangkan perdamaian. Dia mengambil contoh dari Undang Undang Dasar 1943 alinea 2 dan 4.

“Pada pengumuman Undang Undang Dasar 1945 itu, Indonesia telah meletakan dasar-dasar kemerdekaan bagi semua bangsa, tidak melihat dari bangsa mana pun yang penting mereka bisa bebas dan merdeka,” ujarnya.

Beda halnya dengan narasumber kedua, Muhammad Ghifari menyampaikan gagasannya dalam kacamata agama. Dia juga berpendapat bahwa peran orang muda sangat penting dalam mewujudkan perdamaian. Mahasiswa lulusan Al-azhar itu mengutip pernyataan PBB bahwa perdamaian itu adalah harga diri.

“Simpelnya, perdamaian itu adalah dignity. Harga diri. Bukan sekadar perang, bukan sekadar kebebasan beragama, bukan sekadar toleransi. Itu adalah parts of peace,” ujarnya.

Ghifari mengajak orang muda untuk menjadi pelaku perdamaian sejati yang bisa berdiri di tengah konflik. Kepada umat Islam, ia berharap senantias mengaplikasikan ijtihad kolektif, yakni duduk bersama ulama untuk membuat pembaruan dalam pemahaman yang sudah tidak relevan dan memutus rantai radikalisme yang mengganggu perdamaian.

Lain dengan narasumber ketiga, Sultan Prabu menyampaikan ‘ceramahnya’ menggunakan kacamata kepenulsan. Penulis sekaligus komikus itu menambahkan, isu perdamaian bisa diatasi dan dijaga melalui gagasan dan tulisan. Ia memberikan gambaran bahwa pahlawan kemerdekaan Indonesia kebanyakan seorang penulis.

“Rata-rata, para pelopor pergerakan perjuangan di Indonesia itu adalah seorang penulis. Mau punya latar belakang pendidikan ataupun tidak, mereka seorang penulis,” ujarnya.

Sultan juga mengajak para peserta untuk mulai menulis. Menurutnya, menulis adalah hak setiap orang. Banyak juga tokoh-tokoh dunia yang menjadikan tulisan untuk memperjuangkan perdamaian. Nelson Mandela, Leo Tolstoy, dan Mahatma Gandhi merupakan beberapa tokoh yang menuliskan pengalamannya dalam memperjuangkan perdamaian.

Orang Muda Menjaga Perdamaian

Komunitas Narasi Jawa Barat banyak menggarap berbagai isu selain perdamaian, mulai dari pendidikan, kebudayaan, politik, dan sosial. Dalam pembuatan acara, komunitas ini lebih memberdayakan orang muda.

“Pemuda-pemuda sekarang tuh banyak yang pinter tapi kebelinger. Mereka tuh pinter, tapi gak tahu ketika mereka bikin konten, bikin komen kalo itu bakal bisa memecahkan perdamaian,” ujar Bagja Kurniawan, sebagai leader dari komunitas ini.

Ia berharap, dengan acara ini pendidikan perdamaian bisa masuk ke semua kalangan orang muda maupun remaja.

Amalina, sebagai salah satu pengurus Komunitas Narasi Jawa Barat, berharap acara ini lebih meningkatka jiwa kepemudaan dan menjaga perdamaian. “Kalo buat ekspektasinya, lebih meningkatkan jiwa kepemudaanya, terus untuk meningkatkan nilai kebudayaan, terus kayak perdamaian juga dengan sekitar,” ujarnya.

Orang-orang yang datang ke acara itu juga selaras dengan yang diinginkan oleh pihak pembuat acara. Mereka adalah para pemuda-pemudi yang resah dengan kejadian-kejadian yang melukai perdamaian. Salah satunya Aulia, mahasiswa Sastra Arab ini mengeluhkan tentang kejadian yang masih terjadi di Indonesia, khususnya di Kota Bandung.

Aulia merasa risih dengan adanya kelompok-kelompok intoleran yang menolak perbedaan. Ia menyebut masih ada penolakan terhadap pembangunan rumah-rumah ibadah kelompok minoritas. Sebagai orang yang berada dalam pembuat acara, Amalina memiliki keresahan yang sama dengan Aulia. “Oleh karena itu, berkolaborasi juga dengan Kementrian Agama dari BEM Unpas,” ucap Aulia, “agar meningkatkan si perdamaian itu sendiri.”

Baca Juga:Hal Ikhwal Pelestarian Cagar Budaya di Kota Bandung
Nasib Gereja Albanus, dari Markas Teosofi ke Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya
Sebuah Rumah Cagar Budaya di Saritem

Berkarya untuk Menjaga Perdamaian

Dari acara yang mengusung tema perdamaian itu, peserta diharapkan untuk membuat apa pun dalam untuk menjaga perdamaian. Ghifari menganjurkan untuk membangun jaringan dan membuat proyek perdamaian tentang kasus-kasus internasional sebagai salah satu cara memberdayakan perdamaian. Dia juga menambahkan, ”jangan hanya buat gerakan, tapi harus ada impact ke depan. Baik untuk kita, keluarga, dan orang sekitar,” ujarnya.

Berkolaborasi dengan Penerbit MCM juga menjadi penguat dari pesan menjaga kedamaian berkarya. Pihak MCM, penerbit buku mayor yang berdiri sejak tahun 2016, yakin bahwa zaman sekarang menghasilkan sebuah output atau karya harus menghasilkan dampak yang lebih luas. Perang saat ini bukan dengan senjata melainkan dengan pikiran dan gagasan.

Di tengah acara, Sultan Prabu meluncurkan komiknya yang mengangkat tema keberagaman dan kebudayaan. Selain itu, Prabu menceritakan tentang bagaimana kita harus berdamai dengan lingkungan. “Kalo tadi, perdamaian itu berbicara tentang konflik, manusia dengan manusia, tapi kadang kita lupa bahwa kita pun harus bersinergi dengan lingkungan,” jelasnya.

Uniknya, komik dengan judul Petualangan Batuta dari komikus yang memulai kariernya sejak tahun 2011 ini, digarap menggunakan tinta secara manual. “Jadi, Petualangan Batuta ini saya garap menggunakan tinta, dan itu full manual. Jadi, bukan digital,” ujarnya.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain tentang Profil Komunitas Bandung dalam tautan ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//