Mengapa Banyak Startup di Indonesia Tutup dan tak Bisa Bersaing?
Pemerintah perlu menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan startup dengan menyediakan insentif pajak, penyederhanaan regulasi, akses pendanaan lokal.
Heny Hendrayati
Dosen Prodi Manajemen – Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia
22 Januari 2025
BandungBergerak.id - Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat kelahiran unicorn di Asia Tenggara. Unicorn adalah startup (perusahaan rintisan) dengan valuasi lebih dari USD 1 miliar. Hingga kini, Indonesia telah menghasilkan beberapa unicorn besar yang menguasai pasar domestik sekaligus melebarkan sayap ke kancah internasional. Gojek, Tokopedia, dan Traveloka telah menginspirasi banyak orang untuk mengejar mimpi besar di dunia bisnis berbasis teknologi.
Di tengah kesuksesan mereka, beberapa startup (bahkan unicorn), nasibnya terseok-seok. Lihat saja Bukalapak. Awal Januari tahun ini, mereka mengumumkan bahwa mereka menutup layanan marketplace per Maret 2025 nanti dan hanya fokus pada penjualan pulsa dan token listrik. Padahal, beberapa tahun silam mereka tercatat sudah melantai di bursa.
Kabar tak sedap juga menyeruak dari eFishery, startup pertama di industri akuakultur yang berstatus unicorn asal Bandung. Kasus dugaan penyelewengan dana atau fraud yang dilakukan para petinggi eFishery membuat dilengserkannya CEO dan CPO mereka.
Belum lagi kabar dari TaniFund. Beberapa bulan lalu, anak perusahaan dari TaniHub Group (startup bidang agritech dan egrocery) dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pencabutan izin itu dilakukan karena TaniFund tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK.
Mengapa Mereka Gagal Bertahan?
Meski pasar startup di Indonesia sangat potensial, kegagalan masih menjadi fenomena umum. Berdasarkan laporan CB Insights, 38 persen startup gagal karena kurangnya kebutuhan pasar terhadap produk mereka, sementara 29 persen lainnya kehabisan dana karena model bisnis yang tidak berkelanjutan.
Ada beberapa alasan mengapa banyak startup yang gagal bertahan. Overestimasi pasar, menjadi salah satu penyebabnya. Banyak startup terlalu percaya diri terhadap produk mereka tanpa memahami kebutuhan konsumen secara mendalam. Di sektor teknologi pertanian (agritech), misalnya, eFishery berhasil menarik perhatian investor global dengan teknologi IoT untuk peternak ikan. Namun, tantangan utama mereka adalah mengedukasi petani kecil agar mau mengadopsi teknologi baru. Edukasi pasar membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit, dan tanpa pendekatan yang tepat, startup menghadapi risiko pertumbuhan yang stagnan.
Alasan lainnya adalah “pembakaran uang” (cash burn). Banyak startup menggunakan strategi agresif untuk menarik pengguna dengan memberikan subsidi besar-besaran atau diskon masif. Sorabel, misalnya, sempat menarik perhatian di sektor e-commerce fesyen dengan harga murah dan kampanye promosi besar. Namun, mereka gagal menciptakan loyalitas pelanggan yang cukup untuk mendukung bisnis secara berkelanjutan. Ketika dana habis, operasional pun harus dihentikan.
Alasan berikutnya berupa ketergantungan pada investor. Ketergantungan yang besar pada pendanaan eksternal membuat banyak startup tidak siap menghadapi perlambatan ekonomi global. Contohnya adalah TaniFund, platform crowdfunding agribisnis yang menghadapi risiko gagal bayar dan kesulitan menjaga kepercayaan investor. Ketika aliran dana melambat, startup semacam ini sering kali kehilangan stabilitas.
Terakhir, adalah kurangnya diferensiasi. Di pasar yang sangat kompetitif seperti e-commerce, sulit bagi pemain kecil untuk bersaing dengan raksasa seperti Tokopedia atau Shopee. Banyak startup gagal menemukan keunikan produk mereka, sehingga sulit menarik perhatian konsumen.
Tantangan dan Peluang
Meski banyak yang gagal, ada pelajaran penting dari startup yang berhasil. Gojek, misalnya, tidak hanya menjadi layanan transportasi daring tetapi juga membangun ekosistem digital yang mencakup berbagai kebutuhan sehari-hari. Tokopedia sukses memberdayakan UMKM dengan memberikan akses teknologi yang mudah diakses.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa startup yang sukses adalah mereka yang memahami kebutuhan pasar, memiliki model bisnis berkelanjutan, dan terus berinovasi untuk memenuhi permintaan konsumen yang dinamis. Meski jadi tantangan besar, peluang bagi startup di Indonesia tetap terbuka lebar. Dua sektor yang diperkirakan akan tumbuh pesat di masa depan adalah teknologi hijau (green tech) dan teknologi kesehatan (health tech).
Teknologi hijau (green tech) merupakan kesadaran global terhadap isu lingkungan membuka peluang besar bagi startup yang menawarkan solusi ramah lingkungan. Di Indonesia, startup yang berfokus pada energi terbarukan, pengelolaan limbah, atau pertanian berkelanjutan memiliki potensi untuk mendukung agenda keberlanjutan nasional.
Sedangkan teknologi kesehatan (health tech) teruji saat pandemi Covid-19 melanda dunia. Layanan kesehatan yang mudah diakses menjadi sebuah kebutuhan. Startup seperti Halodoc dan Alodokter berhasil membuka akses masyarakat terhadap layanan kesehatan digital. Dengan populasi besar dan akses kesehatan yang masih terbatas di daerah terpencil, sektor ini memiliki prospek cerah untuk terus berkembang.
Baca Juga: Menyusun Strategi Kampanye Pilkada Berdasarkan Data dan Analisis Media Sosial
Perilaku Doom Spending, Antara Gaya Hidup Konsumtif dan Kesehatan Finansial
Apa yang Harus Dilakukan Generasi Muda?
Pelajaran penting lainnya yang bisa ditarik oleh generasi muda: pahami bahwa mimpi besar harus diiringi dengan perencanaan matang. Untuk itu, ada beberapa langkah penting yang dapat diambil.
Startup harus memastikan bahwa produk atau layanan mereka benar-benar relevan dengan kebutuhan konsumen. Mereka harus memahami pasar. Survei pasar dan uji coba adalah langkah awal yang sangat penting.
Model bisnis yang berkelanjutan juga harus dibangun. Ketergantungan pada investor harus dikurangi dengan menciptakan strategi monetisasi yang jelas sejak awal. Pendapatan yang stabil adalah kunci untuk bertahan dalam jangka panjang. Selanjutnya berupa pemanfaatan teknologi secara bijak. Adopsi teknologi terbaru harus sesuai dengan kebutuhan pasar. Fokus pada efisiensi dan relevansi akan membantu menciptakan produk yang bernilai tambah.
Jangan lupakan pula untuk mengintegrasikannya dengan nilai lokal. Budaya dan kearifan lokal dapat menjadi inspirasi untuk menciptakan produk yang unik. Terakhir, fleksibilitas dalam menghadapi perubahan adalah salah satu kunci keberhasilan. Startup yang mampu mengubah strategi sesuai dengan dinamika pasar memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan berkembang.
Pemerintah selaku regulator perlu menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan startup dengan menyediakan insentif pajak, penyederhanaan regulasi, akses pendanaan lokal, serta pembangunan infrastruktur digital merata. Edukasi kewirausahaan dan kemitraan dengan korporasi besar juga harus didorong untuk mendorong inovasi, memperluas pasar, dan memastikan keberlanjutan startup di seluruh Indonesia. Pemerintah harus melindungi persaingan bebas dengan menerapkan regulasi antimonopoli yang tegas untuk mencegah dominasi pasar oleh raksasa teknologi, sehingga startup kecil tetap memiliki peluang bersaing. Dukungan tambahan, seperti subsidi, program akselerasi khusus, dan insentif bagi startup kecil, diperlukan untuk memastikan inovasi dan keberagaman ekosistem tetap terjaga.
*Kawan-kawan bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Heny Hendrayati, atau artikel-artikel lain tentang Dunia Digital