• Buku
  • RESENSI BUKU: Menembus Dimensi Kereta Semar Lembu

RESENSI BUKU: Menembus Dimensi Kereta Semar Lembu

Novel Kereta Semar Lembu mengajak pembaca ke dunia arwah dan sejarah, atau melihat sejarah kelam dari orang-orang mati.

Suasana Stasiun Cikudapteuh, Bandung, Kamis, 12 Desember 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Virliya Putricantika29 Desember 2024


BandungBergerak.idMungkin mereka yang menjadi juri di sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta 2021 sama terbiusnya seperti saya ketika membaca susunan kalimat novel Kereta Semar Lembu karya Zaky Yamani, novel dengan sampul yang didominasi warna biru dengan bunga randa tapak di sana.

Di halaman pertama, selain mengenalkan Lembu sebagai tokoh utama, Zaky mengenalkan tokoh Kunti, kekasih Lembu. Kunti merupakan perempuan pertama yang menyadari hilangnya dua tanda pengenal berupa tanduk yang berada di kepala kekasihnya itu.

Ada banyak buku sejarah, novel dengan kisah romansanya, dan buku yang menceritakan tokoh pewayangan. Tapi novel ini berhasil menggabungkan semuanya. Bahkan mistis. Kabut tebal yang tiba-tiba menutupi sosok Lembu kecil dengan teratur menggiringi pembaca berimajinasi seolah menyaksikan kejadian itu.

“Ketika aku melihat kembali ke darat, sosok-sosok yang biasanya aku melihat pada malam hari, muncul dengan sangat jelas,” penggalan kalimat di novel yang akan membiarkan siapa pun yang membacanya bisa dengan bebas membayangkan adegan itu.

Meski tidak ada ilustrasi dalam buku bersampul biru ini, tapi kehidupan setelah kematian yang diceritakan apik di setiap kalimat bisa dipahami dengan baik. Ajaib.

Novel Kereta Semar Lembu karya Zaky Yamani, Desember 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Novel Kereta Semar Lembu karya Zaky Yamani, Desember 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Lembu Mengingat Kehidupannya

Sebelum pergi meninggalkan Kunti, Lembu menceritakan kisah hidupnya pada mereka yang turut merayakan pesta kepergiannya. Mulai dari yang kering kerontang hingga kerangka mereka yang belum ditemukan menanti kisah hidup lelaki yang perawakan terlihat setengah kali lebih muda dari usianya.

Entah bagaimana Zaky melakukan riset untuk novel ini. Namun tidak dipungkiri catatan sejarah yang dimuat dalam cerita terasa lebih baik daripada buku sejarah. Mungkin tidak dimuat di buku sejarah yang ada di dunia pendidikan negara yang baru merdeka selama 79 tahun ini.

Di masa kehidupan Lembu, peran Ibu dan Mbok Min yang menemani Lembu di Stasiun Kedungan mampu menyimpan suasana rumah. Meskipun ia tidak pernah bisa mendatangi bangunan rumahnya. Berkelana ke satu stasiun dan stasiun lainnya menjadi kegiatan lelaki yang sudah dewasa itu.

Satu waktu ia melihat rumahnya sudah diterangi 10 lampu, setelah sebelumnya ia meninggalkan sang ibu dan Mbok Min. Namun kemudian lampu itu semakin bertambah banyak saat Lembu melakukan perjalanan dari Jakarta.

Entah bagaimana, tapi banyak yang percaya jika Lembu adalah orang yang diberi berkah. Tidak sedikit yang yakin bahwa laki-laki dengan kalung loncengnya itu pun dikutuk. Mbah Semar yang awalnya menemani Lembu kecil pun tidak terlihat lagi saat dia dewasa. Lembu hanya bisa merindukan kehidupannya itu.

Membaca cerita ini seakan memahami perubahan kepribadian Lembu yang dipaksa untuk memahami semua yang terjadi. Seperti apa yang dialami manusia pada umumnya. Berencana untuk fokus pada hal yang ia ketahui, tapi takdir menuntunnya ke labirin petualangan yang liar. Perjalanan Lembu membuat pembaca, terutama orang Bandung, akan memandang suasana Stasiun Cikudapateuh tidak lagi sama.

Kombinasi sejarah yang disaksikan Lembu semasa hidup dan pelbagai kesaksian dari mereka yang telah mati menjadi benang merah kisah ini. Selama perjalanan di atas kereta, Lembu bertemu dengan orang-orang yang memiliki peran penting dalam sejarah republik, mulai dari pendiri PKI Henk Sneevliet, Oemar Said Tjokroaminoto, Semaoen, Sukarno, dan lain-lain.

Ia bahkan menceritakan kisah Kusno ketika berusaha meminang sang induk semangnya. Suatu saat, Uma, perempuan lainnya yang menemani Lembu dalam satu fase kehidupannya, membuat ramalan yang akan membawa republik pada pertumpahan darah antarsesama anak bangsa.

“Fajar merah darah. Seseorang telah lahir ke dunia ini. Seorang lelaki yang tanpa disadari banyak orang akan menjadi pembunuh terbesar bangsamu,” ucap Uma, wanita yang menemani Lembu yang tinggal di sekitar Stasiun Cikudapateuh. Mendengar wanitanya mengucapkan kalimat itu Lembu hanya mengingat tanggal hari itu, 8 Juni 1921.

Uma meramalkan bahwa negeri ini akan dipimpin oleh seorang diktator. Sang diktator lahir ketika umur Lembu semakin tua. Lembu sendiri hidup dalam usia 150 tahun.

Novel Kereta Semar Lembu karya Zaky Yamani, Desember 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Novel Kereta Semar Lembu karya Zaky Yamani, Desember 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Keluarga Lembu

Ada begitu banyak orang yang mengingat Lembu dengan ciri khasnya, tapi tidak ada tahu pasti kenapa Lembu memiliki keunikan itu. Sang ibu dan Mbok Min yang piawai merawat diri semakin banyak didatangi orang. Orang-orang percaya bahwa ibu dan Mbok Min bisa menjadi perantara untuk mendapatkan keajaiban dari Lembu, minimal si pria bertanduk itu membawa kabar baik bagi nasib mereka.

Namun harapan yang diagungkan tak selalu seperti apa yang diinginkan. Seperti yang dialami Lembu ketika ia bertemu dengan seorang ibu yang meminta pertolongan padanya, ketika anak perempuannya diculik oleh tentara Jepang. Lembu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk ibu yang menanti kepulangan anak perempuannya itu. Penantian itu memang berujung indah, ibu dan anak tersebut bisa bertemu kembali tetapi kebahagiaan ini tidak lama karena mereka keburu dijemput kematian.

Proses peralihan dari masa ke masa dipaparkan dengan cukup jelas. Selama itu pula pembaca bisa mengetahui seperti apa pandangan umum masyarakat terhadap perempuan pekerja seks, buruh, pemikiran kiri, dan mitos yang dipercayai.

Kidung-kidung yang dinyanyikan Mbah Gareng, Mbah Bagong, Uma, dan Mbah Petruk membantu Lembu mengenal kisah hidupnya dan seperti apa negara yang ia tinggali ini, ketika bersuara lantang dengan mudah dilabeli komunis.

Mana mungkin yang terjadi pada Lembu terjadi (lagi) pada kita, mana mungkin. Meski tidak mungkin juga untuk tidak terjadi. Karena carut-marut pencatatan sejarah di Indonesia masih perlu ditelisik. Bahkan jika perlu, mereka yang dari dunia arwah bisa turut bersaksi atas berbagai ketidakadilan yang tidak terungkap. Barangkali mereka tertarik.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Kiprah Pacar Merah Indonesia di Mancanegara
RESENSI BUKU: Entrok Karya Okky Madasari, Manifesto Feminis dalam Novel
RESENSI BUKU: Pergolakan Batin Pelacur dan Stigma Berkepanjangan

Tentang Zaky Yamani

Zaky Yamani adalah penulis asal Bandung yang produktif menghasilkan karya fiksi maupun nonfiksi. Zaky saat ini aktif di Amnesty Internasional, sebuah organisasi yang bergerak di bidang isu hak asasi manusia. Sebelumnya, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandung ini lama menggeluti jurnalistik.

Zaky kuliah di FISIP Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, kemudian melanjutkan studi Master of Arts (Journalism) di Department of Communication, Ateneo de Manila University, Filipina (2008).

Kereta Semar Lembu ia susun sejak 2018 dan diselesaikan pada tahun pertama pagebluk, 2020. Pada pertengahan 2021, Kereta Semar Lembu meraih anugerah Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2021.

Buku-buku yang ia tulis meliputi Waktu Helena (kumpulan cerita pendek), Bertarung dengan Nasib, Berdamai dengan Kehidupan (biografi), Kepada Assad Aku Menitip Diri (kumpulan cerita pendek, Svatantra Publishing), Pusaran Amuk (novel), Bandar (novel), Komedi Sepahit Kopi (Kumpulan reportase mendalam), Johnny Mushroom (antologi cerita pendek, Majelis Sastra Bandung), dan lain-lain.

Informasi Buku

Judul : Kereta Semar Lembu

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: I, 21 September 2022

Tebal: 320 halaman.

*Kawan-kawan bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Virliya Putricantika atau artikel tentang Buku Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//