Pelaku UMKM Cimahi Lesu, UMKM Bandung Perlu Insentif
Kelesuan ekonomi dirasakan para pelaku UMKM di Kota Cimahi dan Kota Bandung. Mereka membutuhkan fasilitas atau bantuan dari pemerintah.
Penulis Iman Herdiana2 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Pandemi Covid-19 yang baru saja menunjukkan tren penurunan jumlah kasus, tentu tak serta merta mendongkrak sektor ekonomi yang terpukul selama pagebluk yang kini memasuki tahun kedua. Kelesuan ekonomi dirasakan pelaku UMKM Kota Cimahi maupun Kota Bandung. Mereka membutuhkan fasilitas atau bantuan dari pemerintah.
Asep Maryadi, Ketua Kadin Kota Cimahi, mengatakan pandemi Covid-19 sangat berdampak kepada perdagangan dan perekonomian. Sebagai pelaku usaha, Asep Maryadi, mengaku omsetnya turun drastis sekitar 85 persen. Pandemi menekannya untuk memutar balik rencana-rencana bisnisnya.
Ia dituntut kreatif agar tetap mendapatkan sedikit laba. Salan satu jalan yang dilakukan ialah memasarkan produk-produknya secara online. Selain itu, ia berinvestasi pada barang yang dibutuhkan di masa pandemi, yaitu pembuatan masker, hijab ataupun usaha lainnya. Selama menjalani usahanya, ia rajin mengumpulkan testimoni yang dipakainya untuk kepentingan promo produknya yang dipasarkan secara digital.
“Kita memerlukan testimoni dari pelanggan karena 80 persen masyarakat sebelum melakukan pembelian terhadap produk akan melihat terlebih dahulu testimoninya. Pada masa pandemi Covid-19 saat ini, kita tidak dapat menghindarinya. Namun kita perlu mengubah pola pikir dan tata cara bekerja yang kita lakukan,” kata Asep Maryadi, dikutip dari laman kampus Unjani, Sabtu (2/10/2021).
Selain itu, pelaku usaha memerlukan perizinan yang bisa memudahkan jalan usahanya. Tanpa perizinan, sulit bagi pelaku usaha berkembang, apalagi di masa pagebluk. Untuk itu diharapkan ada kemudahan soal perizinan ini.
Asep Maryadi berbicara pada acara webinar yang digelar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) dengan tema “Sosialisasi dan Pendampingan Pencegahan Penularan Covid-19 – Di Kalangan UMKM untuk Meningkatkan Kepercayaan Konsumen di Kota Cimahi”, Rabu (22/09/2021).
Pada kesempatan tersebut hadir praktisi usaha online, Rizki Desaina Losalia, yang membahas bahwa pandemi menuntut pelaku usaha untuk kreatif dan inovatif di tengah keterbatasan yang ditimbulkan kebijakan mengendalikan pagebluk. Di sisi lain, ada peluang bahwa di masa pandemi saat ini kebutuhan belanja online meningkat.
Survey Nextren mendata bahwa 143 juta penduduk Indonesia telah terhubung dengan internet. Terdapat 83 persen masyarakat datang ke toko offline untuk melihat barang yang kemudian membelinya secara online, serta 70 persen masyarakat sering belanja online daripada offline.
“Apabila kita ingin menjual produk ada beberapa tipsnya yakni, membuat halaman produk yang menarik, pakai foto produk yang menarik, menuliskan deskripsi produk yang detail, dan memberikan harga produk yang kompetitif. Adapun langkah untuk memberikan pelayanan yang baik seperti cepat membalas pesan, cepat memproses pesanan, kemasan yang dibuat menarik dan aman, menanggapi komplain pembeli dengan sabar, dan komunikasi ramah dengan pembeli,” paparnya.
Baca Juga: Pelaku UMKM, Pahlawan Ekonomi yang Perlu Didukung Transaksi Digital
Tidak semua UMKM di Bandung mampu Jualan Online
DPRD Jabar: Pemerintah Daerah Harus Punya Strategi Baru agar UMKM Bertahan di Masa PPKM Darurat
UMKM Bandung Perlu Insentif
Dampak pandemi terjadi tak hanya di Kota Cimahi, melainkan dirasakan pula di kota tetangga, yakni Kota Bandung berikut 2,5 juta jiwa warganya. Tentu dampak pandemi ini bersifat global, karena hampir semua negara mengalami pukulan hebat dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Perlu diketahui, pertumbuhan ekonomi Kota Bandung pada tahun 2019 atau sebelum pandemi sebesar 6,75 persen. Namun begitu pandemi yang terjadi Maret 2020, pertumubuhan ekonomi terus mengalami penurunan hingga minus 2,28 persen.
Ketua Tim Pertimbangan Kebijakan Wali Kota Bandung, Asep Warlan mengatakan, ada beberapa faktor yang harus difasilitasi pemerintah, juga pemerintah daerah, dalam penyelenggaraan ekonomi di era pagebluk, yaitu kebijakan tata ruang, infrastruktur, keamanan lokasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, pajak daerah dan retdibusi.
“Selain itu juga perlunya perizinan usaha, distribusi barang dan jasa, pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, pertanahan, kemudahan sumber pendanaan dan aparatur birokrasi yang bersih, kompeten dan responsif,” jelas Asep Warlan, dalam siaran pers Pemkot Bandung.
Asep menambahkan, pemerintah daerah wajib memberikan perlakuan yang sama terhadap investor, menjamin kepastian hukum, menjamin kepastian usaha, memberikan kemudahan berusaha, mejamin keamanan berusaha dan mengembangkan serta memberikan perlindungan dan kesempatan penanaman modal kepada UMKM dan koperasi.
“Adapun bidang usaha prioritas, merupakan bidang usaha yang memenuhi kriteria, pada modal, padat karya, industri kreatif, tekonologi tinggi, industri perintis, orientasi eksopor dan penelitian, pengembangan serta inovasi,” ujarnya.
Bidang usaha prioritas itu meliputi perdagangan, pariwisata MICE, jasa, telekomunikasi, infrastruktur dan perumahan, perhubungan, seni dan budaya, manufaktur, makanan dan minuman serta fesyen.
Di bidang UMKM dan koperasi, kebijakan diarahkan agar membentuk mereka sebagai unit usaha rofesional, tangguh, mandiri dan berdaya. Diperlukan pemberian insentif pada para pelaku UMKM dan koperasi. seperti penghargaan sampai kemudahan dalam proses pembentukan usaha.
“Bentuk pemberian insentif berupa, pemberian penghargaan, pengurangan dan peringanan atau pembebasan pajak daerah, keringanan dan pembebasan retribusi daerah, pemberian dana stimulan untuk usaha mikro kecil menengan dan koperasi,” ujarnya.