• Komunitas
  • PROFIL KOMUNITAS PKL KEMBANG TANJUNG: Pedagang Kaki Lima yang Bersolidaritas

PROFIL KOMUNITAS PKL KEMBANG TANJUNG: Pedagang Kaki Lima yang Bersolidaritas

Komunitas Pedagang Kaki Lima Kembang Tanjung, Bandung menggalang kebersamaan di masa pagebluk. Sesama pedagang saling menguatkan.

Para pedagang dari Komunitas Pedagang Kaki Lima Kembang Tanjung, Bandung, 21 Januari 2025. (Foto: Rayhan Yuditra Fawwaz/BandungBergerak)

Penulis Rayhan Yuditra Fawwaz21 Januari 2025


BandungBergerak.id - Jalan Kembang Tanjung sudah hidup sejak fajar menyingsing. Di bawah tiang lampu jalan, para pedagang kaki lima (PKL) mulai bersiap dengan gerobak dan barang dagangan mereka. Namun, di balik rutinitas harian perjuangan mengais rezeki ini, tersimpan kisah persaudaraan dan solidaritas.

Di jalan sepanjang 50 meter ini terdapat Komunitas Pedagang Kaki Lima Kembang Tanjung yang lahir dari keresahan bersama di tahun 2020. Komunitas ini berada di Kelurahan Samoja, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.

"Awalnya mah, kami cuma saling kenal biasa aja," ujar Mang Galih, ketua komunitas. "Tapi waktu itu, banyak dari kami yang punya masalah serupa—dari ribut, rebutan lapak sampai nggak boleh jualan gara-gara Covid," tambahnya, mengacu pada pandemi global yang melumpuhkan sendi-sendi kehidupan dalam kurun 2021-2022.

Ide membentuk komunitas muncul dari obrolan sederhana di sela-sela waktu menunggu pembeli. Menurut Mang Galih, Kelurahan Samoja turut membantu gagasan ini karena melihat banyaknya pedagang di sepanjang Jalan Kembang Tanjung. “Bu lurah sih support-support aja, soalnya biar ada yang ngurus. Jadi yang dagangnya bisa tertib juga,” ujarnya.

Ruas jalan ini memang strategis, dilewati banyak kendaraan, dan dekat dengan sekolah. Lokasi tersebut membuat banyak pedagang berebut lapak. Tak jarang, cekcok terjadi di antara mereka.

“Dulu, sebelum komunitas ini dibentuk, banyak pisan masalah teh, aya weh,” ungkap Mang Galih, yang berjualan cilok di jalan ini sejak 2017. Sebelumnya, ia berjualan di sekitar Pasar Kosambi, tetapi setelah ayahnya wafat, ia mewarisi lapak di Kembang Tanjung.

Masalah yang sering terjadi semakin terasa berat ketika Covid-19 melanda. Salah satu pedagang, Kiky, bahkan sempat putus asa. Larangan berdagang membuatnya frustasi karena ia tetap harus menafkahi keluarga.

“Gak peduli saya mah mau ada pandemi atau nggak juga tetep dagang. Kena virusnya mati, saya pulang nggak bawa uang juga mati. Sama aja,” ujar Kiky.

Surat edaran kelurahan yang meminta pengosongan Jalan Kembang Tanjung memaksa para pedagang berdiskusi. Mereka sepakat tetap berdagang dengan protokol keamanan yang ketat. Meski akhirnya larangan tetap berlaku, momen itu menjadi titik balik bagi para pedagang untuk bersatu dan membuat aturan demi mencegah konflik serupa.

Momen krisis itu membawa mereka pada realisasi penting: kekuatan hanya akan muncul jika mereka bersatu. Setelah berbagai perdebatan dan negosiasi, para pedagang akhirnya menemukan ritme baru dalam mengelola hubungan mereka. Tidak hanya soal berbagi tempat, tetapi juga tentang bagaimana bertahan di tengah keterbatasan. Perasaan solidaritas pun tumbuh lebih kuat. 

Di sisi lain, keberadaan PKL memiliki peran penting dalam di sektor usaha informal, di tengah terbatasnya lowongan kerja di sektor-sektor formal yang disediakan pemerintah maupun swasta. Jika menengok data, jumlah PKL di Kota Bandung tidaklah sedikit. Situs Sistem Informasi Pedagang Kaki Lima (SIPKL) per bulan Juli 2021, terdapat 22.003 orang pedagang kaki lima yang terdaftar oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kota Bandung.

Dari 22.003 orang pedagang kaki lima yang terdaftar tersebut, diketahui bidang fesyen dan kuliner merupakan dua jenis usaha yang paling banyak dilakoni oleh PKL. Jumlahnya masing-masing terdiri dari 11.783 orang dan 9.712 orang. Jenis-jenis produk lainnya yang dijual PKL antara lain mencakup peralatan rumah tangga, peralatan elektorik, dan kerajinan tangan. 

Para pedagang dari Komunitas Pedagang Kaki Lima Kembang Tanjung, Bandung,  21 Januari 2025. (Foto: Rayhan Yuditra Fawwaz/BandungBergerak)
Para pedagang dari Komunitas Pedagang Kaki Lima Kembang Tanjung, Bandung, 21 Januari 2025. (Foto: Rayhan Yuditra Fawwaz/BandungBergerak)

Solidaritas, Program, dan Harapan yang Menguat

Mang Galih mewakili komunitas bernegosiasi dengan kelurahan untuk menyampaikan keluh kesah para pedagang. “Saya mah cuma minta aja kita bisa diberi tempat untuk berdagang dan saya menjanjikan juga ke Bu Lurah bakal tertib nggak kayak sebelumnya,” tuturnya.

Setelah pandemi mereda, para pedagang mulai berdagang lagi, meski ancaman pembubaran oleh Satpol PP masih menghantui. Harapan muncul dari surat kelurahan yang mengizinkan pedagang berjualan dengan syarat menjaga kebersihan, mengkoordinasikan anggota, dan memprioritaskan warga setempat.

Surat tersebut memberi keberanian kepada warga lokal untuk ikut bergabung, salah satunya Ane, ibu dua anak yang berjualan cireng isi. “Lumayan a buat tambah-tambah jajan anak,” ujarnya.

Komunitas ini juga menciptakan sistem pengaturan lapak yang lebih tertib, sehingga tidak ada lagi perselisihan antarpedagang. Mereka mulai menetapkan jadwal dan area khusus untuk setiap pedagang agar semua mendapatkan kesempatan yang adil. Peraturan ini, meskipun sederhana, membawa perubahan besar dalam cara mereka beroperasi.

Komunitas ini tak hanya menjadi tempat berbagi cerita, tetapi juga melahirkan program bermanfaat seperti koperasi simpan pinjam untuk membantu anggota yang butuh modal tambahan. "Dulu, saya sering kesulitan kalau harus bayar uang sekolah anak. Tapi sekarang, ada koperasi yang bisa jadi solusi," kata Joni, pedagang bakso.

Program koperasi ini telah membantu banyak anggota keluar dari kesulitan finansial, terutama saat menghadapi kebutuhan mendesak. Koperasi tersebut tidak hanya memberikan pinjaman, tetapi juga mengedukasi anggota tentang pengelolaan keuangan yang lebih baik.

Selain itu, komunitas ini memiliki rencana ambisius untuk merambah dunia digital. “Kita juga udah ada ide ini teh mau bikin konten, siapa tau viral kan. Gak ada yang tau,” ujar Mang Galih sembari menunjukkan contoh video pedagang kaki lima yang viral. Meskipun masih dalam tahap awal, inisiatif ini menunjukkan semangat inovasi yang dimiliki para pedagang untuk mengikuti perkembangan zaman.

Tak hanya itu, para pedagang sering kali mengadakan acara kecil-kecilan untuk mempererat hubungan antaranggota, seperti makan bersama atau berbagi cerita di akhir hari. Kebersamaan ini semakin memperkuat ikatan mereka sebagai satu komunitas.

Baca Juga: PROFIL UNIT KEGIATAN STUDI KEMASYARAKATAN (UKSK) UPI: Mengajak Mahasiswa Terjun ke Masyarakat
PROFIL BERKAWAN SEKEBUN: Menyemai Zine, Menyulam Literasi di Pasar Cihapit
PROFIL KOMUNITAS ASAS UPI: Teguh Menjaga Api Kesusastraan

Ketangguhan di Tengah Ancaman

Perjalanan komunitas ini tidak selalu mulus. Konflik internal hingga kebijakan pemerintah menjadi tantangan utama. “Pernah di titik kami merasa ingin nyerah, tapi kami diingatkan lagi mengapa komunitas ini ada: untuk saling menguatkan,” kata Ane.

Ancaman penggerebekan Satpol PP menjadi isu yang selalu menghantui. Namun, surat legalitas dari kelurahan menjadi pelindung mereka. Kekhawatiran terbesar kini adalah pergantian lurah yang baru. Mang Galih. Ia khawatir kebijakan baru akan mengancam keberadaan mereka.

Namun, Mang Galih dan komunitasnya tetap optimis. Mereka percaya bahwa dengan terus menunjukkan komitmen terhadap kebersihan, keteraturan, dan solidaritas, keberadaan mereka akan tetap dihargai oleh pihak kelurahan maupun masyarakat sekitar. “Kami mah cuman pengin dagang dengan tenang. Itu aja,” tegas Mang Galih.

Meski penuh tantangan, Komunitas Pedagang Kaki Lima Kembang Tanjung menjadi simbol ketangguhan dan solidaritas di tengah kerasnya kehidupan jalanan. Dengan semangat kebersamaan, mereka membuktikan bahwa di balik setiap gerobak sederhana, ada cerita besar tentang harapan dan perjuangan.

“Semoga ajalah ya lurah yang baru nanti peduli sama kita, juga memperhatikan pedagang kecil kayak kita,” tutup Mang Galih.

Hingga hari ini, komunitas ini terus berkembang, bukan hanya dalam jumlah anggotanya, tetapi juga dalam cara mereka menginspirasi lingkungan sekitar. Mereka adalah bukti nyata bahwa di tengah keterbatasan, kerja sama dan solidaritas mampu menciptakan perubahan yang berarti. Dan di balik gemerincing uang kembalian serta aroma makanan kaki lima, ada mimpi besar yang perlahan mulai terwujud.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan lain dari Rayhan Yuditra Fawwaz, atau tentang Pedagang Kaki Lima Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//