Dari Baghdad ke Bandung, Menyuarakan Kemanusiaan di Palestina Lewat Kesusastraan
Diskusi sastra di Galeri Museum Asia Afrika, Bandung mengungkap fakta sejarah bahwa Israel merampas tanah Palestina. Sastra menjadi media perlawanan.
Penulis Yopi Muharam23 Januari 2025
BandungBergerak.id - “Sastra Palestina dan atau sastra tentang Palestina itu adalah hantu yang mengerikan bagi Israel,” terang Hikmat Gumelar, sastrawan sekaligus cerpenis dalam acara Tadarusan Buku: Oleh-Oleh dari Bagdad di ruang Galeri Museum Asia Afrika, Bandung, Rabu, 22 Januari 2025.
Acara yang diselenggarakan oleh Asian African Reading Club (AARC) ini terbilang spesial. Sebab Hikmat baru saja menerima penghargaan Palestine World Price 2024 di Bagdad, Irak, atas karya sastranya berjudul ‘Dari Reruntuhan Mawar ke Cerita Ingatan”. Karyanya itu bercerita tentang rakyat Palestina yang terjajah oleh Israel.
Sepulang dari Bagdad beberapa waktu lalu, Hikmat bercerita tentang kondisi Palestina. Di Baghdad dia bertemu banyak sastrawan asal Palestina dan Irak. Dia bercerita ketakutan Israel terhadap sastra Palestina atau sastra tentang Palestina ini keluar dari mulut Bapak Bangsa Israel, yaitu David Ben-Gurion.
David Ben-Gurion merupakan proklamator yang mendeklarasi kemerdekaan Israel di Museum Tel Aviv pada 14 Mei 1948. Bahkan dia disebut sebagai bangsa Yahudi populer setelah Musa. Semasa hidupnya, David sering menulis kesehariannya lewat buku untuk anaknya.
Dia sering menulis catatan harian dan juga surat. Di salah satu catatanya, Hikmat membeberkan pengakuan dari David. David menulis: “Jika aku seorang pemimpin Arab, aku tak akan pernah menandatangani perjanjian dengan Israel. Itu wajar, kami telah mengambil negara mereka. Memang benar Tuhan menjanjikan tanah ini kepada kami. Tapi bagaimana mungkin itu menarik bagi mereka. Tuhan kami bukan milik mereka. Kami tiba dan kami telah mencuri negara mereka. Mengapa mereka mau menerimanya?” beber Hikmat.
Pascakelahiran negara Israel, David memerintahkan untuk membuat pertahanan militer yang kuat. “Kenapa kita harus membangun militer yang sangat kuat? Karena itu tadi, nagara ini, Israel dibangun dengan mengambil negara,” lanjut Hikmat.
Di pertemuan itu, salah satu anggota Knesset (parlemen setingkat DPR) menanyakan terkait kekhawatirannya dengan tetangga Palestina, yaitu negara-negara Arab. “Kita enggak perlu takut, kata David. Ga usah takut, jumlah kita akan lebih banyak. Karena ada banyak Yahudi di Eropa dan Amerika,” tutur Hikmat menirukan percakapan di Knesset.
Amoralnya Militer Israel
Apa yang diungkapkan David diamini oleh Benyamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel. Atas perintah dan pengakuan dari David, Benyamin sering mengatakan bahwa tentara Israel (IDF) adalah tentara paling bermoral di dunia. Padahal, pada realitas yang terjadi, IDF bertindak sebaliknya alias amoral.
Hikmat melanjutkan cerita dari seorang psikolog asal Israel yang meneliti tentang perilaku IDF selama penjajahan di tanah Palestina. Alasan sang psikolog melakukan penelitian ini adalah kekhawatirannya dengan sang anak yang mengikuti wajib militer. Selama bertahun-tahun psikolog ini banyak mengobrol dengan tentara secara langsung.
Dari beberapa pengakuan psikolog, Hikmat menceritakan bahwa tentara Israel mengidap cedera moral. Maksud cedera moral, tutur Hikmat adalah pertentangan nilai-nilai dan moralitas pribadi dengan kondisi yang mengharuskan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai dan moral pribadi.
“Nah ini menjadi lebih parah di Israel karena hal tersebut enggak boleh diungkapkan (oleh tentara Israel),” terangnya. Hikmat melanjutkan, misalnya ada yang baru setahun wajib militer, pemuda itu datang dengan komandan kompinya, lalu memulai patroli pertama jam 6 pagi di jalan raya Gaza. Lalu si komandan melihat ada anak kecil usianya 4 tahun sedang bermain pasir di depan rumahnya.
Si komandan menghampiri bocah tersebut dan menarik tangan dan dengkulnya untuk dipatahkan. Tidak berhenti di situ, bocah itu diinjak-injak perutnya.
“Balik si komandan itu. Lalu si satu tahun ini bertanya, kenapa begitu? Beginilah cara israel harus hidup. Kita harus membunuh mereka dari sejak kecil,” ujar Hikmat. “Ini pengakuan dari si psikologis ini, saya ada data-datanya,” lanjut Hikmat.
Mendengar cerita tersebut Hikmat merasa heran. Sebab perlakukan sekeji itu datang dari korban Holokaus saat perang dunia ke-2 yang dilakukan Nazi terhadap kaum Yahudi. Sebetulnya perlakukan tersebut merupakan pelanggaran. Israel sebetulnya mempunyai lembaga untuk mengadili para tentara yang membunuh tanpa sebab. “Terus ada pengadilan sipil maupun militer itu lemah,” ungkapnya.
Sebetulnya, menurut Hikmat ada sekelompok kecil tentara yang masih mempertahankan nilai moralnya. Akan tetapi, mereka disingkirkan. Tidak hanya itu, Hikmat mengatakan mereka yang tidak nurut perintah atau berbeda bisa disodomi.
“Dan tidak ada pengadilan terhadap itu. Karena itu dibenarkan oleh narasi tadi si Benyamin itu,” terangnya.
Baca Juga: Palestina Merdeka, Penting Gak Sih?
Aksi 100 Hari untuk Palestina di Bandung, Memaknai Dukungan Korea Utara
Tragedi Kemanusiaan Palestina Menggema di Konser
Hantu Kesusastraan
Ahda Imran, moderator sekaligus karib dekat Hikmat mengatakan bahwa Hikmat bukan hanya seorang sastrawan. Ketertarikannya melihat isu politik di Palestina melahirkannya sebuah karya.
“Saya kira ini menjadi sangat wajar dia mendapatkan penghargaan puisi-puisi Palestina,” jelasnya. “Karena dia ga ujug-ujug nulis puisi. Dia sejak dulu memang punya konsen dan intens mengikuti isu-isu Palestina terutama dari sastranya,” terangnya.
Ahda Imran juga mengungkapkan bahwa sastra memiliki peran penting dalam geopolitik, terutama terkait isu-isu Palestina. Hal itu diungkapkan Ahda Imransetelah mendapat cerita dari Hikmat sepulangnya di Bagdad.
Hikmat menyahut dengan mengutip pernyataan dari Isabel Hammad, penulis Inggris-Palestina yang mengatakan konflik di Palestina-Israel merupakan perang bahasa, perang propaganda, dan perang kehumasan. “Karena itulah sastra dan sastra tentang palestina menjadi mengerikan bagi Israel,” ujar Hikmat.
Menurutnya sastra lahir dari pengalaman dan tafsir personal. Kualitas pengalaman juga menentukan kedalaman untuk menentukan personalitas itu. Dia melanjutkan, upaya genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina tidak hanya membom. Tetapi sampai mengubah nama-nama kota dan daerah di Palestina. Israel beramibisi untuk menghapus Palestina dari ingatan semua orang.
Bersikap Lewat Performace Art dan Painting
Sebelum diskusi berlangsung, Hikmat membacakan beberapa puisinya diiringi dengan performace art oleh Isa Perkasa dan performace painting oleh Tinsa Sanjaya. Kedua seniman ini sering melakukan performace art di beberapa daerah di Indonesia bahkan luar negeri.
Isa membawa satu buah semangka, kain kasa, hingga peta dunia. Saat penampilan dimulai, Isa langsung membungkus kepalanya itu dengan peta dunia tadi, sembari mengangkat semangka ke atas kepalanya.
Dia menggerak-gerakan tubuhnya seperti seorang yang tidak bisa melihat dengan meraba-raba keadaan sekitar. Bahkan Isa sampai merangkak-rangkak. Lalu, semangka itu dililit oleh kain kasa.
Sebelum mengakhiri pertunjukan, dia kembali meletakan semangka itu di atas kepalanya. Lalu menjatuhkannya ke lantai. Sehingga semangka itu muncrat dan isinya berceceran ke mana-mana. Setelah itu dia mengambil lagi semangkanya, dan membuka lilitan kain kasa.
“Jadi semangka yang saya bawa tadi itu (representasi) rakyat Palestina yang menjadi korban. Dan berakhir dengan luka. Dan banyak yang berjatuhan meninggal,” jelas Isa, setelah penampilan.
Kendati demikian, dia juga optimis bahwa Palestina akan merdeka seutuhnya dan terbebas dari genosida atau penjajahan Israel. “Tadi sorban dibuka dengan arti kemerdekaan Palestina,” lanjutnya.
Di sisi lain, Tisna Sanjaya sibuk dengan cat-cat yang dibawanya beserta kanvas yang disandarkan di sebuah kain hitam. Dia melukis seni abstrak dengan warna dominan muram dan gelap.
Tisna merepresentasikan karya puisi dari Hikmat. Beberapa hari sebelum dia tampil, Hikmat memberikan beberapa puisinya itu sebagai referensi untuk karya seninya.
“Suara-suara yang disampaikan Kang Hikmat itu tidak hanya personal. Tapi menyampaikan orang-orang yang tidak bersuara. Disampaikan oleh seniman, disampaikan oleh penyair, oleh kita bersama,” tutur Tisna Sanjaya, setelah beres menggambar karyanya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artikel lain tentang Palestina