• Buku
  • RESENSI BUKU: Menulis Adalah Keniscayaan, Maka dari itu Belajarlah

RESENSI BUKU: Menulis Adalah Keniscayaan, Maka dari itu Belajarlah

Jika kalian ingin menulis, menulislah tanpa harus menunggu ide-ide datang. Menulis juga tidak membutuhkan mood, kata AS Laksana.

Buku Creative Writing karya AS Laksana, Januari 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam19 Januari 2025


BandungBergerak.idAkhir tahun lalu, seorang karib di BandungBergerak Tofan Aditya merekomendasikan sebuah buku berwarna merah berjudul Creative Writing karya AS Laksana. Buku itu, ujar Tofan, dapat membantu saya untuk leluasa menulis feature dalam dunia kejurnalistikan. Kendati sebetulnya buku ini dikhususkan untuk pemula yang akan menulis cerita macam novel.

Buku setebal 230 halaman ini, ihwalnya, menerangkan cara dan teknik yang dibumbui motivasi. “Bisa buat belajar penulisan feature mah,” ujar Tofan, dengan logat Sunda sembari menyodorkan buku yang masih tersampul plastik.

Ketika membuka halaman pertama, memang benar, AS Laksana sudah memberi sebuah rahasia dengan judul ‘Rahasia Kreativitas: Mendekatkan Tangan ke Otak’. Judul itu, ungkap AS Laksana, sebuah upaya untuk menarik pembaca lebih lanjut dalam membaca. Dan, betul saja, saya jadi terpincut untuk membacanya sampai beres dalam beberapa hari ke depan.

Buku ini sangat membantu saya untuk belajar menulis cerita. Pembahasannya benar-benar sangat mudah dicerna dan tidak bertele-tele. Bahkan kita pun bisa langsung mempraktikkannya. Jadi untuk kalian yang hendak membaca buku ini; siapkan buku dan pulpen atau buka laptop di meja belajar kalian. Sungguh saya rekomendasikan demikian.

Daftar isi buku ini terdiri dari 25 judul sesuai jenjang yang harus kita lewati untuk merancang sebuah novel. Dalam setiap jenjang itulah kalian seperti akan dibawa ke kelas AS Laksana – seorang jurnalis senior yang juga pengajar menulis. Di bagian pertama, dia menekankan mendekatkan tangan kita ke otak. “Otak kita merencanakan sesuatu, dan tangan kita yang mengerjakannya,” tulis AS Laksana.

Dalam hal kreativitas menulis, otak merupakan bagian pertama untuk merencanakan sebuah karya. Maka dari itu, tangan adalah representasi dari kreativitas kita yang dihasilkan dari otak kita. Terlebih menulis adalah sesuatu yang penting dalam menyampaikan isi kepala kita agar dibaca khalayak. Bahkan Albert Einstein yang dikenal sebagai ilmuan tersohor pada abad kedua puluh, sudah menulis tidak kurang dari 2.000 makalah.

Dari menulis itulah, dia menuangkan segala kemungkinan yang kemudian melahirkan teori-teori besarnya. “Anda perlu menulis, agar otak Anda makin terasah, agar Anda tak kehilangan jejak atas segala yang telah Anda pelajari,” kalimat ini benar-benar mencambuk saya yang terendam akibat liburan akhir tahun selama dua minggu, agar lekas kembali mengetikkan ide-ide saya.

Bagian dalam buku Creative Writing karya AS Laksana, Januari 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Bagian dalam buku Creative Writing karya AS Laksana, Januari 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Action, Action, Action, Adalah Kunci

“Hasrat semata tanpa tindakan akan membiakkan penyakit,” tutur William Blake, penyair asal Inggris yang dikutip AS Laksana di bagian judul keduanya, ‘Anda Hanya Perlu Action. Itu Saja!’. Memang, bagi saya terlalu memendam ide-ide malah bakal membiakkan penyakit. Layaknya dendam, ide itu harus dibayar tuntas dengan sebuah output karya.

Acap kali saya merasakan ingin menulis, tapi tidak punya ide. Akan tetapi, AS Laksana membantah itu semua dalam judul ini. Dia menekankan untuk kita mengambil posisi kesukaan kita itu di bidang apa? Misal; musik, sastra, mengungkapkan kegelisahan, atau mungkin mengeluhkan sebuah kebijakan. 

Dengan pendekatan itu, kalian sudah bisa memulai menulis. Menurut AS Laksana, tulisan seremeh apa pun pasti mengandung ide. Jangan takut untuk stuck dalam menulis. Memulai tulisan seburuk apa pun itu sudah lebih baik ketimbang kita tidak melakukannya sama sekali.

“Menulis apa saja ketika sedang tidak punya ide sebenarnya adalah salah satu cara untuk memancing datangnya ide,” tutup bagian judul kedua ini. 

Keresahan menulis setelah memulai biasanya pusing untuk merangkai kalimat-demi kalimat atau paragraf demi paragraf. Bagi AS Laksana itu mah hal biasa bagi setiap penulis. Tapi memang itu bagian yang mesti kita lalui. Seperti kata Tan Malaka, ‘terbentur-terbentur, terbentuk’. Benturkanlah tulisan kalian seburuk apa pun itu, toh nanti juga bakal terbentuk kalau kita sustain dalam menulis.

“Beban untuk meraih kesempurnaan bisa membuat Anda tersendat-sendat dan tidak menulis apa-apa,” katanya. Pria kelahiran Semarang ini memang cocok sebagai motivator penulisan. 

Dalam menulis, AS Laksana menyarankan menggunakan gaya bahasa kita dalam sehari-hari. Tak perlu menggunakan kalimat belibet atau yang berat-berat. Cukup yang kita pahami, lalu tuangkan. Yang terpenting adalah tulisan kalian mampu dibaca oleh pembaca. Simpel.

Seorang penulis fiksi ilmiah, Isaac Asimov pernah mengatakan ‘Saya menjadi produktif, saya rasa, karena saya menulis secara simpel dan apa adanya,’ tutur penulis yang sudah melahirkan ratusan novel. 

Hambatan yang sering mengganggu kita dalam hal apa pun, tak terkecuali menulis, adalah mood dan waktu. Bagi AS Laksana, tidak menulis karena tidak ada mood adalah alasan yang paling tidak masuk akal. Kenapa? Karena alasan itu menurutnya adalah alasan untuk berhenti bagi orang-orang yang tidak terampil menulis.

Menurut novelis Inggris Laurence Sterne, menulis jika dilakukan dengan cara yang benar, tak ada bedanya dari berkegiatan bercakap-cakap. Maka dari itu, biasakanlah menulis layaknya kita mengobrol. Bedanya kita menuangkan obrolan itu ke dalam sebuah tulisan, entah itu di laptop atau buku tulis.

O, iya, kalau soal waktu bagaimana? Bukannya kita sering mempunyai waktu untuk bermain gadget selama berjam-jam? Bukankah kita sering menonton film berseries-series itu dengan sistem maraton? Jadi rasionalkah jika menggunakan alasan tidak ada waktu untuk menulis? Kita hanya perlu membiasakan saja.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Hikmah dari Mutiara Kisah Masa Lalu
RESENSI BUKU: Menembus Dimensi Kereta Semar Lembu
RESENSI BUKU: Kiprah Pacar Merah Indonesia di Mancanegara

Menulis dengan Tiga Kata

Sebelum tahun 2024 berganti, di pertengahan bulan Desember, Pemimpin Redaksi BadungBergerak Tri Joko pernah mengisi sebuah pelatihan menulis di Lembang, Kabupaten Bandung. Sebelum pelatihan, Tri menyarankan untuk menemukan satu buah kata bebas kepada tiap individu peserta pelatihan.

Setelah mengemukakan kata tersebut, peserta dibagi kelompok, masing-masing kelompok tiga orang. Tri menugaskan membuat tulisan dari tiga kata tersebut untuk digabung menjadi sebuah paragraf cerita. Dan benar saja, kata-kata mereka yang terpikirkan selama beberapa detik itu mampu dijadikan kalimat utuh dalam sebuah cerita.

Hal ini juga ternyata direkomendasikan oleh AS Laksana. Sebelum memulai menulis, alangkah baiknya kita memulai dengan tiga kata kunci untuk dijadikan paragraf utuh. Tentu saja tulisannya harus berbentuk cerita.

Dia mencontohkan, tiga kata kunci itu adalah; buku, kucing, dan nasib. Setelah ketemu kita tinggal menjahit ketiga kata itu menjadi cerita yang utuh. Begini AS Laksana mencontohkan:

Buku:

Buku itu disimpannya di tempat yang tersembunyi begitu ia rampung membacanya, sebab ia tak ingin ada orang lain tahu bahwa ia membaca buku seperti itu. Buku berjudul ‘Teknik Berciuman....’ dan agar judulnya tak terbaca oleh orang lain, ia menyampuli buku tersebut dengan kertas kalender bergambar kucing persia... dst.

Kucing:

Kucing yang setiap malam mengeong-ngeong di atap rumah kosong itu, menurut cerita yang ia dengar, dulunya adalah seorang perempuan yang tinggal di desa sebelah. Kedua orang tua perempuan itu meninggal ketika ia belum genap satu tahun dan sejak itu ia diasuh oleh perempuan penyihir yang memelihara banyak kucing... dst.

Nasib:

Nasib buruk menimpanya sekali lagi dan itu tak terlalu membuat kecewa. Alit sudah maklum bahwa ia memang ditakdirkan bernasib buruk. Buku primbon yang dibacanya menyebutkan seperti itu. Bentuk tulang pipinya, kelopak matanya, dan lengkung bibirnya, menurut buku primbon itu, akan selalu membawa celaka kepadanya... dst.

Kurang lebih seperti itu. Sebetulnya masih banyak contoh praktik lain yang AS Laksana tulis di buku ini. Tulian ini hanya secuil dari keseluruhan isi buku. Dan yang terpenting, kewajiban seorang penulis adalah terus belajar menulis. Tidak hanya itu, AS Laksana juga menyarankan untuk membaca novel-novel atau cerpen-cerpen lainnya. Sebab tidak ada penulis baik yang tidak membaca.

Informasi Buku

Judul buku: Creative Writing

Penulis: A.S Laksana

Penerbit: Banana Publisher

Cetakan: keenam, Maret 2023

Jumlah halaman: 230

ISBN: 978-623-96372-4-8.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharam, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Resensi Buku

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//