Pedagang Jalan Baladewa Resah karena Harus Membayar Pungutan Liar Setiap Hari
Ekonomi warga Baladewa kian meningkat. Namun premanisme, pungutan liar, dan kriminalitas pun tidak ketinggalan.
Penulis Fauzan Rafles 18 Januari 2025
BandungBergerak.id - Para pedagang kaki lima di Jalan Baladewa, Kelurahan Pajajaran, Kota Bandung hingga saat ini masih harus membayar jatah preman (japrem) setiap harinya agar bisa berdagang dengan tenang. Bagaimana tidak, jika mereka enggan membayar jatah harian, dagangan mereka akan digeruduk bahkan diancam tidak boleh berdagang selamanya. Ternyata, aksi ini sudah dilakukan sejak hampir satu dekade lalu.
Para preman ini memulai aksinya di tahun 2016. Awal mulanya mereka hanya meminta jajanan gratis dari para pedagang. Ada yang meminta jus, ayam goreng, sampai minuman beralkohol. Makin hari, mereka mulai mematok harga japrem kepada para pedagang. Mulanya mereka langsung meminta 20.000 rupiah per harinya. Para pedagang merasa keberatan bila harus membayar nominal sebesar itu.
AS (27 tahun) salah satu penjual di Jalan Baladewa mengatakan: “Waktu dulu sih awalnya minta jus aja, tapi malah berubah jadi minta uang, terus juga mintanya 20 ribu (rupiah). Saya merasa keberatan dan meminta keringanan. Jadinya, mereka mematok harga 15 ribu (rupiah) dan gak mau ditawar lagi. Kata bos saya sih kasih aja daripada dagangannya dihancurin,” kepada BandungBergerak, awal Januari 2025.
Para Pedagang tidak Berani Melapor ke Pihak Berwajib
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 merilis jumlah kejahatan di Kota Bandung yang berjumlah 2.626 kasus. Dari jumlah tersebut, 223 di antaranya termasuk ke dalam kejahatan pencurian dengan pemaksaan. Namun, di tahun yang sama, jumlah terpidana akibat kasus pemerasan dan pengancaman hanya berjumlah 14 kasus.
Diketahui, para pedagang di Jalan Baladewa sudah berdagang sejak awal 2013. Ketika mulai dipalak, mereka bukan hanya takut kepada para preman tersebut. Namun, mereka juga takut untuk melapor kepada pihak berwajib. Ketika ditanya alasannya kenapa, salah satu pedagang hanya menjawab dengan satu kata tanpa harap: “percuma”
“Aku sih waktu itu udah coba lapor, tapi ternyata percuma. Pertama, dari pihak kepolisiannya tidak ada tanggapan,” ujar AS kembali.
Kedua, kata AS, ia menduga ada pihak yang mem-backing-I para preman. Bahkan agar para pedagang tenang berjualan, AS merasa harus memiliki backing juga. Contohnya, menurut AS, sebuah toko di seberang tokonya tidak ada yang berani mengganggu karena memiliki saudara tentara.
Salah satu warga sekaligus saksi mata, RR (20 tahun), juga pernah memergoki preman itu dimarahi oleh tentara ketika sedang memalak toko tersebut. RR hampir setiap hari melihat para preman melakukan aksi pungutan liar di sepanjang Jalan Baladewa.
“Kemarin tuh katanya preman itu sempet masuk penjara, tapi bukan karena memalak, melainkan karena menodong ibu-ibu. Tapi itu juga cuma sebentar, paling cuma tiga hari terus udah keluar lagi,” ujar RR.
Antek-antek Premanisme di Sekitaran Jalan Baladewa
AS, penjual di Jalan Baladewa sudah genap sepuluh tahun berjualan. Menurutnya, aksi premanisme ini masih dilakukan warga sekitar. Pelaku bergantian setiap harinya menagih japrem kepada para pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Tidak jarang pelaku langsung menagih secara bersamaan dan meminta uang lebih.
Salah satu pedagang makanan berinisial N (36 tahun) turut memberi kesaksian: “Kalau mereka lihat kedai saya lagi ramai pembeli, mereka suka meminta uang lebih. Tapi saya tidak pernah mau ngasih.”
Sebagai gantinya, mereka minta makanan gratis. Setiap mau lebaran pelaku juga mereka suka meminta THR sebesar 50 ribu rupiah.
Tidak hanya pedagang kaki lima, aksi pungutan liar ini juga sampai memeras toko bangunan dan menguasai apotek. Pihak apotek bahkan memberikan jatah lahan parkir kepada mereka dengan jaminan apotek ini aman.
Sejarah Tumbuhnya Premanisme di Jalan Baladewa
Awalnya, ini semua terjadi ketika ‘ketua preman’ Baladewa keluar dari bui pada 2016. Ia mengajak saudaranya untuk memaksa pedagang agar memberikan dagangannya secara gratis. Para pedagang kecil tidak dapat berbuat banyak. Toko-toko yang aman hanyalah toko yang memiliki kenalan aparat.
Berdirinya gerai Indomaret pertama di Jalan Baladewa turut menjadi pemicu awal para preman untuk berebut jatah lahan parkir. Kemudian, dibangunnya hotel dan cafe-cafe menjadikan Baladewa sebagai daerah kecil yang ramai dikunjungi orang dari pelbagai daerah.
Ini tentu memberikan dampak positif terhadap ekonomi warga asli Baladewa. Namun, juga memberi celah bagi para preman untuk berebut ‘daerah kekuasaan’.
Tidak hanya usaha-usaha besar seperti yang disebutkan di atas. UMKM di sekitaran Jalan Baladewa pun kian berkembang. Para pedagang bertambah dan roda perputaran ekonomi bergerak sangat cepat. Terbukti data dari Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandung tahun 2019-2020, jumlah PKL di Kelurahan Pajajaran mencapai angka 1.000 PKL. Namun, banyaknya jumlah pedagang juga mengundang para preman untuk terus melakukan aksinya.
Sudah hampir 10 tahun, ekonomi warga Baladewa kian meningkat, namun juga dengan tingkat kriminalitasnya.
Baca Juga: Pelaku UMKM Cimahi Lesu, UMKM Bandung Perlu Insentif
Dukungan Teknologi Pengolahan Limbah Air Susu dan E-Commerce untuk UMKM
Pelaku Seni Jawa Barat sama dengan UMKM Perlu Stimulus Ekonomi
Kesaksian Warga dan Pedagang Lainnya
MR (58 tahun), ibu pedagang rumahan yang memiliki kemenakan tentara berkata, warungnya pernah dihampiri anak kecil suruhan preman untuk memberinya japrem sebesar 15.000 rupiah.
“Karena mereka tahu saya punya kemenakan seorang tentara, jadinya mereka gak pernah berani datang ke sini.
Tapi waktu itu pernah ada satu anak kecil minta uang lima belas ribu katanya disuruh. Ya, saya gak kasih lah. Rugi,” ujar MR.
Bahkan, di tahun 2021, gerobak-gerobak para pedagang hampir tiap malam selalu kemalingan. Mulai dari tabung gas 3 kg, segel gelas plastik, sampai pelumas ludes digondol maling.
Keringat mereka untuk menghidupi keluarga harus rela terpotong 15.000 rupiah per harinya. Mereka merasa kesal namun tidak ada tempat aman untuk melapor. Mereka juga merasa bila melapor pun malah akan mengancam kehidupannya.
Terbukti setelah ada satu pedagang yang sekali waktu mencoba memberanikan diri untuk tidak memberi japrem harian, tak sampai sehari, gerobak dagangannya dihancurkan. Tidak hanya itu, mereka juga mengancam akan mengulangi tindakan tersebut bila pedagang terus melawan dan tidak memberi japrem harian.
Para warga juga selalu membicarakan dan memberi respons yang sama terkait pungli di Baladewa ini.
Sudah hampir 10 tahun mereka dipalak. Warga kian mengeluh. Namun, mereka harus terus hidup walau keadaan terus berjalan seperti ini.
BandungBergerak sudah mengontak Satpol PP Kota Bandung mengenai keluhan pungli yang dialami para pedagang di Jalan Baladewa. Namun, sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharam, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang PKL atau UMKM